Mahasiswa UGM ciptakan alat pengubah plastik jadi bahan bakar
31 Juli 2019 15:38 WIB
Mahasiswa UGM Mada Yanditya Affan Almada menunjukkan bahan bakar dari limbah plastik yang diproduksi dari alat furnace atau pemanas ciptaannya di Halaman Gedung Pusat UGM, Rabu. (FOTO ANTARA/Luqman Hakim)
Yogyakarta (ANTARA) - Mahasiswa D3 Teknik Mesin Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Yanditya Affan Almada menciptakan alat yang mampu mengubah limbah anorganik seperti sampah plastik menjadi bahan bakar berupa bio oil dan biogas.
Affan saat jumpa pers di Yogyakarta, Rabu, mengatakan alat berupa furnace atau pemanas yang mulai dikembangkan sejak duduk dibangku SMA pada 2015 itu dinamai "AL-Production".
"Semua jenis sampah plastik bisa diolah menjadi bahan bakar dengan alat ini," ujarnya.
Menurut dia, teknologi yang ia kembangkan itu mampu mengubah sampah anorganik seperti plastik menjadi bahan bakar melalui proses pirolisis. Mekanisme pirolisis yaitu proses memanaskan plastik tanpa oksigen dalam temperatur tertentu serta teknik destilasi.
"Hasilnya sudah bisa diaplikasikan untuk bahan bakar kendaraan bermotor," tambah dia.
Baca juga: Mahasiswa KKN-PPM UGM bangun instalasi penjernih air di Rasau Jaya
Peralatan yang dikembangkan berupa pipa yang terhubung dengan tabung kedap udara bertekanan tinggi berbahan stainless steel. Sementara untuk sumber energi yang berfungsi sebagai pemanas menggunakan aliran listrik.
"Awalnya kami kembangkan dengan menggunakan sumber energi api, tapi hasilnya kurang bagus karena suhu yang dihasilkan tidak bisa dikontrol. Lalu kita ubah dengan energi listrik dan hasilnya lebih optimal," jelas dia.
Cara kerja alat dimulai dengan memasukan sampah plastik ke dalam tabung vakum. Berikutnya tabung dipanaskan hingga mencapai 450 hingga 550 derajat Celcius. Tiga puluh menit kemudian keluar tetes-tetesan minyak dari pipa setelah melewati jalur pendinginan.
Affan telah membuat alat itu berdasarkan pesanan dan hingga saat ini tidak kurang dari 6 alat pemanas yang telah dia buat. Alat pertama diproduksi pada 2017 berukuran kecil dengan kapasitas 2 hingga 3 liter yang dijual seharga Rp20 juta. Selain itu Affan juga pernah membuat alat ukuran sedang dengan kapasitas 10 liter dengan harga Rp35 juta.
Baca juga: UGM revitalisasi kawasan transmigrasi Rasau Jaya
Ia menyebutkan alat yang dikembangkan ini memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan produk sejenis di pasaran. Salah satunya menggunakan listrik untuk proses pemanasan sementara kebanyakan produk yang sudah ada di dalam negeri menggunakan sumber energi berupa api untuk proses pemanasan sehingga suhu kurang terkontrol.
"Di luar negeri juga sudah ada alat pemanas, tapi hanya untuk memanaskan saja atau uji material. Kalau alat kami ini dilengkapi destilator sehingga bisa digunakan untuk proses pirolisis yang mengubah sampah plastik jadi bahan bakar," terang Affan.
Affan terus melakukan pengembangan alat dan mendapatkan dana pengembangan dari Program Mahasiswa Wirausaha UGM.
"Harapannya bisa mengembangkan alat ini lagi lebih baik lagi agar bisa mengurangi sampah-sampah palstik dqn bisa menghasilkan bahana bakar baru sehinga bisa lebih efisien," lanjut dia.
Baca juga: Mahasiswa UGM ciptakan pondasi tahan gempa dari "shockbreaker" motor
Affan saat jumpa pers di Yogyakarta, Rabu, mengatakan alat berupa furnace atau pemanas yang mulai dikembangkan sejak duduk dibangku SMA pada 2015 itu dinamai "AL-Production".
"Semua jenis sampah plastik bisa diolah menjadi bahan bakar dengan alat ini," ujarnya.
Menurut dia, teknologi yang ia kembangkan itu mampu mengubah sampah anorganik seperti plastik menjadi bahan bakar melalui proses pirolisis. Mekanisme pirolisis yaitu proses memanaskan plastik tanpa oksigen dalam temperatur tertentu serta teknik destilasi.
"Hasilnya sudah bisa diaplikasikan untuk bahan bakar kendaraan bermotor," tambah dia.
Baca juga: Mahasiswa KKN-PPM UGM bangun instalasi penjernih air di Rasau Jaya
Peralatan yang dikembangkan berupa pipa yang terhubung dengan tabung kedap udara bertekanan tinggi berbahan stainless steel. Sementara untuk sumber energi yang berfungsi sebagai pemanas menggunakan aliran listrik.
"Awalnya kami kembangkan dengan menggunakan sumber energi api, tapi hasilnya kurang bagus karena suhu yang dihasilkan tidak bisa dikontrol. Lalu kita ubah dengan energi listrik dan hasilnya lebih optimal," jelas dia.
Cara kerja alat dimulai dengan memasukan sampah plastik ke dalam tabung vakum. Berikutnya tabung dipanaskan hingga mencapai 450 hingga 550 derajat Celcius. Tiga puluh menit kemudian keluar tetes-tetesan minyak dari pipa setelah melewati jalur pendinginan.
Affan telah membuat alat itu berdasarkan pesanan dan hingga saat ini tidak kurang dari 6 alat pemanas yang telah dia buat. Alat pertama diproduksi pada 2017 berukuran kecil dengan kapasitas 2 hingga 3 liter yang dijual seharga Rp20 juta. Selain itu Affan juga pernah membuat alat ukuran sedang dengan kapasitas 10 liter dengan harga Rp35 juta.
Baca juga: UGM revitalisasi kawasan transmigrasi Rasau Jaya
Ia menyebutkan alat yang dikembangkan ini memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan produk sejenis di pasaran. Salah satunya menggunakan listrik untuk proses pemanasan sementara kebanyakan produk yang sudah ada di dalam negeri menggunakan sumber energi berupa api untuk proses pemanasan sehingga suhu kurang terkontrol.
"Di luar negeri juga sudah ada alat pemanas, tapi hanya untuk memanaskan saja atau uji material. Kalau alat kami ini dilengkapi destilator sehingga bisa digunakan untuk proses pirolisis yang mengubah sampah plastik jadi bahan bakar," terang Affan.
Affan terus melakukan pengembangan alat dan mendapatkan dana pengembangan dari Program Mahasiswa Wirausaha UGM.
"Harapannya bisa mengembangkan alat ini lagi lebih baik lagi agar bisa mengurangi sampah-sampah palstik dqn bisa menghasilkan bahana bakar baru sehinga bisa lebih efisien," lanjut dia.
Baca juga: Mahasiswa UGM ciptakan pondasi tahan gempa dari "shockbreaker" motor
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019
Tags: