Alih fungsi lahan di Kotawaringin Timur ancam populasi Bekantan
28 Juli 2019 16:52 WIB
Seekor bekantan yang diselamatkan warga saat hanyut di Sungai Mentaya, beberapa waktu lalu. Bekantan itu dikembalikan ke hutan habitat mereka. (Foto Istimewa)
Sampit (ANTARA) - Keberadaan satwa langka yaitu bekantan di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, mulai terancam lantaran habitatnya rusak atau terganggu akibat maraknya alih fungsi lahan dan kerusakan hutan.
"Penyebab utamanya adalah karena habitatnya rusak, terganggu atau hilang oleh alih fungsi hutan menjadi perkebunan, permukiman dan kepentingan lainnya," kata Komandan Pos Jaga Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sampit, Muriansyah di Sampit, Minggu.
Hutan Kotawaringin Timur merupakan habitat yang nyaman bagi banyak satwa, termasuk bekantan. Kera hidung panjang dengan nama ilmiah nasalis larvatus itu banyak ditemukan di hutan pinggir sungai, seperti di Kecamatan Seranau, Pulau Hanaut, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Baamang dan lainnya.
Namun kini keberadaan satwa langka itu makin terancam karena habitatnya terganggu. Selain alih fungsi lahan untuk kepentingan komersial, bencana kebakaran lahan yang terjadi hampir setiap tahun juga membawa dampak buruk bagi bekantan.
Baca juga: Polda Kalsel andalkan aplikasi Bekantan untuk berantas karhutla
Pekan lalu BKSDA Sampit menerima laporan warga terkait kemunculan kelompok bekantan yang diperkirakan mencapai puluhan ekor di hutan Desa Telaga Baru Kecamatan Mentawa Baru Ketapang.
Warga khawatir kemunculan puluhan bekantan itu akan mengganggu, seperti merusak kebun atau menyerang. Selain itu, warga melaporkan kepada BKSDA karena warga juga tidak ingin membunuh satwa langka tersebut.
BKSDA langsung menindaklanjuti informasi itu dengan turun ke lapangan. Sayangnya saat itu kawanan bekantan tersebut tidak terlihat di kawasan berupa semak belukar dan kebun warga seluas 80 hektare.
Sejauh ini kawanan bekantan itu tidak mengganggu atau merusak kebun warga, namun membuat warga takut untuk melintas di kawasan tersebut. Dikhawatirkan pula ada warga yang memburu dan membunuh bekantan-bekantan tersebut.
Baca juga: Bupati: Lahan di Kotawaringin Timur sebagiannya sengaja dibakar
"Dari hasil observasi, belum perlu dilakukan kegiatan rescue atau penyelamatan. Kami memberikan pengarahan kepada warga yang ditemui di sekitar lokasi agar mereka tidak membunuh satwa dilindungi tersebut," kata Muriansyah.
Ia menduga kawanan bekantan itu menyasar kawasan permukiman karena habitatnya terganggu akibat alih fungsi lahan. Saat ini di kawasan itu belum ada kebakaran lahan sehingga diperkirakan alih fungsi lahan yang membuat kawanan bekantan itu mencari makanan atau habitat baru.
Kemunculan bekantan di hutan sekitar Sungai Mentaya sudah sering terjadi. Sepanjang 2018 lalu setidaknya dua kali warga menyelamatkan bekantan yang hanyut di sungai.
Bekantan itu diperkirakan hendak menyeberang dari hutan di Kecamatan Seranau menuju Kecamatan Mentawa Baru Ketapang. Sayangnya satwa langka itu tidak mampu melawan arus di sungai selebar sekitar 530 meter itu sehingga hanyut.
Warga menyelamatkan bekantan tersebut dan melaporkannya ke BKSDA. Setelah diperiksa dan dinilai sehat, bekantan itu kemudian dilepasliarkan kembali ke hutan di Kecamatan Seranau.
Baca juga: Perempuan hebat penyelamat Bekantan itu bernama Amalia
"Penyebab utamanya adalah karena habitatnya rusak, terganggu atau hilang oleh alih fungsi hutan menjadi perkebunan, permukiman dan kepentingan lainnya," kata Komandan Pos Jaga Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sampit, Muriansyah di Sampit, Minggu.
Hutan Kotawaringin Timur merupakan habitat yang nyaman bagi banyak satwa, termasuk bekantan. Kera hidung panjang dengan nama ilmiah nasalis larvatus itu banyak ditemukan di hutan pinggir sungai, seperti di Kecamatan Seranau, Pulau Hanaut, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Baamang dan lainnya.
Namun kini keberadaan satwa langka itu makin terancam karena habitatnya terganggu. Selain alih fungsi lahan untuk kepentingan komersial, bencana kebakaran lahan yang terjadi hampir setiap tahun juga membawa dampak buruk bagi bekantan.
Baca juga: Polda Kalsel andalkan aplikasi Bekantan untuk berantas karhutla
Pekan lalu BKSDA Sampit menerima laporan warga terkait kemunculan kelompok bekantan yang diperkirakan mencapai puluhan ekor di hutan Desa Telaga Baru Kecamatan Mentawa Baru Ketapang.
Warga khawatir kemunculan puluhan bekantan itu akan mengganggu, seperti merusak kebun atau menyerang. Selain itu, warga melaporkan kepada BKSDA karena warga juga tidak ingin membunuh satwa langka tersebut.
BKSDA langsung menindaklanjuti informasi itu dengan turun ke lapangan. Sayangnya saat itu kawanan bekantan tersebut tidak terlihat di kawasan berupa semak belukar dan kebun warga seluas 80 hektare.
Sejauh ini kawanan bekantan itu tidak mengganggu atau merusak kebun warga, namun membuat warga takut untuk melintas di kawasan tersebut. Dikhawatirkan pula ada warga yang memburu dan membunuh bekantan-bekantan tersebut.
Baca juga: Bupati: Lahan di Kotawaringin Timur sebagiannya sengaja dibakar
"Dari hasil observasi, belum perlu dilakukan kegiatan rescue atau penyelamatan. Kami memberikan pengarahan kepada warga yang ditemui di sekitar lokasi agar mereka tidak membunuh satwa dilindungi tersebut," kata Muriansyah.
Ia menduga kawanan bekantan itu menyasar kawasan permukiman karena habitatnya terganggu akibat alih fungsi lahan. Saat ini di kawasan itu belum ada kebakaran lahan sehingga diperkirakan alih fungsi lahan yang membuat kawanan bekantan itu mencari makanan atau habitat baru.
Kemunculan bekantan di hutan sekitar Sungai Mentaya sudah sering terjadi. Sepanjang 2018 lalu setidaknya dua kali warga menyelamatkan bekantan yang hanyut di sungai.
Bekantan itu diperkirakan hendak menyeberang dari hutan di Kecamatan Seranau menuju Kecamatan Mentawa Baru Ketapang. Sayangnya satwa langka itu tidak mampu melawan arus di sungai selebar sekitar 530 meter itu sehingga hanyut.
Warga menyelamatkan bekantan tersebut dan melaporkannya ke BKSDA. Setelah diperiksa dan dinilai sehat, bekantan itu kemudian dilepasliarkan kembali ke hutan di Kecamatan Seranau.
Baca juga: Perempuan hebat penyelamat Bekantan itu bernama Amalia
Pewarta: Kasriadi/Norjani
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019
Tags: