Kepala BNPB yakin pembakar hutan dan lahan bisa disadarkan
2 Agustus 2019 13:26 WIB
Foto udara kondisi kabut asap di Kota Pekanbaru, Riau, Kamis (1/8/2019). BMKG Stasiun Pekanbaru menyatakan titik panas atau hotspot yang jadi indikasi awal kebakaran hutan dan lahan di Riau pada Kamis pagi mencapai 126 titik, dan asap yang menyelimuti Pekanbaru berasal dari kebakaran lahan gambut di Kabupaten Pelalawan. ANTARA FOTO/Fajar Kurniawan/FBA/hp.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo meyakini orang-orang yang melakukan pembakaran hutan dan lahan bisa disadarkan untuk tidak kembali melakukan tindakan yang bisa menyebabkan bencana tersebut.
"Saya yakin kita bisa mengajak mereka yang masih membakar di wilayah tertentu untuk sadar. Perlu kerja keras dan semangat serta kerja sama," kata Doni melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Doni mengatakan banyak pendekatan seperti pendekatan sosiologis, antropologis, agama, dan lainnya yang dapat dilakukan untuk menyadarkan semua pihak.
Di sisi lain, pemberdayaan ekonomi juga diperlukan sehingga orang-orang yang selama ini membakar hutan dan lahan tidak melakukan lagi hal yang sama.
"Ada beberapa kelompok masyarakat yang berhasil dalam pemberdayaan ekonomi dan tidak lagi membakar hutan dan lahan," tuturnya.
Menurut Doni, pemerintah daerah perlu hadir di tengah masyarakat untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan. Bila perlu pejabat daerah turun langsung ke masyarakat, bahkan tidur di tengah masyarakat.
"Temuilah rakyatmu. Hiduplah bersama mereka. Mulailah dengan apa yang mereka miliki," ujarnya.
Di sisi lain, perguruan tinggi yang ada di berbagai daerah juga bisa dilibatkan untuk berperan pada aspek penelitian dan pengabdian masyarakat sebagai bagian dari Tridharma Perguruan Tinggi.
Riau menjadi provinsi dengan titik-titik panas kebakaran hutan dan lahan terbanyak di seluruh Indonesia. BNPB bersama BPPT telah mengerahkan 17 helikopter dan satu pesawat teknologi modifikasi cuaca ke provinsi tersebut.
Selain itu, 1.512 personel gabungan dari TNI/Polri, BPBD, Manggala Agni, Masyarakat Peduli Api dan kementerian/lembaga juga sudah diterjunkan untuk mencegah dan mengatasi kebakaran hutan dan lahan.
Baca juga: Kepala BNPB "sentil" kepala daerah Riau agar serius tangani Karhutla
Baca juga: BMKG: 85 titik panas terdeteksi di Sumatera, Riau masih yang terbanyak
"Saya yakin kita bisa mengajak mereka yang masih membakar di wilayah tertentu untuk sadar. Perlu kerja keras dan semangat serta kerja sama," kata Doni melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Doni mengatakan banyak pendekatan seperti pendekatan sosiologis, antropologis, agama, dan lainnya yang dapat dilakukan untuk menyadarkan semua pihak.
Di sisi lain, pemberdayaan ekonomi juga diperlukan sehingga orang-orang yang selama ini membakar hutan dan lahan tidak melakukan lagi hal yang sama.
"Ada beberapa kelompok masyarakat yang berhasil dalam pemberdayaan ekonomi dan tidak lagi membakar hutan dan lahan," tuturnya.
Menurut Doni, pemerintah daerah perlu hadir di tengah masyarakat untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan. Bila perlu pejabat daerah turun langsung ke masyarakat, bahkan tidur di tengah masyarakat.
"Temuilah rakyatmu. Hiduplah bersama mereka. Mulailah dengan apa yang mereka miliki," ujarnya.
Di sisi lain, perguruan tinggi yang ada di berbagai daerah juga bisa dilibatkan untuk berperan pada aspek penelitian dan pengabdian masyarakat sebagai bagian dari Tridharma Perguruan Tinggi.
Riau menjadi provinsi dengan titik-titik panas kebakaran hutan dan lahan terbanyak di seluruh Indonesia. BNPB bersama BPPT telah mengerahkan 17 helikopter dan satu pesawat teknologi modifikasi cuaca ke provinsi tersebut.
Selain itu, 1.512 personel gabungan dari TNI/Polri, BPBD, Manggala Agni, Masyarakat Peduli Api dan kementerian/lembaga juga sudah diterjunkan untuk mencegah dan mengatasi kebakaran hutan dan lahan.
Baca juga: Kepala BNPB "sentil" kepala daerah Riau agar serius tangani Karhutla
Baca juga: BMKG: 85 titik panas terdeteksi di Sumatera, Riau masih yang terbanyak
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019
Tags: