Petani Lampung cari alternatif pencaharian di masa kemarau
29 Juli 2019 11:10 WIB
Salah satu petani sedang membuat tempe sebagai alternatif mata pencaharian saat musim kemarau. (ANTARA/Ruth Intan Sozometa Kanafi)
Lampung Timur (ANTARA) - Para petani di Desa Maringgai, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur mencari alternatif mata pencaharian selain bertani karena lahan sawahnya semakin mengering sebagai dampak dari datangnya musim kemarau.
"Saya untuk musim panas ini sementara istirahat dulu, pindah dulu membuat tempe karena selain bertani saya juga bisa bekerja sampingan membuat tempe," ujar Tugi salah seorang petani di Lampung, Senin.
Menurut Tugi, ia beralih membuat tempe pada musim kemarau, dikarenakan biaya pembuatan tempe lebih murah dibandingkan dengan operasional penanaman padi, meski hasil panen padi meski di musim kemarau akan lebih banyak.
Alasan utama tidak semua petani bercocok tanam pada musim kemarau seperti saat ini, menurut dia, karena sulitnya petani setempat memperoleh air untuk pengairan sawah yang rata-rata merupakan sawah tadah hujan.
"Petani di sini rata-rata menyedot air kali dengan biaya Rp100.000 per hari untuk menyewa pompa, belum lagi beli solar untuk bahan bakar mesin, dan upah menanam pekerja. Biaya yang dikeluarkan banyak sekali dibandingkan membuat tempe", katanya.
Namun, menurutnya tetap ada petani yang menyewa pompa untuk menanam padi, akan tetapi ada juga yang memilih tidak menanam untuk sementara waktu, karena lokasi sawah jauh dari aliran sungai dan tidak memiliki modal untuk menyewa pompa air.
Hal senada dikatakan oleh Ririn salah seorang petani yang masih menanam.
Menurutnya, memang ada beberapa petani yang tidak menanam dan memilih berjualan sembako, menanam singkong, membuat tempe ataupun mencari mata pencaharian lain, karena lokasi sawah jauh dari sungai dan juga sedikitnya modal untuk pembiayaan operasional mesin pengairan.
"Ada yang masih menanam padi seperti saya, ada juga yang ganti jualan untuk sementara, soalnya sawah seberang jauh dari sungai modal juga tidak cukup. Kalau saya sedikit saja menanam padinya yang penting ada untuk makan dan sedikit pemasukan untuk keluarga saat musim panen", ujarnya.
Beralihnya petani untuk sementara waktu mencari mata pencaharian lain ataupun mengganti padi dengan tanaman lain merupakan salah satu upaya yang dilakukan petani dalam menghadapi musim kemarau.
Baca juga: Kekeringan akibatkan 5.666 hektare sawah di Indramayu gagal panen
Baca juga: BPBD Flores Timur bangun 10 sumur bor atasi kekeringan
"Saya untuk musim panas ini sementara istirahat dulu, pindah dulu membuat tempe karena selain bertani saya juga bisa bekerja sampingan membuat tempe," ujar Tugi salah seorang petani di Lampung, Senin.
Menurut Tugi, ia beralih membuat tempe pada musim kemarau, dikarenakan biaya pembuatan tempe lebih murah dibandingkan dengan operasional penanaman padi, meski hasil panen padi meski di musim kemarau akan lebih banyak.
Alasan utama tidak semua petani bercocok tanam pada musim kemarau seperti saat ini, menurut dia, karena sulitnya petani setempat memperoleh air untuk pengairan sawah yang rata-rata merupakan sawah tadah hujan.
"Petani di sini rata-rata menyedot air kali dengan biaya Rp100.000 per hari untuk menyewa pompa, belum lagi beli solar untuk bahan bakar mesin, dan upah menanam pekerja. Biaya yang dikeluarkan banyak sekali dibandingkan membuat tempe", katanya.
Namun, menurutnya tetap ada petani yang menyewa pompa untuk menanam padi, akan tetapi ada juga yang memilih tidak menanam untuk sementara waktu, karena lokasi sawah jauh dari aliran sungai dan tidak memiliki modal untuk menyewa pompa air.
Hal senada dikatakan oleh Ririn salah seorang petani yang masih menanam.
Menurutnya, memang ada beberapa petani yang tidak menanam dan memilih berjualan sembako, menanam singkong, membuat tempe ataupun mencari mata pencaharian lain, karena lokasi sawah jauh dari sungai dan juga sedikitnya modal untuk pembiayaan operasional mesin pengairan.
"Ada yang masih menanam padi seperti saya, ada juga yang ganti jualan untuk sementara, soalnya sawah seberang jauh dari sungai modal juga tidak cukup. Kalau saya sedikit saja menanam padinya yang penting ada untuk makan dan sedikit pemasukan untuk keluarga saat musim panen", ujarnya.
Beralihnya petani untuk sementara waktu mencari mata pencaharian lain ataupun mengganti padi dengan tanaman lain merupakan salah satu upaya yang dilakukan petani dalam menghadapi musim kemarau.
Baca juga: Kekeringan akibatkan 5.666 hektare sawah di Indramayu gagal panen
Baca juga: BPBD Flores Timur bangun 10 sumur bor atasi kekeringan
Pewarta: Ruth Intan Sozometa Kanafi
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019
Tags: