Surabaya (ANTARA News) - "Ya, benar (saya menjalani tes urine sesaat setelah penangkapan), kalau positif memang iya, karena saya memang `pake` (narkoba) sebelum ke Surabaya." Itulah pengakuan polos dari aktor kawakan era tahun 1970-an Roy Marten alias Roy Wicaksono (55) saat sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya tanggal 18 Maret 2008. Suami dari Anna Maria itu pun mengaku hatinya sempat berontak saat diminta untuk melakukan testimoni sebagai "duta narkoba" Badan Narkotika Nasional (BNN) di Graha Pena Surabaya pada 10 November 2007. "Saya berontak, karena apa yang saya lakukan (testimoni sebagai `duta narkoba` BNN) itu berarti saya munafik, sebab di sisi lain ternyata saya masih membutuhkan narkoba itu sendiri," katanya, lirih. Pengakuan ayahanda aktor muda Gading Marten yang juga baru keluar dari LP Cipinang itu membuktikan bahwa melepaskan diri dari candu bernama narkoba itu agaknya bukan perkara mudah. "Saya masih `pake` (menggunakan sabu-sabu), meski saya sedang menjalani perawatan di Panti Rehabilitasi `Fan Campus` di Cisarua, Bogor," ujar Roy, berterusterang. Hal itu, papar aktor kelahiran Salatiga pada 1 Maret 1952, karena keinginan untuk `pake` itu selalu datang. "Selama proses rehabilitasi, saya memang tidak boleh pake "SS", tapi saya masih sering memakai bila berada di luar panti rehabilitasi, sehingga saya tak kunjung sembuh," kilahnya. Kendati begitu, putra ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Abdul Salam-Nora itu mengaku tetap ingin sembuh. "Kami orang-orang lemah, saya orang sakit yang butuh pertolongan," kata aktor yang tenar dalam film Cintaku di Kampus Biru (1976) dan Kabut Sutra Ungu (1979) itu. Oleh karena itu, Roy pun meminta majelis hakim untuk memberi kesempatan bagi dirinya guna menjalani rehabilitasi di luar Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo. "Saya butuh pengobatan, sedangkan penjara tak menolong. Tuduhan itu (bandar SS) menyakitkan. Saya memang bukan orang bersih, tapi saya tak sekotor itu," tuturnya. Metadon Hal yang sama juga diakui seorang pejabat di Jawa Timur (Jatim) yang pernah terjerat narkoba, namun dia akhirnya dapat melepaskan diri dari jeratan itu. "Saya terjerumus karena sering berhubungan dengan pengguna narkoba dan betapa mudahnya mereka meraup uang. Awalnya, saya hanya menjadi perantara jual-beli narkoba, sehingga saya pun dapat memiliki mobil,"ungkapnya. Namun, ujarnya, apa yang dilakukan itu dalam waktu yang tak terlalu lama akhirnya menyeret dirinya untuk "menikmati" narkoba dari segala jenis. "Saya sangat menikmati sekali, sehingga saya sulit melepaskan diri dari narkoba. Saya juga pernah mencoba untuk melepaskan diri, tapi akhirnya kembali lagi ke kubangan yang sama," paparnya. Oleh karena itu, ia meyakini bahwa pengguna narkoba akan dapat melepaskan diri dari narkoba bila keinginan itu datang dari dalam diri sendiri. "Saya bertekad untuk melepaskan diri dari narkoba setelah anak saya yang masih kecil sudah mengetahui jenis-jenis narkoba. Saya ketakutan. Kejadian itulah yang memberi dorongan kuat bagi saya untuk menjauhi narkoba," katanya. Pandangan itu dibenarkan ahli kedokteran jiwa dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof dr Hendy Muagiri KM SpKJ(K). "Perilaku seseorang memang sangat menentukan lama-tidaknya untuk melepaskan diri dari kecanduan narkoba, karena itu saya juga sepakat bahwa penjara memang bukan jawaban untuk pengguna narkoba," katanya. Namun, instruktur Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) itu meyakini pengguna narkoba dapat disembuhkan 100 persen, karena dirinya telah mengamati bahwa metadon dapat menghilangkan kecanduan narkoba dalam kurun setahun. "Kalau pakai metadon terus-menerus, maka kecanduan narkoba dapat hilang dalam setahun, tapi ada yang lebih lama dari itu," kata dosen Fakultas Kedokteran (FK) Unair Surabaya itu. Isteri ahli penyakit syaraf Prof dr H Margono Al Imam Sjahrir Sp.S(K) itu mengaku metadon itu bersifat menggantikan kecanduan dari narkoba kepada metadon yang merupakan bahan sintetik dengan harga Rp5.000 per-butir untuk pemakaian 24 jam. "Kalau narkotika dan psikotropika itu pemakaiannya 4-6 jam sekali, sehingga pengguna narkoba tidak dapat beraktifitas, tapi mereka yang mengikuti PTRM dapat menurunkan angka kesakitan, angka kriminalitas, dan angka kematian, bahkan bisa sekolah atau bekerja," tegasnya. (*)