WALHI ungkap peluang hapus pulau reklamasi dari peta Jakarta
29 Juli 2019 16:24 WIB
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi (kanan), saat menjadi narasumber dalam dialog publik bertajuk Mengkritisi IMB dan Reklamasi Teluk Jakarta di Gedung Joeang 45 Menteng, Jakarta Pusat, Senin (29/7/2019). (ANTARA/Andi Firdaus).
Jakarta (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta mengungkap adanya peluang menghapus pulau reklamasi dari tampilan peta agar keberlangsungan ekosistem lingkungan Teluk Jakarta bisa terus dijaga.
"Saat ini Peraturan Daerah (Perda) Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), termasuk RT/RW di Jakarta sedang dalam proses revisi. Di situ tidak lagi boleh dimasukan 13 pulau reklamasi," kata Direktur Eksekutif Walhi Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi.
Pernyataan itu disampaikan Ahmadi dalam acara Diskusi Publik bertajuk "Mengkritisi IMB dan Reklamasi Teluk Jakarta" di Gedung Joeang 45 Menteng, Jakarta Pusat, Senin.
Baca juga: Walhi tantang Anies berani pulihkan ekosistem pesisir Teluk Jakarta
Ke-13 pulau di Teluk Jakarta yang izinnya telah dicabut oleh Pemprov DKI pada September 2018, yaitu Pulau A, B dan E yang dipegang oleh PT Kapuk Naga Indah, Pulau J dan K oleh PT Pembangunan Jaya Ancol, Pulau L dan M oleh PT Manggala Krida Yudha, Pulau O dan F oleh PT Jakpro, P dan Q oleh KEK Marunda Jakarta, Pulau H oleh PT Taman Harapan Indah, serta Pulau I oleh PT Jaladri Kartika Eka Paksi.
Dalam proses revisi Perda RDTR tersebut, kata Ahmadi, Pemprov DKI sebenarnya memiliki peluang untuk membuktikan konsistensi Gubernur Anies Baswedan dalam menghentikan kegiatan reklamasi Teluk Jakarta.
Hilangnya 13 pulau itu dari tampilan peta Jakarta, kata Ahmadi, berdampak pada hilangnya kebijakan Pemprov DKI dalam melanjutkan rekomendasi reklamasi di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Baca juga: Fraksi PDIP DPRD DKI sebut langkah Anies terbitkan IMB salahi prosedur
"Siapapun gubernurnya kelak, otomatis Pemerintah DKI tidak punya lagi rekomendasi kebijakan reklamasi di dalam RPJMD, apabila 13 pulau ini hilang dari peta," katanya.
Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Martin Hadiwinata, mengatakan, proyek reklamasi di Teluk Jakarta merupakan masalah bagi 25.000 lebih nelayan di wilayah setempat.
"Saat ini ada sekitar 2.000 kapal nelayan di sana, 1.500 di antaranya kapal berskala kecil di bawah 10GT dengan daya jelajah 12 mil. Itu pertimbangan kenapa reklamasi bermasalah bagi nelayan," katanya.
Martin menyebutkan pendangkalan Teluk Jakarta sebagai imbas reklamasi membuat nelayan harus melaut lebih jauh agar bisa memutar haluan kapal.
Dampak lain reklamasi juga membuat perairan keruh hingga merusak ekosistem laut.
"Saat ini Peraturan Daerah (Perda) Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), termasuk RT/RW di Jakarta sedang dalam proses revisi. Di situ tidak lagi boleh dimasukan 13 pulau reklamasi," kata Direktur Eksekutif Walhi Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi.
Pernyataan itu disampaikan Ahmadi dalam acara Diskusi Publik bertajuk "Mengkritisi IMB dan Reklamasi Teluk Jakarta" di Gedung Joeang 45 Menteng, Jakarta Pusat, Senin.
Baca juga: Walhi tantang Anies berani pulihkan ekosistem pesisir Teluk Jakarta
Ke-13 pulau di Teluk Jakarta yang izinnya telah dicabut oleh Pemprov DKI pada September 2018, yaitu Pulau A, B dan E yang dipegang oleh PT Kapuk Naga Indah, Pulau J dan K oleh PT Pembangunan Jaya Ancol, Pulau L dan M oleh PT Manggala Krida Yudha, Pulau O dan F oleh PT Jakpro, P dan Q oleh KEK Marunda Jakarta, Pulau H oleh PT Taman Harapan Indah, serta Pulau I oleh PT Jaladri Kartika Eka Paksi.
Dalam proses revisi Perda RDTR tersebut, kata Ahmadi, Pemprov DKI sebenarnya memiliki peluang untuk membuktikan konsistensi Gubernur Anies Baswedan dalam menghentikan kegiatan reklamasi Teluk Jakarta.
Hilangnya 13 pulau itu dari tampilan peta Jakarta, kata Ahmadi, berdampak pada hilangnya kebijakan Pemprov DKI dalam melanjutkan rekomendasi reklamasi di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Baca juga: Fraksi PDIP DPRD DKI sebut langkah Anies terbitkan IMB salahi prosedur
"Siapapun gubernurnya kelak, otomatis Pemerintah DKI tidak punya lagi rekomendasi kebijakan reklamasi di dalam RPJMD, apabila 13 pulau ini hilang dari peta," katanya.
Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Martin Hadiwinata, mengatakan, proyek reklamasi di Teluk Jakarta merupakan masalah bagi 25.000 lebih nelayan di wilayah setempat.
"Saat ini ada sekitar 2.000 kapal nelayan di sana, 1.500 di antaranya kapal berskala kecil di bawah 10GT dengan daya jelajah 12 mil. Itu pertimbangan kenapa reklamasi bermasalah bagi nelayan," katanya.
Martin menyebutkan pendangkalan Teluk Jakarta sebagai imbas reklamasi membuat nelayan harus melaut lebih jauh agar bisa memutar haluan kapal.
Dampak lain reklamasi juga membuat perairan keruh hingga merusak ekosistem laut.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019
Tags: