Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot antar-bank Jakarta pada sesi Senin sore masih tetap terpuruk di ata angka Rp9.200 per dolar AS, karena spekulasi beli dolar AS oleh pelaku pasar masih tetap berjalan sampai saat ini. "Spekulasi beli dolar AS masih berlanjut hingga sore ini, sehingga rupiah tetap terpuruk di atas angka Rp9.200 per dolar AS," kata pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, di Jakarta, Senin. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi Rp9.212/9.225 per dolar AS dibanding penutupan akhir pekan lalu yang mencapai Rp9.200/9.220 per dolar AS atau turun 12 poin. Ia mengatakan, rupiah sepanjang pekan ini diperkirakan akan tetap melemah, namun tekanan pasar tidak begitu besar, sehingga keterpurukannya relatif kecil. Namun, rupiah diperkirakan akan mendapat dukungan pasar, apabila bank sentral AS (The Fed) pada pertemuan akhir bulan ini kembali berencana untuk memangkas suku bunga Fedfund, ucapnya. Rencana The Fed, menurut dia, menurunkan suku bunga Fedfund untuk mendorong pertumbuhan ekonominya agar bisa berjalan sebagaimana mestinya, meski mengabaikan inflasi tinggi. Kondisi ini tidak terjadi dengan BI bahkan menerapkan kebijakan ketat, karena khawatir apabila suku bunga dinaikkan maka gejolak negatif terhadap ekonomi akan semakin besar, ucapnya. Rupiah yang tertekan, menurut dia masih tetap berada dalam kisaran yang sempit, akibatnya koreksi harga yang terjadi relatif tidak besar, karena minat pelaku untuk membeli dolar AS dalam jumlah yang kecil. Aksi beli dolar AS itu, lanjut dia juga karena Dana Moneter Internasional (IMF) melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Asia yang semula ditargetkan 4,1 persen akan turun menjadi 3,7 persen. Oleh karena itu, spekulasi beli dolar AS itu juga tidak besar, karena pelaku asing hanya mengikuti kebijakan investor Jepang yang membeli dolar AS dalam jumlah yang kecil, ucapnya. Dolar AS di pasar regional pada akhir pekan lalu terpuruk, setelah keluarnya laporan indikator ekonomi AS yang menunjukkan bahwa data tenaga kerja AS merosot sebesar 80.000 tenaga kerja. Melemahnya indikator ekonomi AS membuat pelaku melepas dolar AS dan membeli yen, namun kondisi ini tidak berjalan lama kemudian membelinya dolar AS sehingga mata uang itu menguat, katanya menambahkan. (*)