KLHK luncurkan tiga buku panduan identifikasi satwa liar dilindungi
5 Agustus 2019 23:29 WIB
Peluncuran buku tiga seri buku panduan identifikasi satwa liar dilindungi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, USAID BIJAK, LIPI di sela-sela perayaan Hari Konservasi Alam Nasional di Taman Wisata Alam Muka Kuning, Batam, Senin (5/8/2019). (ANTARA/Virna P Setyorini)
Batam (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meluncurkan tiga seri buku panduan untuk mempermudah aparat hingga masyarakat mengidentifikasi jenis satwa liar dilindungi yakni untuk Taksa Aves, Herpetofauna dan Mamalia.
Penyusunan buku panduan identifikasi jenis satwa liar tersebut merupakan aksi kolaborasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), LIPI, USAID BIJAK, Institut Pertanian Bogor, Universitas Indonesia, Burung Indonesia, FFI Indonesia, Perhimpunan Herpetologi Indonesia, Indonesia Wildlife Photography, pakar dan para pihak yang kompeten dibidangnya.
“Buku-buku ini ingin membangun upaya konservasi bersama masyarakat sambil menegakkan Hukum. Dan pengenalan jenis fauna, penting untuk penegakan hukum,” kata Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno usai peluncuran buku tiga seri buku panduan identifikasi satwa liar dilindungi di sela-sela perayaan Hari Konservasi Alam Nasional di Taman Wisata Alam Muka Kuning, Batam, Senin.
Lalu ia mengatakan penting pula mengetahui kajian bagaimana cara melakukan identifikasi satu jenis reptil atau mamalia. Bahkan, kajian identifikasi satwa liar ini berkembang ke morfologi hingga DNA.
“Termasuk cara mengidentifikasi individu berbeda dari mamalia seperti harimau sumatera hanya dengan menggunakan hasil kamera trap. Atau untuk burung berkicau, kita tidak pernah tahu kan mana yang masih asli atau sudah campuran, tapi pasti ada ciri khasnya,” ujar Wiratno.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK Indra Exploitasia mengatakan tiga seri buku ini lebih untuk ke arah penegakan hukum dan aparat atau petugas di lapangan untuk mengetahui jenis satwa liar yang dilindungi.
“Ada 900 jenis lebih satwa, sehingga buku ini penting bagi Bea Cukai, Karantina, TNI dan Polri dan sebagainya. Dan isi buku ini nyambung ke aplikasi milik Bareskrim tentang pengaduan kejahatan tumbuhan dan satwa liar,” lanjutnya.
Menurut dia, orang akan mudah melaporkan dan melihat apakah benar satwa liar dilindungi atau tidak di Indonesia.
Sementara itu, Pejabat USAID Bidang Sumber Daya Alam Andrea Pavlick mengatakan Indonesia telah melakukan banyak untuk konservasi keanekaragaman hayati. Bertepatan dengan hari jadi hubungan diplomatik Indonesia-Amerika Serikat, tentu pihaknya mendukung Indonesia melakukan konservasi keanekaragaman hayati.
Deforestasi, ia mengatakan tentu dapat mengganggu keberlanjutan sumber daya hayati. Selain itu, perburuan satwa liar ilegal juga dapat menjadi ancaman.
Hal yang perlu terus dilakukan untuk mengatasi persoalan perburuan satwa liar secara global, menurut dia, dengan bekerja sama antarnegara melakukan riset lebih lanjut pada satwa-satwa liar.
Sementara itu, Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI Cahyo Rahmadi mengatakan cara mengidentifikasi satwa liar dilindungi memang ada beberapa level. Namun dalam tiga buku panduan tersebut lebih diperuntukkan kepada ujung tombak konservasi di Indonesia.
“Kita buat ciri atau karakter khusus agar aparat bisa mengenali dengan mudah, bahkan oleh masyarakat sekalipun. Jadi buku ini dapat dipahami citizen science maupun aparat yang di bandara,” lanjutnya.
Penyusunan buku panduan identifikasi jenis satwa liar tersebut merupakan aksi kolaborasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), LIPI, USAID BIJAK, Institut Pertanian Bogor, Universitas Indonesia, Burung Indonesia, FFI Indonesia, Perhimpunan Herpetologi Indonesia, Indonesia Wildlife Photography, pakar dan para pihak yang kompeten dibidangnya.
“Buku-buku ini ingin membangun upaya konservasi bersama masyarakat sambil menegakkan Hukum. Dan pengenalan jenis fauna, penting untuk penegakan hukum,” kata Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno usai peluncuran buku tiga seri buku panduan identifikasi satwa liar dilindungi di sela-sela perayaan Hari Konservasi Alam Nasional di Taman Wisata Alam Muka Kuning, Batam, Senin.
Lalu ia mengatakan penting pula mengetahui kajian bagaimana cara melakukan identifikasi satu jenis reptil atau mamalia. Bahkan, kajian identifikasi satwa liar ini berkembang ke morfologi hingga DNA.
“Termasuk cara mengidentifikasi individu berbeda dari mamalia seperti harimau sumatera hanya dengan menggunakan hasil kamera trap. Atau untuk burung berkicau, kita tidak pernah tahu kan mana yang masih asli atau sudah campuran, tapi pasti ada ciri khasnya,” ujar Wiratno.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK Indra Exploitasia mengatakan tiga seri buku ini lebih untuk ke arah penegakan hukum dan aparat atau petugas di lapangan untuk mengetahui jenis satwa liar yang dilindungi.
“Ada 900 jenis lebih satwa, sehingga buku ini penting bagi Bea Cukai, Karantina, TNI dan Polri dan sebagainya. Dan isi buku ini nyambung ke aplikasi milik Bareskrim tentang pengaduan kejahatan tumbuhan dan satwa liar,” lanjutnya.
Menurut dia, orang akan mudah melaporkan dan melihat apakah benar satwa liar dilindungi atau tidak di Indonesia.
Sementara itu, Pejabat USAID Bidang Sumber Daya Alam Andrea Pavlick mengatakan Indonesia telah melakukan banyak untuk konservasi keanekaragaman hayati. Bertepatan dengan hari jadi hubungan diplomatik Indonesia-Amerika Serikat, tentu pihaknya mendukung Indonesia melakukan konservasi keanekaragaman hayati.
Deforestasi, ia mengatakan tentu dapat mengganggu keberlanjutan sumber daya hayati. Selain itu, perburuan satwa liar ilegal juga dapat menjadi ancaman.
Hal yang perlu terus dilakukan untuk mengatasi persoalan perburuan satwa liar secara global, menurut dia, dengan bekerja sama antarnegara melakukan riset lebih lanjut pada satwa-satwa liar.
Sementara itu, Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI Cahyo Rahmadi mengatakan cara mengidentifikasi satwa liar dilindungi memang ada beberapa level. Namun dalam tiga buku panduan tersebut lebih diperuntukkan kepada ujung tombak konservasi di Indonesia.
“Kita buat ciri atau karakter khusus agar aparat bisa mengenali dengan mudah, bahkan oleh masyarakat sekalipun. Jadi buku ini dapat dipahami citizen science maupun aparat yang di bandara,” lanjutnya.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: