Sepuluh anak Indonesia diundang ke simposium ASEAN di Thailand
30 Juli 2019 19:47 WIB
Sepuluh anak dari sejumlah kampus di Indonesia menerima beasiswa pendidikan dari SCG Indonesia di Jakarta, Selasa (30/7/2019). (ANTARAnews/ Abdu Faisal)
Jakarta (ANTARA) - Sepuluh anak yang dianggap berprestasi menyosialisasikan kegiatan ekonomi sirkular ke masyarakat diundang menghadiri ASEAN Sustainable Development Symposium di Thailand 26 Agustus 2019 nanti.
Kesepuluh anak dari sejumlah kampus di Indonesia tersebut diundang untuk mempresentasikan upaya mereka tahun lalu dalam mengurangi penumpukan limbah tekstil di Desa Padasuka Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
"Desa Padasuka 70 persen bekerja sebagai penjahit. Limbah tekstil di sana setelah kami hitung mencapai 22,4 ton," ujar salah seorang anak yang bernama Akbar Ghifari di Jakarta, Selasa.
Akbar mengatakan limbah rumah tangga yang bertumpuk berdampak pada kesehatan warga Desa Padasuka akibat warga hanya membakar sampah-sampahnya tanpa mencoba mengolahnya.
Bahkan dari survei mereka, kata Akbar, ada warga yang mengalami Tumor Paru-Paru. Kalau warga di sana masih kebingungan mau diapakan limbah tersebut. Ide Akbar dan teman-temannya muncul setelah riset kecil yang dilakukan mereka.
"Kami merasa limbah ini harus diolah, namun tidak bisa dibakar terus. Dari riset yang kami lakukan sampai jadi beberapa makalah, kami menyimpulkan lebih baik limbah ini ditingkatkan nilainya dengan cara dijadikan tote bag," ujar dia.
Dari sana, Akbar dan teman-temannya menginisiasi lokakarya tentang cara membuat tote bag yang diikuti secara antusias oleh warga desa Padasuka.
"Alhamdulillah mendapat apresiasi dari Kepala Desa dan karang tarunanya. Sehingga karang taruna di sana bisa produktif," ujar Akbar.
Mahasiswa Institut Teknologi Bandung itu optimistis pemaparan mereka tadi mendapat perhatian khusus di Thailand, terutama dari Raja Thailand. Apalagi Akbar dan teman-temannya ingin mengembangkan industri pengolahan limbah mereka agar menjadi lebih maju.
"Nanti proyek terbaik katanya akan mendapat perhatian khusus oleh Raja Thailand," ujar Akbar.
ASEAN Sustainable Development Symposium itu diikuti perwakilan dari seluruh negara anggota ASEAN - termasuk perwakilan dari pemerintah Indonesia - berbagai perusahaan global, UKM dan perusahaan rintisan (startup), serta masyarakat sipil, yang datang untuk bertukar perspektif mereka dan berbagi kisah sukses tentang ekonomi sirkular.
Akbar dan sembilan anak lainnya diundang hadir dalam simposium tersebut karena memenangkan beasiswa yang diselenggarakan oleh perusahaan raksasa Thailand, SCG Indonesia.
Selain Akbar, ada Afyan Cholil, M Setiawan Novaldi, dan Rosadi Agung dari Institut Teknologi Bandung, Alfa Nadiya dari Universitas Gajah Mada, Jejem Nurwahid dan Rina Handayani dari Universitas Pendidikan Indonesia, Okta Widiawanti dari UIN Sunan Gunung Djati, Wanda Laras dari Universitas Diponegoro, dan Mila Melyco dari Universitas Padjajaran.
Selain dikirim ke Thailand, mereka juga mendapat bantuan dana pendidikan sebesar Rp 8.000.000 dari SCG Indonesia.
Tahun ini, lebih dari 1.000 pendaftar beasiswa SCG Sharing the Dream diharuskan untuk membuat sebuah esai dengan tema “Bagaimana kamu mulai mengembangkan perilaku daur ulang untuk membuat hidupmu menjadi lebih baik?”.
Melalui tema ini, SCG ingin membangun kesadaran generasi muda akan konsep ekonomi sirkular, dan lebih jauh lagi, dapat menerapkannya di kehidupan sehari-hari.
"Yang jadi sampah bagi seseorang bisa menjadi berharga bagi orang lain," kata Fauzan.
Baca juga: Dubes: Pendidikan kunci Indonesia ciptakan keberlanjutan lingkungan
Baca juga: SCG Indonesia optimistis kembangkan ekonomi sirkular di Indonesia
Kesepuluh anak dari sejumlah kampus di Indonesia tersebut diundang untuk mempresentasikan upaya mereka tahun lalu dalam mengurangi penumpukan limbah tekstil di Desa Padasuka Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
"Desa Padasuka 70 persen bekerja sebagai penjahit. Limbah tekstil di sana setelah kami hitung mencapai 22,4 ton," ujar salah seorang anak yang bernama Akbar Ghifari di Jakarta, Selasa.
Akbar mengatakan limbah rumah tangga yang bertumpuk berdampak pada kesehatan warga Desa Padasuka akibat warga hanya membakar sampah-sampahnya tanpa mencoba mengolahnya.
Bahkan dari survei mereka, kata Akbar, ada warga yang mengalami Tumor Paru-Paru. Kalau warga di sana masih kebingungan mau diapakan limbah tersebut. Ide Akbar dan teman-temannya muncul setelah riset kecil yang dilakukan mereka.
"Kami merasa limbah ini harus diolah, namun tidak bisa dibakar terus. Dari riset yang kami lakukan sampai jadi beberapa makalah, kami menyimpulkan lebih baik limbah ini ditingkatkan nilainya dengan cara dijadikan tote bag," ujar dia.
Dari sana, Akbar dan teman-temannya menginisiasi lokakarya tentang cara membuat tote bag yang diikuti secara antusias oleh warga desa Padasuka.
"Alhamdulillah mendapat apresiasi dari Kepala Desa dan karang tarunanya. Sehingga karang taruna di sana bisa produktif," ujar Akbar.
Mahasiswa Institut Teknologi Bandung itu optimistis pemaparan mereka tadi mendapat perhatian khusus di Thailand, terutama dari Raja Thailand. Apalagi Akbar dan teman-temannya ingin mengembangkan industri pengolahan limbah mereka agar menjadi lebih maju.
"Nanti proyek terbaik katanya akan mendapat perhatian khusus oleh Raja Thailand," ujar Akbar.
ASEAN Sustainable Development Symposium itu diikuti perwakilan dari seluruh negara anggota ASEAN - termasuk perwakilan dari pemerintah Indonesia - berbagai perusahaan global, UKM dan perusahaan rintisan (startup), serta masyarakat sipil, yang datang untuk bertukar perspektif mereka dan berbagi kisah sukses tentang ekonomi sirkular.
Akbar dan sembilan anak lainnya diundang hadir dalam simposium tersebut karena memenangkan beasiswa yang diselenggarakan oleh perusahaan raksasa Thailand, SCG Indonesia.
Selain Akbar, ada Afyan Cholil, M Setiawan Novaldi, dan Rosadi Agung dari Institut Teknologi Bandung, Alfa Nadiya dari Universitas Gajah Mada, Jejem Nurwahid dan Rina Handayani dari Universitas Pendidikan Indonesia, Okta Widiawanti dari UIN Sunan Gunung Djati, Wanda Laras dari Universitas Diponegoro, dan Mila Melyco dari Universitas Padjajaran.
Selain dikirim ke Thailand, mereka juga mendapat bantuan dana pendidikan sebesar Rp 8.000.000 dari SCG Indonesia.
Tahun ini, lebih dari 1.000 pendaftar beasiswa SCG Sharing the Dream diharuskan untuk membuat sebuah esai dengan tema “Bagaimana kamu mulai mengembangkan perilaku daur ulang untuk membuat hidupmu menjadi lebih baik?”.
Melalui tema ini, SCG ingin membangun kesadaran generasi muda akan konsep ekonomi sirkular, dan lebih jauh lagi, dapat menerapkannya di kehidupan sehari-hari.
"Yang jadi sampah bagi seseorang bisa menjadi berharga bagi orang lain," kata Fauzan.
Baca juga: Dubes: Pendidikan kunci Indonesia ciptakan keberlanjutan lingkungan
Baca juga: SCG Indonesia optimistis kembangkan ekonomi sirkular di Indonesia
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019
Tags: