Banda Aceh (ANTARA) - Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman mengingatkan masyarakat tidak menjadikan terhukum cambuk yang terbukti melanggar syariat Islam sebagai bahan ejekan maupun tertawaan.
"Mereka dihukum cambuk karena kesalahan. Dengan hukuman tersebut mereka menebus kesalahan. Karena itu, jangan jadikan mereka sebagai bahan tertawaan atau ejekan," kata Aminullah Usman di Banda Aceh, Kamis.
Wali Kota mengatakan, hukuman cambuk yang dilaksanakan di hadapan masyarakat banyak merupakan pembelajaran agar yang lain tidak melakukan perbuatan serupa melanggar syariat Islam.
Baca juga: Tiga pelanggar syariat Islam dihukum cambuk 285 kali
Baca juga: ICJR meminta pemerintah akhiri hukum cambuk di Aceh
Baca juga: Musannif sebut Rancangan Qanun Poligami belum tentu disahkan
"Hukuman cambuk bukan untuk menyakiti fisik terhukum, tetapi bagaimana pelaksanaan hukuman tersebut sebagai efek jera, tidak hanya kepada terhukum, tetapi juga bagi masyarakat yang menyaksikannya," sebut Wali Kota.
Dengan hukuman cambuk, lanjut Aminullah Usman, diharapkan mereka yang dihukum menyadari perbuatannya serta tidak mengulangi. Serta menjadi pembelajaran bagi yang lain.
Aminullah Usman menyebutkan, pelaksanaan hukuman cambuk merupakan komitmen Pemerintah Kota Banda Aceh dalam menegakan syariat Islam. Dengan tegaknya syariat, maka syiar-syiar akan terus berlanjut di Kota Banda Aceh.
Selain itu, hukuman cambuk terlaksana karena adanya partisipasi masyarakat. Masyarakat melaporkan pelanggaran-pelanggaran syariat Islam, sehingga pelakunya diproses secara hukum.
"Mereka-mereka yang dihukum cambuk atas laporan masyarakat. Ini menunjukkan masyarakat mendukung penuh pelaksanaan syariat Islam di Kota Banda Aceh," pungkas Aminullah Usman.
Wali Kota Banda Aceh ingatkan terhukum cambuk jangan jadi bahan ejekan
1 Agustus 2019 18:15 WIB
Algojo saat melakukan eksekusi cambuk terhadap seorang pelanggar syariat Islam di Masjid Baitussalihin, Ulee Kareng, Banda Aceh, Kamis (1/8/2019). Antara Aceh/M Haris SA
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019
Tags: