Aktivitas remang-remang masih warnai Boker
26 Juli 2019 17:08 WIB
Gelanggang Olahraga Ciracas yang sejak 2003 berdiri di bekas kawasan yang dulu terkenal sebagai kawasan prostitusi, di antaranya Gang Boker, Ciracas, Jakarta Timur. Foto diabadikan pada Jumat (25/7/2019). (ANTARA/Adnan Nanda)
Depok (ANTARA) - Sejak Gelanggang Olahraga (GOR) Ciracas, Jakarta Timur, mulai beroperasi pada 2010, praktis saat itu pula nama lokalisasi Boker tinggal kenangan meski sesungguhnya aktivitas remang-remang tak sepenuhnya menghilang.
Warga RW 01 Kelurahan Susukan, Suhandi, mengungkapkan, pada kenyataannya bisnis esek-esek yang ada di sekitar tempat tinggalnya memberi keuntungan bagi warga.
Banyak warga, kata Suhandi, yang membuka usaha kecil seperti warung kopi atau tempat makan guna memanjakan orang yang hendak memanfaatkan jasa Pekerja Seks Komersial (PSK) di seputaran gang Jalan Raya Bogor itu.
"Kalau banyak orang yang datang, gang di sini seperti sedang ada perayaan Agustus-an. Meriah walau tanpa kembang api. Otomatis jadi banyak yang berjualan juga terutama Sabtu malam," katanya.
Juga baca: Penanganan lambat bisa buat warga apatis laporkan aktivitas ilegal
Juga baca: DPRD DKI minta pemprov tertibkan gubuk liar karena rawan prostitusi
Juga baca: DPRD DKI ingin masalah gubuk prostitusi ditangani serius
Mayoritas para penjaja cinta sesaat di kawasan itu, kata Suhandi, adalah perempuan berusia kepala empat. Ada juga perempuan-perempuan muda berusia dua puluhan namun jumlahnya tidak banyak.
Tak hanya prostitusi, lanjut Suhandi, selama ini banyak juga orang yang datang untuk minum-minuman keras dan berkumpul dengan sejawatnya. Meski begitu, sejauh ini belum pernah ada konflik horizontal yang serius.
"Ada saja orang-orang yang mabuk-mabukan entah karena minuman atau obat-obatan terlarang. Tapi nggak pernah aneh-aneh, ribut gitu," ungkap Suhandi.
Selain Suhandi, warga lain bernama Ida mengatakan, masih eksisnya bisnis prostitusi di kawasan itu memang menjadi dilema. Ida mengaku permasalahan prostitusi tidak langsung selesai hanya dengan mengubah lokalisasi menjadi ruang publik positif.
"(Prostitusi) memang dilarang secara hukum maupun agama, tetapi pada kenyataannya hal itu tidak mengganggu kehidupan mayoritas warga di sini. Padahal orang-orang di sini cukup taat beragama, ada rumah ibadah juga. Jadi ya memang bisa dibilang cukup aneh, sih. Mungkin harus mentalnya yang diubah bukan lokasinya," kata Ida.
Meski dilematis, Ida tetap mendukung upaya pemerintah menghadirkan GOR Ciracas sebagai bentuk nyata menghapus citra buruk kawasan Boker dan melahirkan sistem kemasyarakatan yang lebih sehat.
"Harapan saya sih lama-lama orang di sini bisa sadar kalau hal itu nggak baik. Mungkin lima sepuluh tahun lagi tempat ini bersih total karena PSK-nya sudah tua semua," Ida terkekeh.
Warga RW 01 Kelurahan Susukan, Suhandi, mengungkapkan, pada kenyataannya bisnis esek-esek yang ada di sekitar tempat tinggalnya memberi keuntungan bagi warga.
Banyak warga, kata Suhandi, yang membuka usaha kecil seperti warung kopi atau tempat makan guna memanjakan orang yang hendak memanfaatkan jasa Pekerja Seks Komersial (PSK) di seputaran gang Jalan Raya Bogor itu.
"Kalau banyak orang yang datang, gang di sini seperti sedang ada perayaan Agustus-an. Meriah walau tanpa kembang api. Otomatis jadi banyak yang berjualan juga terutama Sabtu malam," katanya.
Juga baca: Penanganan lambat bisa buat warga apatis laporkan aktivitas ilegal
Juga baca: DPRD DKI minta pemprov tertibkan gubuk liar karena rawan prostitusi
Juga baca: DPRD DKI ingin masalah gubuk prostitusi ditangani serius
Mayoritas para penjaja cinta sesaat di kawasan itu, kata Suhandi, adalah perempuan berusia kepala empat. Ada juga perempuan-perempuan muda berusia dua puluhan namun jumlahnya tidak banyak.
Tak hanya prostitusi, lanjut Suhandi, selama ini banyak juga orang yang datang untuk minum-minuman keras dan berkumpul dengan sejawatnya. Meski begitu, sejauh ini belum pernah ada konflik horizontal yang serius.
"Ada saja orang-orang yang mabuk-mabukan entah karena minuman atau obat-obatan terlarang. Tapi nggak pernah aneh-aneh, ribut gitu," ungkap Suhandi.
Selain Suhandi, warga lain bernama Ida mengatakan, masih eksisnya bisnis prostitusi di kawasan itu memang menjadi dilema. Ida mengaku permasalahan prostitusi tidak langsung selesai hanya dengan mengubah lokalisasi menjadi ruang publik positif.
"(Prostitusi) memang dilarang secara hukum maupun agama, tetapi pada kenyataannya hal itu tidak mengganggu kehidupan mayoritas warga di sini. Padahal orang-orang di sini cukup taat beragama, ada rumah ibadah juga. Jadi ya memang bisa dibilang cukup aneh, sih. Mungkin harus mentalnya yang diubah bukan lokasinya," kata Ida.
Meski dilematis, Ida tetap mendukung upaya pemerintah menghadirkan GOR Ciracas sebagai bentuk nyata menghapus citra buruk kawasan Boker dan melahirkan sistem kemasyarakatan yang lebih sehat.
"Harapan saya sih lama-lama orang di sini bisa sadar kalau hal itu nggak baik. Mungkin lima sepuluh tahun lagi tempat ini bersih total karena PSK-nya sudah tua semua," Ida terkekeh.
Pewarta: Adnan Nanda
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019
Tags: