IPB sosialisasikan potensi bahaya pendakian Gunung Rinjani
1 Agustus 2019 17:49 WIB
Para pakar dari Fakultas Kehutanan, IPB, memaparkan hasil penelitiannya di kantor Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, di Mataram, NTB, Kamis (1/7/2019). (ANTARA/Awaludin)
Mataram (ANTARA) - Para peneliti dari Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) menyosialisasikan potensi bahaya pendakian Gunung Rinjani agar para pihak terkait di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, bisa menindaklanjuti hasil penelitian yang dilakukan pada 2017 dan 2018.
"Hasil penelitian ini tidak hanya untuk penelitian saja, tetapi menjadi bahan bagi pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani, dan para pihak untuk ditindaklanjuti," kata Ketua Tim Peneliti dari Fakultas Kehutanan IPB Prof EK S Harini, usai sosialisasi manajemen bahaya di kawasan konservasi dan kawasan bencana di Mataram, Kamis (1/8).
Ketua Divisi Rekreasi Alam Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB tersebut mengatakan, pihaknya mengambil lokasi penelitian di Gunung Rinjani karena merupakan salah satu gunung yang populer dan menjadi daya tarik bagi wisatawan asing maupun domestik, selain Gunung Agung, Gunung Bromo, dan Gunung Merapi.
Penelitian yang melibatkan empat orang pakar dan tiga orang mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB tersebut sudah menghasilkan beberapa gambaran potensi bahaya yang harus diwaspadai para pendaki Gunung Rinjani.
Harini menyebutkan, potensi bahaya di Gunung Rinjani, terdiri atas potensi bahaya fisik dan potensi bahaya biologi, serta potensi bahaya aktivitas manusia.
Baca juga: Fenomena topi awan di Gunung Rinjani dikaitkan gempa, ini penjelasannya
Berdasarkan hasil penelitian, potensi bahaya fisik yang ada di jalur pendakian Sembalun-Senaru, meliputi bahaya jurang, jalur licin/terjal, suhu rendah, kabut, longsor, aktivitas vulkanik, dan kebakaran.
Sementara potensi bahaya biologi meliputi, bahaya akar pohon, monyet ekor panjang, tawon, dahan melintang, babi hutan, dan jelateng.
Untuk potensi bahaya aktivitas manusia antara lain, berlari saat pendakian turun, membawa beban berlebihan, berenang/berendam di Danau Segara Anak, dan Aik Kalaq ketika badan lelah.
Selain itu, tidak menggunakan perlengkapan pendakian, memancing di Danau Segara Anak, pencurian atau gangguan sesama pendaki atau dengan masyarakat yang kurang bertanggung jawab.
"Hasil penelitian tersebut penting disosialisasikan. Makanya kami mengundang berbagai pihak untuk merumuskan langkah, agar pengunjung ada jaminan keselamatan yang pada akhirnya membawa nama baik Lombok. Pulau Lombok bukan hanya indah, nyaman tetapi juga keselamatan pengunjung sudah diperhatikan," ucap Harini.
Dengan hasil penelitian tersebut, kata dia, pihaknya mendorong semua pihak di Pulau Lombok, untuk melakukan tindakan preventif berupa pencegahan kebakaran, pemasangan papan peringatan bahaya, penutupan kawasan pendakian, patroli dan penataan jalur pendakian.
Selain itu, penyediaan peta kawasan rawan bencana Gunung Rinjani, penyusunan sistem peringatan dini, pemantauan Gunung Rinjani, pembuatan peta jalur evakuasi, serta penyediaan asuransi jiwa.
Harini menambahkan tindakan represif juga perlu diambil dalam rangka penyelamatan korban yang dilakukan oleh Balai TNGR bekerja sama dengan Edelweis Help Center.
Sementara itu, Kepala Balai TNGR, Sudiyono, mengatakan penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari Fakultas Kehutanan IPB, tersebut sangat bagus karena semua pihak menjadi lebih tahu secara detail tentang potensi bahaya saat pendakian.
Baca juga: Fenomena puncak Gunung Rinjani "Bertopi" tak terkait pertanda gempa
Baca juga: Warga berswafoto dengan latar fenomena "topi awan" Gunung Rinjani
"Potensi bahaya yang semula sporadik dan belum dikelompokkan, sekarang lebih terverifikasi dengan adanya hasil penelitian tersebut. Kemudian pihak-pihak mana yang harus terlibat. Ini menjadi catatan bagi kami, dan menjadi referensi dalam penanganan bencana di Gunung Rinjani," katanya.
Dari hasil penelitian tersebut, kata Sudiyono, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk menjaga keselamatan pendaki, seperti pemasangan rambu-rambu tanda bahaya. Selain itu, sosialisasi bahaya tanaman-tanaman tertentu.
Ia juga mengajak berbagai pihak untuk membenahi jalur pendakian, terutama penyediaan sarana dan prasarana pendukung keselamatan wisatawan yang melakukan pendakian.
"Hasil penelitian ini tidak hanya untuk penelitian saja, tetapi menjadi bahan bagi pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani, dan para pihak untuk ditindaklanjuti," kata Ketua Tim Peneliti dari Fakultas Kehutanan IPB Prof EK S Harini, usai sosialisasi manajemen bahaya di kawasan konservasi dan kawasan bencana di Mataram, Kamis (1/8).
Ketua Divisi Rekreasi Alam Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB tersebut mengatakan, pihaknya mengambil lokasi penelitian di Gunung Rinjani karena merupakan salah satu gunung yang populer dan menjadi daya tarik bagi wisatawan asing maupun domestik, selain Gunung Agung, Gunung Bromo, dan Gunung Merapi.
Penelitian yang melibatkan empat orang pakar dan tiga orang mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB tersebut sudah menghasilkan beberapa gambaran potensi bahaya yang harus diwaspadai para pendaki Gunung Rinjani.
Harini menyebutkan, potensi bahaya di Gunung Rinjani, terdiri atas potensi bahaya fisik dan potensi bahaya biologi, serta potensi bahaya aktivitas manusia.
Baca juga: Fenomena topi awan di Gunung Rinjani dikaitkan gempa, ini penjelasannya
Berdasarkan hasil penelitian, potensi bahaya fisik yang ada di jalur pendakian Sembalun-Senaru, meliputi bahaya jurang, jalur licin/terjal, suhu rendah, kabut, longsor, aktivitas vulkanik, dan kebakaran.
Sementara potensi bahaya biologi meliputi, bahaya akar pohon, monyet ekor panjang, tawon, dahan melintang, babi hutan, dan jelateng.
Untuk potensi bahaya aktivitas manusia antara lain, berlari saat pendakian turun, membawa beban berlebihan, berenang/berendam di Danau Segara Anak, dan Aik Kalaq ketika badan lelah.
Selain itu, tidak menggunakan perlengkapan pendakian, memancing di Danau Segara Anak, pencurian atau gangguan sesama pendaki atau dengan masyarakat yang kurang bertanggung jawab.
"Hasil penelitian tersebut penting disosialisasikan. Makanya kami mengundang berbagai pihak untuk merumuskan langkah, agar pengunjung ada jaminan keselamatan yang pada akhirnya membawa nama baik Lombok. Pulau Lombok bukan hanya indah, nyaman tetapi juga keselamatan pengunjung sudah diperhatikan," ucap Harini.
Dengan hasil penelitian tersebut, kata dia, pihaknya mendorong semua pihak di Pulau Lombok, untuk melakukan tindakan preventif berupa pencegahan kebakaran, pemasangan papan peringatan bahaya, penutupan kawasan pendakian, patroli dan penataan jalur pendakian.
Selain itu, penyediaan peta kawasan rawan bencana Gunung Rinjani, penyusunan sistem peringatan dini, pemantauan Gunung Rinjani, pembuatan peta jalur evakuasi, serta penyediaan asuransi jiwa.
Harini menambahkan tindakan represif juga perlu diambil dalam rangka penyelamatan korban yang dilakukan oleh Balai TNGR bekerja sama dengan Edelweis Help Center.
Sementara itu, Kepala Balai TNGR, Sudiyono, mengatakan penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari Fakultas Kehutanan IPB, tersebut sangat bagus karena semua pihak menjadi lebih tahu secara detail tentang potensi bahaya saat pendakian.
Baca juga: Fenomena puncak Gunung Rinjani "Bertopi" tak terkait pertanda gempa
Baca juga: Warga berswafoto dengan latar fenomena "topi awan" Gunung Rinjani
"Potensi bahaya yang semula sporadik dan belum dikelompokkan, sekarang lebih terverifikasi dengan adanya hasil penelitian tersebut. Kemudian pihak-pihak mana yang harus terlibat. Ini menjadi catatan bagi kami, dan menjadi referensi dalam penanganan bencana di Gunung Rinjani," katanya.
Dari hasil penelitian tersebut, kata Sudiyono, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk menjaga keselamatan pendaki, seperti pemasangan rambu-rambu tanda bahaya. Selain itu, sosialisasi bahaya tanaman-tanaman tertentu.
Ia juga mengajak berbagai pihak untuk membenahi jalur pendakian, terutama penyediaan sarana dan prasarana pendukung keselamatan wisatawan yang melakukan pendakian.
Pewarta: Awaludin
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019
Tags: