Sebelum Tangkuban Parahu erupsi, PVMBG sudah kirim surat
27 Juli 2019 13:15 WIB
Kepala Bagian Tata Usaha PVMBG, Gede Suantika saat jumpa pers tentang erupsi Gunung Tangkuban Parahu, di Kota Bandung, Sabtu (27/7/2019). (Dok ASJ)
Bandung (ANTARA) - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah mengirimkan surat kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Pemprov Jabar, Pemkab Bandung Barat dan Subang yang berisi potensi erupsi sebelum Gunung Tangkuban Parahu mengalami erupsi pada Jumat (26/7).
.
"Jadi pada tanggal 24 Juli 2019 kami sudah mengirim surat evaluasi ke beberapa pihak seperti BPNP, ke Gubernur Jabar juga, lalu ke Pemkab Subang dan Bandung Barat yang isinya potensi adanya erupsi sangat besar," kata Kepala Bagian Tata Usaha PVMBG, Gede Suantika, di Kota Bandung, Sabtu.
Gede Suantika mengatakan secara visual, aktivitas permukaan Gunung Tangkuban Parahu selama sebulan terakhir ini masih didominasi oleh embusan asap dari Kawah Ratu.
Adapun ketinggian embusan asapnya sekitar 15 hingga 150 meter dari dasar kawah, bertekanan lemah hingga sedang dengan warna putih dan intensitas tipis hingga tebal.
Suantika mengatakan erupsi Gunung Tangkuban Parahu yang terjadi pada 26 Juli 2019 pukul 15:48 WIB dengan tinggi kolom abu teramati kurang lebih 200 meter di atas puncak atau 2.284 meter di atas permukaan laut.
Dia menuturkan kolom abu teramati berwana abu tebal kehitaman condong ke arah timur laut dan selatan dan erupsi tersebut terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 50 mm (overscale) dan durasi 5 menit 30 detik.
"Kalau secara seismik, aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih didominasi oleh gempa-gempa yang mencerminkan aktivitas di kedalaman dangkal berupa gempa embusan," katanya.
"Pasca erupsi terjadi, rekaman seismik didominasi oleh Tremor menerus dengan amplitudo maksimum dua hingga 32 mm, dominan 15 mm dan terekamnya Tremor ini berkaitan dengan pelepasan tekanan berupa embusan-embusan yang terjadi sampai saat ini," lanjut dia.
Menurut dia secara deformasi, dalam sebulan terakhir Gunung Tangkuban Parahu mengalami inflasi kecil bersifat lokal dan data deformasi masih mengindikasikan aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih belum stabil.
Lebih lanjut ia mengatakan secara geokimia gas, di area sekitar Kawah Ratu menunjukkan telah terjadi peningkatan kandungan gas vulkanik H2S dan S02 pada 10 Juli 2019.
Kandungan gas vulkanik semakin meningkat pada tanggal 13 Juli 2019 tapi hasil pengukuran konsentrasi gas-gas tersebut, setelah pukul 12:00 WIB sudah cenderung menurun lagi secara cukup signifikan.
"Untuk pengukuran gas terakhir tanggal 21 Juli 2019 menunjukkan konsentrasi gas masih berfluktuasi dan cenderung menurun," katanya.*
Baca juga: Objek wisata kawasan Lembang tetap buka pasca erupsi
Baca juga: Warga diminta waspadai embusan gas vulkanik Tangkuban Parahu
.
"Jadi pada tanggal 24 Juli 2019 kami sudah mengirim surat evaluasi ke beberapa pihak seperti BPNP, ke Gubernur Jabar juga, lalu ke Pemkab Subang dan Bandung Barat yang isinya potensi adanya erupsi sangat besar," kata Kepala Bagian Tata Usaha PVMBG, Gede Suantika, di Kota Bandung, Sabtu.
Gede Suantika mengatakan secara visual, aktivitas permukaan Gunung Tangkuban Parahu selama sebulan terakhir ini masih didominasi oleh embusan asap dari Kawah Ratu.
Adapun ketinggian embusan asapnya sekitar 15 hingga 150 meter dari dasar kawah, bertekanan lemah hingga sedang dengan warna putih dan intensitas tipis hingga tebal.
Suantika mengatakan erupsi Gunung Tangkuban Parahu yang terjadi pada 26 Juli 2019 pukul 15:48 WIB dengan tinggi kolom abu teramati kurang lebih 200 meter di atas puncak atau 2.284 meter di atas permukaan laut.
Dia menuturkan kolom abu teramati berwana abu tebal kehitaman condong ke arah timur laut dan selatan dan erupsi tersebut terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 50 mm (overscale) dan durasi 5 menit 30 detik.
"Kalau secara seismik, aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih didominasi oleh gempa-gempa yang mencerminkan aktivitas di kedalaman dangkal berupa gempa embusan," katanya.
"Pasca erupsi terjadi, rekaman seismik didominasi oleh Tremor menerus dengan amplitudo maksimum dua hingga 32 mm, dominan 15 mm dan terekamnya Tremor ini berkaitan dengan pelepasan tekanan berupa embusan-embusan yang terjadi sampai saat ini," lanjut dia.
Menurut dia secara deformasi, dalam sebulan terakhir Gunung Tangkuban Parahu mengalami inflasi kecil bersifat lokal dan data deformasi masih mengindikasikan aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih belum stabil.
Lebih lanjut ia mengatakan secara geokimia gas, di area sekitar Kawah Ratu menunjukkan telah terjadi peningkatan kandungan gas vulkanik H2S dan S02 pada 10 Juli 2019.
Kandungan gas vulkanik semakin meningkat pada tanggal 13 Juli 2019 tapi hasil pengukuran konsentrasi gas-gas tersebut, setelah pukul 12:00 WIB sudah cenderung menurun lagi secara cukup signifikan.
"Untuk pengukuran gas terakhir tanggal 21 Juli 2019 menunjukkan konsentrasi gas masih berfluktuasi dan cenderung menurun," katanya.*
Baca juga: Objek wisata kawasan Lembang tetap buka pasca erupsi
Baca juga: Warga diminta waspadai embusan gas vulkanik Tangkuban Parahu
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019
Tags: