Satgas Pangan tangkap lima tersangka kasus gula rafinasi
5 Agustus 2019 15:00 WIB
Ketua Satgas Pangan Brigjen Pol Nico Afinta (kedua kiri) dan Karopenmas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo (tengah) dalam konferensi pers pengungkapan kasus perembesan gula rafinasi ke konsumen. (ANTARA/ Anita Permata Dewi)
Jakarta (ANTARA) - Satgas Pangan bersama Kementerian Perdagangan menangkap lima tersangka terkait dugaan tindak pidana perembesan distribusi gula kristal rafinasi yang disalahgunakan untuk dijual ke masyarakat sebagai gula kristal putih.
"Pengungkapan kasus penjualan gula rafinasi yang diolah kembali, dicampur dan dibungkus ulang sebagai gula kristal putih," kata Ketua Satgas Pangan Brigjen Pol Nico Afinta di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin.
Menurut dia, para pelaku sengaja menggunakan gula rafinasi dan melepasnya ke pasaran sebagai gula kristal putih karena ingin mendulang keuntungan dari perbedaan harga gula rafinasi dan gula putih.
Baca juga: CIPS: perembesan gula rafinasi dampak restriksi impor
Gula rafinasi harganya Rp9 ribu per kilogram. Sementara gula putih mencapai Rp12.500 - RP13.200 per kilogram.
Pengungkapan kasus ini berawal dari informasi dari PTPN X dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jateng dan DIY tentang banyaknya peredaran gula rafinasi yang menggunakan karung gula putih merek PTPN X, yang beredar di masyarakat.
"Penyelidikan di Jawa Tengah dan Jogyakarta tiga pekan," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri ini.
Kemudian penyidik menyelidiki ke pasar-pasar tradisional di Jateng dan DIY, menemukan sejumlah gula putih palsu dalam kemasan 1 kg, 2 kg, 5 kg dan 50 kg.
Setelah ditelusuri jalur distribusinya, ternyata gula putih palsu tersebut dibuat di Purworejo, Jawa Tengah menggunakan merek PTPN X.
Baca juga: Ekonom Indef soroti keganjilan dibalik meningkatnya impor gula
Penyidik menangkap lima tersangka dalam kasus ini yakni E (Direktur PT BMM), H (Direktur PT MWP), W (pembeli di Kutoarjo), S (pembuat gula putih palsu) dan A (distributor gula putih palsu).
Selain itu penyidik juga memeriksa 10 saksi dan dua saksi ahli.
Barang bukti yang disita dalam kasus ini yakni 600 karung gula putih palsu dengan bobot 50 kg per karung, dokumen pembelian, dokumen kontrak,surat jalan, surat pengiriman barang, karung merek PTPN X, tempat penggorengan, 30 karung gula rafinasi.
"Tiga puluh ton gula rafinasi merek BMM disita pada 18 Juli 2019," katanya.
Dalam kasus ini, PT BMM sebagai pabrik gula rafinasi di Cikande, Banten, menjual gula rafinasi ke PT MWP (industri fiktif di Bandung) sebanyak 390 ton pada Juli 2019. PT MWP kemudian menjualnya secara ilegal dalam 13 kali pengiriman ke Jateng dan DIY pada bulan yang sama.
Tersangka W diketahui menerima 60 ton gula rafinasi dari PT MWP.
W menyerahkan gula rafinasi ke tersangka S. Oleh S, gula digoreng agar terlihat kecoklatan sehingga mirip dengan gula putih, kemudian gula putih palsu tersebut dikemas ulang dengan menggunakan karung gula putih merek PTPN X.
Kemudian tersangka A memasarkan gula putih palsu dengan kemasan 5 kg, 2 kg, 1 kg dan karungan 50 kg di pasar-pasar tradisional di Jateng dan DIY.
Para tersangka dikenakan Pasal 62 Jo Pasal 8 ayat 1 UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 139 Jo Pasal 144 UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, Pasal 11 Jo Pasal 36 ayat 2 UU Nomor 7 Taahun 2014 Tentang Perdagangan, Pasal 120 ayat 1 huruf b UU Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Perindustrian dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 55 dan atau 56 KUHP.
"Pengungkapan kasus penjualan gula rafinasi yang diolah kembali, dicampur dan dibungkus ulang sebagai gula kristal putih," kata Ketua Satgas Pangan Brigjen Pol Nico Afinta di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin.
Menurut dia, para pelaku sengaja menggunakan gula rafinasi dan melepasnya ke pasaran sebagai gula kristal putih karena ingin mendulang keuntungan dari perbedaan harga gula rafinasi dan gula putih.
Baca juga: CIPS: perembesan gula rafinasi dampak restriksi impor
Gula rafinasi harganya Rp9 ribu per kilogram. Sementara gula putih mencapai Rp12.500 - RP13.200 per kilogram.
Pengungkapan kasus ini berawal dari informasi dari PTPN X dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jateng dan DIY tentang banyaknya peredaran gula rafinasi yang menggunakan karung gula putih merek PTPN X, yang beredar di masyarakat.
"Penyelidikan di Jawa Tengah dan Jogyakarta tiga pekan," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri ini.
Kemudian penyidik menyelidiki ke pasar-pasar tradisional di Jateng dan DIY, menemukan sejumlah gula putih palsu dalam kemasan 1 kg, 2 kg, 5 kg dan 50 kg.
Setelah ditelusuri jalur distribusinya, ternyata gula putih palsu tersebut dibuat di Purworejo, Jawa Tengah menggunakan merek PTPN X.
Baca juga: Ekonom Indef soroti keganjilan dibalik meningkatnya impor gula
Penyidik menangkap lima tersangka dalam kasus ini yakni E (Direktur PT BMM), H (Direktur PT MWP), W (pembeli di Kutoarjo), S (pembuat gula putih palsu) dan A (distributor gula putih palsu).
Selain itu penyidik juga memeriksa 10 saksi dan dua saksi ahli.
Barang bukti yang disita dalam kasus ini yakni 600 karung gula putih palsu dengan bobot 50 kg per karung, dokumen pembelian, dokumen kontrak,surat jalan, surat pengiriman barang, karung merek PTPN X, tempat penggorengan, 30 karung gula rafinasi.
"Tiga puluh ton gula rafinasi merek BMM disita pada 18 Juli 2019," katanya.
Dalam kasus ini, PT BMM sebagai pabrik gula rafinasi di Cikande, Banten, menjual gula rafinasi ke PT MWP (industri fiktif di Bandung) sebanyak 390 ton pada Juli 2019. PT MWP kemudian menjualnya secara ilegal dalam 13 kali pengiriman ke Jateng dan DIY pada bulan yang sama.
Tersangka W diketahui menerima 60 ton gula rafinasi dari PT MWP.
W menyerahkan gula rafinasi ke tersangka S. Oleh S, gula digoreng agar terlihat kecoklatan sehingga mirip dengan gula putih, kemudian gula putih palsu tersebut dikemas ulang dengan menggunakan karung gula putih merek PTPN X.
Kemudian tersangka A memasarkan gula putih palsu dengan kemasan 5 kg, 2 kg, 1 kg dan karungan 50 kg di pasar-pasar tradisional di Jateng dan DIY.
Para tersangka dikenakan Pasal 62 Jo Pasal 8 ayat 1 UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 139 Jo Pasal 144 UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, Pasal 11 Jo Pasal 36 ayat 2 UU Nomor 7 Taahun 2014 Tentang Perdagangan, Pasal 120 ayat 1 huruf b UU Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Perindustrian dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 55 dan atau 56 KUHP.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: