Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah menginginkan berbagai pihak khususnya pemerintah agar dapat menanggapi dengan serius berbagai kasus pernikahan anak yang masih kerap marak terjadi di berbagai daerah.
"Persoalan ini harus ditanggapi secara serius oleh pemerintah, dan, penyelesaiannya pun harus dilakukan dari hulur hingga ke hilir," kata Ledia di Jakarta, Kamis.
Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, masalah pernikahan anak dapat terjadi karena sejumlah hal, seperti masalah ekonomi, budaya, serta pemahaman dari pihak orang tua dan keluarga.
Untuk itu, ia menegaskan bahwa solusi yang tepat dalam mengatasi pernikahan anak adalah adanya pendidikan yang komprehensif dalam keluarga.
"Pendidikan yang komperhensif meliputi pendidikan agama dan sosial dalam keluarga. Kedua, tingkat pendidikan anak-anak Indonesia sendiri harus ditingkatkan," kata Ledia Hanifa.
Ia mengingatkan bahwa data BPS menunjukkan bahwa rata-rata lama bersekolah anak Indonesia hanya sekitar 8-9 tahun, sehingga perlu kerja keras dalam meningkatkan angka tersebut.
Sebagaimana diwartakan, Koalisi Perempuan Indonesia optimistis Revisi Undang-Undang Perkawinan tentang pembatasan usia pernikahan bagi anak perempuan bisa disahkan DPR pada September 2019.
"Revisi UU Perkawinan bisa masuk ke Badan Legislasi DPR karena menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi. Karena statusnya keputusan MK tinggi, maka harus segera ditindaklanjuti," kata Staf Pokja Reformasi Kebijakan Publik Koalisi Perempuan Indonesia Lia Anggiasih di Cikini, Jakarta, Selasa (24/7).
Menurut Lia, pada pekan ketiga Juli, pihaknya dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat sudah melakukan audiensi dengan Baleg dan Komisi VIII DPR RI untuk membahas revisi UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 itu.
Selain itu, Staf Pokja Reformasi Kebijakan Publik Koalisi Perempuan Indonesia Lia Anggiasih berpendapat faktor ekonomi menjadi salah satu alasan utama perkawinan anak terjadi di Indonesia.
Sedangkan Sekretaris Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Kabupaten Bogor Mega Puspitasari mengatakan perlu perubahan paradigma masyarakat dalam memandang perkawinan anak sehingga bisa menghindari pernikahan dini untuk masa depan yang lebih baik.
"Paradigma masyarakat ketika anak perempuan dinikahkan, alangkah baiknya mereka mengurus rumah tangga saja sehingga mereka putus sekolah," kata Mega.
Dia menuturkan ada juga persepsi masyarakat bahwa ketika melihat sepasang perempuan dan laki-laki berpacaran, daripada mendekati zinah lebih baik dinikahkan.
Mega mengatakan perkawinan anak dapat berdampak buruk dan menyakitkan bagi anak, antara lain dari segi kesehatan, alat reproduksi anak perempuan belum matang sehingga lima kali berisiko dalam persalinan dibanding perempuan matang.
Baca juga: Faktor ekonomi pemicu maraknya perkawinan anak
Baca juga: KPAI: pernikahan anak ciptakan keluarga rapuh
Baca juga: Sekjen ASEAN: pernikahan anak ancam masa depan perempuan
Anggota DPR: Pernikahan anak harus ditanggapi serius
25 Juli 2019 22:33 WIB
Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah. (Dokumentasi PKS)
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019
Tags: