Jakarta (ANTARA) - Kualitas udara Ibu Kota DKI Jakarta pada Minggu pagi pukul 08.00 WIB tercatat 189 kategori tidak sehat dengan parameter PM2.5 konsentrasi 128,5 ug/m3 berdasarkan US Air Quality Index (AQI) atau indeks kualitas udara.

Ketika menggunakan acuan US AQI maka hasil analisa pencemaran udara untuk parameter PM2.5 dengan konsentrasi 0-10 ug/m3 termasuk kategori sedang, lalu 36 hingga 55 ug/m3 kategori tidak sehat untuk kalangan tertentu.

Kemudian, 56-65 ug/m3 adalah kategori tidak sehat, 66-100 ug/m3 kategori sangat tidak sehat dan 100 ug/m3 ke atas kategori berbahaya.

Selain itu, AirVisual juga mencatat kondisi kelembaban Ibu Kota pada akhir pekan yaitu 83 persen dan kecepatan angin 3,6 kilometer per jam.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin meminta pemerintah menggunakan standar baku mutu kualitas udara seperti yang diterapkan oleh Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) untuk mengukur kualitas udara.

"Setidaknya setara dengan standar yang ditetapkan oleh WHO," ucap dia.

Baca juga: Semua demi udara bersih di Ibu Kota

Baca juga: Ayo kurangi polusi di Jakarta


Pemerintah kata dia, memaksakan menggunakan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang sudah out of date atau tertinggal dari perkembangan zaman yang merupakan produk SK Menteri Lingkungan Hidup pada 1972.

Buruknya kualitas udara di Ibu Kota disebabkan oleh beberapa hal seperti jumlah kendaraan, industri, debu jalanan, rumah tangga, pembakaran sampah, pembangunan konstruksi bangunan, dan Pelabuhan Tanjung Priok.

"Data yang kami miliki pada 2018 tercatat sembilan juta kendaraan roda empat dan 21 juta kendaraan roda dua di wilayah Jabodetabek," tuturnya.

Baca juga: Bus listrik dan harapan udara bersih Jakarta