Palembang (ANTARA) - Pusat Pembelaan Hak-hak Perempuan atau "Women`s Crisis Centre" Palembang mengedukasi 'emak-emak' (ibu-ibu) untuk melakukan tindakan perlawanan jika menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

"Kegiatan edukasi yang dilakukan sejak beberapa tahun terakhir ini akan digalakkan lagi untuk menurunkan angka kasus tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di kota tersebut dan beberapa kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sumatera Selatan lainnya," kata Ketua Women`s Crisis Centre (WCC) Palembang Yeni Roslaini Izi di Palembang, Sabtu (3/8).

Menurut dia, kasus KDRT dan tindak kekerasan terhadap perempuan seperti pemerkosaan dan pelecehan seksual yang ditangani sepanjang 2019 dinilai masih cukup tinggi.

Baca juga: WCC Palembang sesalkan masih ada kawin kontrak

Masih tingginya kasus KDRT hingga saat ini salah satunya dipengaruhi kurang beraninya ibu-ibu yang menjadi korban KDRT melaporkan suaminya yang melakukan tindak kekerasan kepada pihak berwajib, katanya.

Dia menjelaskan tingginya kasus KDRT di Palembang dan beberapa daerah Sumsel lainnya yang rata-rata setiap tahunnya di atas 100 orang, menjadi perhatian pihaknya dengan berupaya melakukan berbagai kegiatan yang bisa meminimalkan permasalahan yang menimpa ibu-ibu itu.

Untuk menurunkan tingginya kasus tersebut, aktivis WCC akan terus mengedukasi ibu-ibu dan kaum perempuan untuk melakukan gugatan hukum jika mengalami masalah tindak kekerasan oleh suami atau teman prianya.

Pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga tidak boleh dibiarkan melancarkan aksi jahatnya tanpa ada perlawanan serius, mereka perlu diberikan pelajaran dengan membawa permasalahan itu ke jalur hukum.

"Dengan membawa permasalahan KDRT ke jalur hukum, diharapkan para suami tidak semena-mena terhadap istri yang seharusnya dilindungi dan disayangi," ujar Yeni.

Baca juga: WCC Palembang minta polisi hukum berat pembunuh pendeta perempuan