Darmin: Perpres ISPO dalam proses akhir
31 Juli 2019 16:28 WIB
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono (berdiri) memberi pemaparan dalam Dialog Industri bertema "Menciptakan Sawit Indonesia yang Berkelanjutan" yang digelar Kadin di Jakarta, Rabu (31/7/2019) (ANTARA/Subagyo)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyatakan, Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Standar Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesia atau Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) saat ini dalam proses akhir penyusunan.
"ISPO kita siapkan Perpres yang baru karena yang lama kurang tegas untuk memberi dukungan kepada perkebunan kecil. Sekarang kita siapkan, dalam proses akhir," katanya di Jakarta, Rabu.
Saat menjadi pembicara utama dalam Dialog Industri bertema "Menciptakan Sawit Indonesia yang Berkelanjutan" yang digelar Kadin, Menko menyatakan, jika nantinya Perpres ISPO tersebut selesai maka bisa dilakukan pembenahan terhadap kebun rakyat sehingga benar-benar memenuhi standar dan menjadi bagian dari keberlanjutan.
Hadir dalam dialog tersebut Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P. Roeslani, Dirjen Agro Kemenperin Abdul Rochim, Ketua GAPKI Joko Supriyono, Managing Director Sustainability and Strategic Stakeholder Engagement Golden Agri Resources, Agus Purnomo.
Menurut Darmin, ketika nanti Perpres tersebut sudah diimplementasikan, maka tidak ada lagi alasan Uni Eropa menuduh sawit Indonesia dikelola secara tidak berkepentingan.
Dikatakannya, sesuai ketentuan dalam Perpres ISPO maka pemerintah akan menanggung biaya pengelolaan kebun sawit secara ramah lingkungan yang dimiliki rakyat, dalam upaya menangkal tuduhan Uni Eropa bahwa sawit RI tidak dikelola secara berkelanjutan.
Darmin menyatakan, pengelolaan kebun kelapa sawit itu akan mengikuti standar ISPO dan biaya-biaya yang terkait dengan itu akan ditanggung pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit.
"Kita bisa bayar berapa, Rp25 juta per hektare. Kita bersihkan kebunnya, kita sediakan bibitmya, kita tanami, kita urus sertifikatnya, baru kita serahkan kembali," ujarnya.
Menyinggung implementasi Perpres ISPO, Menko menegaskan, saat ini dalam proses akhir dan ditargetkan Perpres tersebut akan siap pada tahun ini.
Sementara itu Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono menyatakan, kampanye negatif yang selalu digencarkan Uni Eropa terhadap sawit Indonesia bukan semata-mata terkait sustainabiliti namun menyangkut kepentingan dagang.
"Keberlanjutan pasti ada batasnya, ada keadilan. Yang pasti ini isu perdagangan," katanya.
Oleh karena itu, menurut Joko, Indonesia tidak cukup hanya mengumpulkan para ahli untuk membantah segala tuduhan Uni Eropa terhadap sawit Indonesia.
Namun, tambahnya, juga harus ada langkah dari pemerintah untuk menggunakan instrumen politik dan perdagangan, untuk menghadapi kampanye hitam terhadap sawit Indonesia, apalagi hal itu tidak melanggar aturan WTO.
Baca juga: Kelapa sawit memiliki nilai ekonomis tinggi
Baca juga: Petani sawit di Sintang berkomitmen jaga lingkungan dengan RSPO
"ISPO kita siapkan Perpres yang baru karena yang lama kurang tegas untuk memberi dukungan kepada perkebunan kecil. Sekarang kita siapkan, dalam proses akhir," katanya di Jakarta, Rabu.
Saat menjadi pembicara utama dalam Dialog Industri bertema "Menciptakan Sawit Indonesia yang Berkelanjutan" yang digelar Kadin, Menko menyatakan, jika nantinya Perpres ISPO tersebut selesai maka bisa dilakukan pembenahan terhadap kebun rakyat sehingga benar-benar memenuhi standar dan menjadi bagian dari keberlanjutan.
Hadir dalam dialog tersebut Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P. Roeslani, Dirjen Agro Kemenperin Abdul Rochim, Ketua GAPKI Joko Supriyono, Managing Director Sustainability and Strategic Stakeholder Engagement Golden Agri Resources, Agus Purnomo.
Menurut Darmin, ketika nanti Perpres tersebut sudah diimplementasikan, maka tidak ada lagi alasan Uni Eropa menuduh sawit Indonesia dikelola secara tidak berkepentingan.
Dikatakannya, sesuai ketentuan dalam Perpres ISPO maka pemerintah akan menanggung biaya pengelolaan kebun sawit secara ramah lingkungan yang dimiliki rakyat, dalam upaya menangkal tuduhan Uni Eropa bahwa sawit RI tidak dikelola secara berkelanjutan.
Darmin menyatakan, pengelolaan kebun kelapa sawit itu akan mengikuti standar ISPO dan biaya-biaya yang terkait dengan itu akan ditanggung pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit.
"Kita bisa bayar berapa, Rp25 juta per hektare. Kita bersihkan kebunnya, kita sediakan bibitmya, kita tanami, kita urus sertifikatnya, baru kita serahkan kembali," ujarnya.
Menyinggung implementasi Perpres ISPO, Menko menegaskan, saat ini dalam proses akhir dan ditargetkan Perpres tersebut akan siap pada tahun ini.
Sementara itu Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono menyatakan, kampanye negatif yang selalu digencarkan Uni Eropa terhadap sawit Indonesia bukan semata-mata terkait sustainabiliti namun menyangkut kepentingan dagang.
"Keberlanjutan pasti ada batasnya, ada keadilan. Yang pasti ini isu perdagangan," katanya.
Oleh karena itu, menurut Joko, Indonesia tidak cukup hanya mengumpulkan para ahli untuk membantah segala tuduhan Uni Eropa terhadap sawit Indonesia.
Namun, tambahnya, juga harus ada langkah dari pemerintah untuk menggunakan instrumen politik dan perdagangan, untuk menghadapi kampanye hitam terhadap sawit Indonesia, apalagi hal itu tidak melanggar aturan WTO.
Baca juga: Kelapa sawit memiliki nilai ekonomis tinggi
Baca juga: Petani sawit di Sintang berkomitmen jaga lingkungan dengan RSPO
Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019
Tags: