Peneliti Onsoed kembalikan pilihan penggunaan PRG kepada masyarakat
3 Agustus 2019 19:35 WIB
Peneliti Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Totok Agung memberi keterangan kepada pewarta setelah diskusi Peta jalan perbenihan Indonesia di Gedung lama KPK, Jakarta, Sabtu. (A Rauf Andar Adipati)
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Universitas Jendral Soedirman (Onsoed) Totok Agung Dwi Haryanto mengembalikan pilihan penggunaan Produk Rekayasa Genetika (PRG) kepada masyarakat.
"(Produk Rekayasa Genetika) ini memberi pilihan, bahwa ada "tool" untuk meningkatkan produksi, yang harus memenuhi syarat-syarat ketat dari pemerintah," kata Totok setelah mengisi acara Diskusi peta jalan perbenihan Indonesia, di Gedung lama KPK, Jakarta, Sabtu.
Dalam diskusi tersebut, para peserta memberikan masukan mengenai pertimbangan apa saja yang perlu dimasukkan untuk mewujudkan peta jalan perbenihan. Dalam pandangan Totok, seluruh masukan tersebut dapat dirangkum dalam empat poin.
Poin pertama adalah terkait regulasi. Dalam poin ini, para peserta akan melakukan revisi usulan pengajuan lagi revisi yang memihak pada kedaulatan benih nasional.
Poin kedua terkait dengan Sumber Daya Manusia (SDM). Menurut Totok, SDM di Indonesia di tingkat paling bawah masih perlu ditingkatkan kemampuannya terutama kaitannya dengan adopsi teknologi.
Poin selanjutnya adalah teknologi. Para pengambil kebijakan dan petani perlu memilih teknologi yang paling praktis dan adaptif di Indonesia.
Sedangkan poin terakhir adalah kelembagaan. Kelembagaan menyangkut petani penangkar, petani pemulia, petani yang memproduksi, distribusi dan promosi benih, dengan produsen-produsen benih yang sudah ada.
Diskusi peta jalan ini digagas dan dihadiri oleh sejumlah komunitas tani seperti Kobeta (Koperasi Benih Kita Indonesia), Aliansi Petani Indonesia (API), dan Indonesia for Global Justice (IGJ).
Totok menganggap permasalahan terkait perbenihan di Indonesia sebagai suatu tantangan.
"Ini adalah tantangan khususnya di perbenihan untuk mulai mengembangkan sendiri kemampuan produksi benih yang bermutu tinggi," ucapnya.
Menurut Totok, langkah selanjutnya yang akan dilakukan adalah memberikan hasil diskusi ini kepada para aparat birokrasi yang dapat diakses komunitas-komunitas tersebut, dari level Presiden, DPR, Menteri, sampai pada Bupati.
Baca juga: Kementan musnahkan benih hortikultura berbahaya asal India
Baca juga: Indonesia tutup impor benih jagung
"(Produk Rekayasa Genetika) ini memberi pilihan, bahwa ada "tool" untuk meningkatkan produksi, yang harus memenuhi syarat-syarat ketat dari pemerintah," kata Totok setelah mengisi acara Diskusi peta jalan perbenihan Indonesia, di Gedung lama KPK, Jakarta, Sabtu.
Dalam diskusi tersebut, para peserta memberikan masukan mengenai pertimbangan apa saja yang perlu dimasukkan untuk mewujudkan peta jalan perbenihan. Dalam pandangan Totok, seluruh masukan tersebut dapat dirangkum dalam empat poin.
Poin pertama adalah terkait regulasi. Dalam poin ini, para peserta akan melakukan revisi usulan pengajuan lagi revisi yang memihak pada kedaulatan benih nasional.
Poin kedua terkait dengan Sumber Daya Manusia (SDM). Menurut Totok, SDM di Indonesia di tingkat paling bawah masih perlu ditingkatkan kemampuannya terutama kaitannya dengan adopsi teknologi.
Poin selanjutnya adalah teknologi. Para pengambil kebijakan dan petani perlu memilih teknologi yang paling praktis dan adaptif di Indonesia.
Sedangkan poin terakhir adalah kelembagaan. Kelembagaan menyangkut petani penangkar, petani pemulia, petani yang memproduksi, distribusi dan promosi benih, dengan produsen-produsen benih yang sudah ada.
Diskusi peta jalan ini digagas dan dihadiri oleh sejumlah komunitas tani seperti Kobeta (Koperasi Benih Kita Indonesia), Aliansi Petani Indonesia (API), dan Indonesia for Global Justice (IGJ).
Totok menganggap permasalahan terkait perbenihan di Indonesia sebagai suatu tantangan.
"Ini adalah tantangan khususnya di perbenihan untuk mulai mengembangkan sendiri kemampuan produksi benih yang bermutu tinggi," ucapnya.
Menurut Totok, langkah selanjutnya yang akan dilakukan adalah memberikan hasil diskusi ini kepada para aparat birokrasi yang dapat diakses komunitas-komunitas tersebut, dari level Presiden, DPR, Menteri, sampai pada Bupati.
Baca juga: Kementan musnahkan benih hortikultura berbahaya asal India
Baca juga: Indonesia tutup impor benih jagung
Pewarta: A Rauf Andar Adipati
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: