Jakarta (ANTARA) - Organisasi penggiat anti narkotika Garda Mencegah dan Mengobati (GMDM) mengatakan sudah saatnya seluruh pihak memikirkan untuk mengamandemen Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Ketua Umum GMDM, Jefri Tommy Tambayong, di Jakarta, Kamis, mengatakan, dasar perlunya revisi itu oleh karena berkaca dari kasus-kasus yang seharusnya pemakai atau pecandu direhabilitasi ternyata tetap mendapatkan hukuman pidana akibat sistem hukum yang tumpang tindih.

Sementara, kondisi lembaga permasyarakatan semakin hari kian melebihi kapasitas dan yang menyedihkan lagi malah peredaran narkoba banyak yang dikendalikan dari dalam lapas.

"Kata pak Deputi Penindakan BNN, Irjen Pol Arman Depari, 75 persen kan peredaran narkoba di Indonesia kan dikendalikan dari dalam penjara," kata dia.

Oleh karena itu, jika para pengguna atau pecandu dijebloskan ke penjara dampak bukannya terbebas dari jeratan narkoba, tetapi malah semakin terjerumus lebih dalam yang semula hanya sebagai pemakai, kini terlibat dengan jaringan peredaran.

"Makanya kalau memang aturan lain seperti Surat Edaran MA, Surat Edaran Jaksa Agung, peraturan lainnya tidak kuat, perangkat Undang-undang No.35 ini berarti kan perlu diamandemen," kata Jefri.

Amandemen tersebut akan mengatur pelanggaran dan sanksi yang lebih komprehensif juga spesifik terhadap masing-masing penyalahgunaan yakni bagi bandar, pengedar atau pengguna.

Indonesia kata dia perlu belajar dari Portugal yang sukses menekan peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Negara dengan tingkat penyalahgunaan sangat tinggi itu awalnya memang mengedepankan tindakan pemidanaan.

Tetapi ternyata tindakan itu tidak membuat peredaran dan penyalahgunaan narkoba berkurang, kemudian Pemerintah Portugal pada 2001 tidak lagi menganggap penggunaan obat-obatan terlarang dalam jumlah kecil sebagai tindakan kriminal.

Warga Portugal yang tertangkap mengonsumsi narkoba dalam jumlah kecil tidak akan dijebloskan ke dalam penjara tetapi dijatuhi hukuman ringan dan diberikan program rehabilitasi.

"Ketika Portugal menempatkan pemberantasan untuk peredaran dan penggunaan dalam jumlah kecil (kalau di Indonesia dibawah satu gram untuk sabu), benar-benar direhabilitasi, akhirnya mereka sukses," ujarnya.