Kepala BBWSCC: Lahan pertanian yang kering andalan pangan Cisadane
27 Juli 2019 00:57 WIB
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Cisadane Ciliwung (BBWSCC), Bambang Hidayah meninjau lahan pertanian di daerah sekunder Kedaung Cisadane Tangerang, Jumat (26/7/2019). (Foto: Abdu Faisal)
Tangerang (ANTARA) - Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Cisadane Ciliwung Bambang Hidayah memprioritaskan rehabilitasi infrastruktur irigasi wilayah Cisadane barat laut karena lahan pertanian yang terancam kekeringan merupakan andalan cadangan pangan wilayah sekitar Sungai Cisadane.
"Di sini bisa dua kali panen setahun itu," ujar Bambang di Cisadane Tangerang, Jumat (26/7).
Bambang menyebutkan saat ini ada lima desa di Kabupaten Tangerang itu yang mengalami kekeringan. Lima desa itu berada di Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang.
"Untuk Cisadane barat laut ini (9.525 hektare), ada 710 hektare mengalami kekeringan. Jadi, 10 persen sudah mengalami kekeringan," ujar Bambang.
Lima desa yang mengalami kekeringan, yakni Desa Kedung Dalem (90 hektare), Tegal Kunir Kidul (290 hektare), Tegal Kunir Lor (210 hektare), Banyu Asin (58 hektare), dan Marga Mulya (62 hektare).
Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Dirjen SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) mencanangkan peningkatan indeks pertanaman (IP) pangan di wilayah itu dengan Integrated Participatory Development and Management Irrigation Project (IPDMIP).
"Daerah Cisadane barat laut ini memang masuk program IPDMIP yang sekarang masih proses lelang dana loan. Bulan depan saya kira sudah selesai, sudah bisa bekerja," kata Bambang.
Menurut Bambang, sementara ini IP pangan di Cisadane barat laut itu masih 1,6.
Setelah IPDMIP, dia berharap meningkat menjadi 2,0 atau lebih.
Wilayah Cisadane barat yang juga sedang direhabilitasi (di luar IPDMIP) menggunakan dana APBN diharapkan IP-nya juga meningkat meskipun belum diketahui berapa jumlah lahan yang terancam kekeringan.
"Di sana kami belum bisa memprediksi berapa hektare yang kekeringan karena infrastrukturnya sedang sakit," ujar Bambang.
Debit air di sungai Cisadane dalam dua minggu terakhir ini terjadi penurunan 1,20 meter kubik karena musim kemarau. Padahal, musim kemarau diprediksi akan terus berlangsung hingga Oktober 2019.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air mendahulukan perbaikan infrastruktur irigasi di sekitar sungai Cisadane meskipun ketinggian muka air sudah berkisar di 11,30 meter. Jika dilihat dari ketinggian normal 12,50 meter, sekarang posisinya ada di siaga dua.
Berdasarkan catatan BBWSCC, anggaran rehabilitasi Bendung Pasar Baru Cisadane menelan anggaran sebesar Rp 90 miliar. Rehabilitasi Cisadane Barat sebesar Rp158 miliar multiyear contract (MYC) 2017-2019, dan anggaran rehabilitasi Cisadane Barat Laut yang masih dalam proses penjajakan tender dengan batas tertinggi sebesar Rp122 miliar.
"Mudah-mudahan kalau semua sudah selesai dioperasi, akan mengurangi terjadinya kekeringan debit air hulu Cisadane di Bendung Pasar Baru ini," ujar Bambang.
Bila debit air terus turun hingga mencapai level kritis (tinggi muka air di bawah 10,00 meter), akan disiapkan prosedur operasionalnya agar dapat ditangani untuk irigasi lahan yang kering menggunakan pompa air.
Menurut dia, dampak kemarau tahun ini lebih parah jika dibandingkan kemarau sebelumnya. Hal itu didasari faktor panjangnya kemarau dan pengaruh tren kenaikan suhu panas di Indonesia.
"Di sini bisa dua kali panen setahun itu," ujar Bambang di Cisadane Tangerang, Jumat (26/7).
Bambang menyebutkan saat ini ada lima desa di Kabupaten Tangerang itu yang mengalami kekeringan. Lima desa itu berada di Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang.
"Untuk Cisadane barat laut ini (9.525 hektare), ada 710 hektare mengalami kekeringan. Jadi, 10 persen sudah mengalami kekeringan," ujar Bambang.
Lima desa yang mengalami kekeringan, yakni Desa Kedung Dalem (90 hektare), Tegal Kunir Kidul (290 hektare), Tegal Kunir Lor (210 hektare), Banyu Asin (58 hektare), dan Marga Mulya (62 hektare).
Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Dirjen SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) mencanangkan peningkatan indeks pertanaman (IP) pangan di wilayah itu dengan Integrated Participatory Development and Management Irrigation Project (IPDMIP).
"Daerah Cisadane barat laut ini memang masuk program IPDMIP yang sekarang masih proses lelang dana loan. Bulan depan saya kira sudah selesai, sudah bisa bekerja," kata Bambang.
Menurut Bambang, sementara ini IP pangan di Cisadane barat laut itu masih 1,6.
Setelah IPDMIP, dia berharap meningkat menjadi 2,0 atau lebih.
Wilayah Cisadane barat yang juga sedang direhabilitasi (di luar IPDMIP) menggunakan dana APBN diharapkan IP-nya juga meningkat meskipun belum diketahui berapa jumlah lahan yang terancam kekeringan.
"Di sana kami belum bisa memprediksi berapa hektare yang kekeringan karena infrastrukturnya sedang sakit," ujar Bambang.
Debit air di sungai Cisadane dalam dua minggu terakhir ini terjadi penurunan 1,20 meter kubik karena musim kemarau. Padahal, musim kemarau diprediksi akan terus berlangsung hingga Oktober 2019.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air mendahulukan perbaikan infrastruktur irigasi di sekitar sungai Cisadane meskipun ketinggian muka air sudah berkisar di 11,30 meter. Jika dilihat dari ketinggian normal 12,50 meter, sekarang posisinya ada di siaga dua.
Berdasarkan catatan BBWSCC, anggaran rehabilitasi Bendung Pasar Baru Cisadane menelan anggaran sebesar Rp 90 miliar. Rehabilitasi Cisadane Barat sebesar Rp158 miliar multiyear contract (MYC) 2017-2019, dan anggaran rehabilitasi Cisadane Barat Laut yang masih dalam proses penjajakan tender dengan batas tertinggi sebesar Rp122 miliar.
"Mudah-mudahan kalau semua sudah selesai dioperasi, akan mengurangi terjadinya kekeringan debit air hulu Cisadane di Bendung Pasar Baru ini," ujar Bambang.
Bila debit air terus turun hingga mencapai level kritis (tinggi muka air di bawah 10,00 meter), akan disiapkan prosedur operasionalnya agar dapat ditangani untuk irigasi lahan yang kering menggunakan pompa air.
Menurut dia, dampak kemarau tahun ini lebih parah jika dibandingkan kemarau sebelumnya. Hal itu didasari faktor panjangnya kemarau dan pengaruh tren kenaikan suhu panas di Indonesia.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019
Tags: