Jokowi dinilai mainkan falsafah Jawa hadapi Prabowo
29 Juli 2019 09:58 WIB
Dokumentasi Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto (kanan), berjabat tangan dengan Presiden Joko Widodo (kiri) dalam pertemuan mereka di FX Senayan, Jakarta, Sabtu (13/7/2019). Kedua kontestan Pilpres 2019 itu sepakat untuk menjaga kesatuan dan persatuan di Indonesia. (ANTARA FOTO/Akbar Gumay)
Kupang (ANTARA) - Analisis politik dari Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang, Mikhael Raja Muda Bataona MA, melihat Presiden Joko Widodo sedang memainkan falsafah Jawa dalam menghadapi rival politiknya dalam kontestasi Pemilu 2019, Prabowo Subianto.
"Jokowi, saya kira sedang memainkan falsafah Jawa yang dia yakini dalam karir politiknya sejak dia menjadi wali kota di Solo," kata Bataona, di Kupang, Senin.
Bataona mengemukakan hal itu, berkaitan dengan kemungkinan penambahan partai koalisi dalam pemerintahan Jokowi-Amin lima tahun ke depan.
"Soal penambahan kekuatan koalisi di pemerintahan dan parlemen, saya kira masih pada level lampu kuning. Lampu kuning karena belum sampai pada level lampu hijau untuk penambahan koalisi," katanya.
Falsafah Jawa yang dimainkan Jokowi, menurut dia, pertama adalah lamun sira sekti, ojo mateni yang berarti: "meskipun kamu sakti, jangan sekali-kali menjatuhkan".
Kemudian kedua adalah lamun siro banter, ojo ndhisiki yang berarti "meskipun kamu cepat, jangan selalu mendahului". Juga yang ketiga yaitu lamun sira pinter ojo minteri yang maknanya: "meskipun kamu pintar, jangan sok pintar".
Dalam konteks ini, Jokowi tetap melihat Prabowo sebagai ksatria lain yang harus ia hormati.
"Seorang pahlawan demorkasi langsung yang sepertinya akan berdarah-darah dann meruntuhkan bangsa, tetapi akhirnya bisa berakhir damai," kata dia.
Di situlah terlihat konsistensi Jokowi dalam memanifestasikan falsafah Jawa yang diyakininya, terutama terhadap rival terberatnya Prabowo, kata dia.
"Jokowi, saya kira sedang memainkan falsafah Jawa yang dia yakini dalam karir politiknya sejak dia menjadi wali kota di Solo," kata Bataona, di Kupang, Senin.
Bataona mengemukakan hal itu, berkaitan dengan kemungkinan penambahan partai koalisi dalam pemerintahan Jokowi-Amin lima tahun ke depan.
"Soal penambahan kekuatan koalisi di pemerintahan dan parlemen, saya kira masih pada level lampu kuning. Lampu kuning karena belum sampai pada level lampu hijau untuk penambahan koalisi," katanya.
Falsafah Jawa yang dimainkan Jokowi, menurut dia, pertama adalah lamun sira sekti, ojo mateni yang berarti: "meskipun kamu sakti, jangan sekali-kali menjatuhkan".
Kemudian kedua adalah lamun siro banter, ojo ndhisiki yang berarti "meskipun kamu cepat, jangan selalu mendahului". Juga yang ketiga yaitu lamun sira pinter ojo minteri yang maknanya: "meskipun kamu pintar, jangan sok pintar".
Dalam konteks ini, Jokowi tetap melihat Prabowo sebagai ksatria lain yang harus ia hormati.
"Seorang pahlawan demorkasi langsung yang sepertinya akan berdarah-darah dann meruntuhkan bangsa, tetapi akhirnya bisa berakhir damai," kata dia.
Di situlah terlihat konsistensi Jokowi dalam memanifestasikan falsafah Jawa yang diyakininya, terutama terhadap rival terberatnya Prabowo, kata dia.
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019
Tags: