Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah diminta agar tidak melanjutkan rencana privatisasi BUMN PT Krakatau Steel (KS) melalui penjualan strategis kepada perusahaan baja terbesar di dunia, Arcellor Mittal. Langkah tersebut untuk mencegah terulangnya kasus penguasaan asing atas sejumlah BUMN strategis di Indonesia, seperti Indosat oleh Temasek Singapura dan Semen Gresik oleh Cemex Meksiko, kata Ketua BUMN Watch, Naldy Nazar Haroen, di Jakarta, Minggu. Apabila pemerintah ingin melakukan privatisasi PT KS, Naldy menyarankan agar memilih metode Pencatatan Saham Perdana (Initial Public Offering/IPO]. Metode ini diyakini aman, selain kemungkinan penguasaan saham PT KS dapat dihindari, gejolak yang akan terjadi di internal PT KS juga dapat dicegah. Menurut dia, penguasaan asing atas aset BUMN strategis di Indonesia, terbukti tidak hanya merugikan bangsa dan negara, juga menimbulkan gejolak di lingkungan BUMN bersangkutan. Lebih jauh bahkan bisa memicu guncangan bagi perekonomian nasional. Apalagi investor yang akan menguasai saham PT KS melalui penjualan strategis itu adalah Arcelor-Mittal, yang investasinya di Jawa Timur saja tidak jelas implementasinya. "Rekam jejak Lakshmi Mittal (pemilik Arcelor-Mittal) di Surabaya tidak cukup baik. Telah lebih 30 tahun berada di Surabaya, tapi tak ada perkembangan signifikan bahkan pabrik pakunya di Surabaya ambruk," ungkap Naldy, yang pernah sukses membantu penyelesaian kemelut di PT Semen Padang akibat tuntutan masyarakat Minangkabau atas penguasaan asing (Cemex). Pendapat Naldy itu menanggapi jaminan Menneg BUMN Sofyan Djalil yang mengatakan, privatisasi KS akan membantu BUMN itu memperbaiki diri. Sementara Komisaris Utama PT KS, Taufiequrachman Ruki, menilai rencana pemerintah melakukan privatisasi melalui penjualan strategis mengabaikan kemampuan PT KS. Ia optimis, tanpa rencana privatisasi, produksi baja KS bisa naik dari 2,5 juta ton menjadi 5 juta ton pada 2011. Sebaliknya jika penjualan itu terwujud, ia khawatir KS akan menjadi perusahaan baja India dan bukan lagi milik Indonesia. Sebelumnya Menneg BUMN Sofyan Djalil mengemukakan produksi PT KS saat ini sebesar 2,5 juta ton masih minim dibandingkan dengan potensi pasar yang ada. "Saat ini pabrik baja global sudah sangat besar produksinya. Arcelor-Mittal itu sudah 110 juta ton, sedangkan KS hanya 2,5 juta ton. Kecil sekali dibanding banyaknya persaingan global," kata Sofyan. Chief Executive Officer (CEO) Arcellor Mittal, Lakshmi Mittal saat bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono baru-baru ini, menyampaikan minatnya bekerja sama dengan PT Aneka Tambang serta Krakatau Steel untuk meningkatkan kapasitas produksi perusahaan baja miliknya di Jawa Timur, PT Ispat Indo. Keluarga Mittal mendirikan PT Ispat Indo di Sidoarjo, Jawa Timur, pada 1976 yang merupakan investasi pertama Grup Mittal di luar India. Total produksi PT Ispat Indo saat ini 700.000 ton per tahun, meningkat jauh dari produksi saat pertama kali perusahaan itu didirikan, yakni 60.000 ton. Menurut majalah Forbes, Mittal saat ini merupakan orang terkaya nomor empat dunia, dengan nilai kekayaan mencapai 45 miliar dolar AS. (*)