LIPI siapkan peta rendaman tsunami skala 1:10.000
25 Juli 2019 16:37 WIB
Arsip Foto. Warga menunjuk di peta zona rawan bencana Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala, Sulawesi Tengah, Selasa (8/1/2019). Peta yang sudah disetujui oleh Bappenas, Kementerian PUPR, BMKG dan sejumlah lembaga teknis lainnya itu memuat kawasan-kawasan yang rawan bencana dan akan menjadi acuan untuk penyusunan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) serta mitigasi bencana di tiga kota dan kabupaten di Sulawesi Tengah yang pada 28 September 2018 lalu dilanda bencana gempa, likuifaksi, dan tsunami. ANTARA FOTO/Basri Marzuki/wsj
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sedang menyiapkan peta rendaman tsunami dengan skala detail 1:10.000 yang bisa menjadi acuan kuat dalam perencanaan tata ruang wilayah pesisir.
"Peta topografi yang paling detail di Indonesia skalanya baru 1:25.000 dan itu pun hanya melingkupi wilayah Jawa. Di luar wilayah Jawa, skalanya lebih tidak detail," kata peneliti paleotsunami LIPI Eko Yulianto dalam acara pemutaran dokumenter The Untold Story of Java Southern Sea di Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan bahwa peta yang memungkinkan pemetaan data dasar ancaman tsunami, termasuk peta daerah yang berpotensi tergenang, tersebut dapat menjadi acuan kuat untuk perencanaan tata ruang wilayah pesisir dan upaya pengurangan risiko bencana di kawasan pesisir.
"Supaya bisa untuk merencanakan pengurangan risiko bencana lebih detail lagi, sampai rencana kontingensi dan operasinya bisa diturunkan," katanya.
Peta tersebut ditargetkan selesai tahun 2020. Pada tahap awal peta akan mencakup 12 daerah yang memiliki kerentanan tinggi seperti Pangandaran, Cilacap, Kebumen, Purworejo, Kebumen, Yogyakarta, dan Pacitan.
"Perlu segera dipikirkan strategi pengurangan risiko oleh pemerintah daerah dengan efek pembangunan di jalur Selatan Selatan Jawa," kata Eko.
Peta tersebut akan mengombinasikan peta batimetri, topografi, hingga demografi dalam skala detail guna mempermudah perencanaan tata ruang yang mendukung pengurangan risiko bencana.
"Peta-peta dasar tersebut dibeli, karena jika harus memetakan sendiri akan sangat mahal," Eko menjelaskan.
Peta rendaman tsunami yang dibuat menggunakan Dana DIPA LIPI sebesar Rp500 juta tersebut juga akan memperlihatkan prakiraan volume air yang menjangkau daratan berdasarkan besaran potensi tsunami.
Penggunaan peta rendaman tsunami tersebut untuk mitigasi dan pengurangan risiko bencana akan membutuhkan data pemerintah daerah mengenai tata guna lahan, kepemilikan lahan, hingga demografi yang menunjukkan jumlah warga lansia hingga anak-anak.
"Mau tidak mau harus menggandeng Pemda untuk melakukan uji coba supaya selanjutnya ada daerah lain lagi yang mau melaksanakannya," demikian Eko Yulianto.
Baca juga:
Masih ada potensi tsunami di Selat Sunda
Badan Geologi akan petakan daerah rawan likuifaksi
"Peta topografi yang paling detail di Indonesia skalanya baru 1:25.000 dan itu pun hanya melingkupi wilayah Jawa. Di luar wilayah Jawa, skalanya lebih tidak detail," kata peneliti paleotsunami LIPI Eko Yulianto dalam acara pemutaran dokumenter The Untold Story of Java Southern Sea di Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan bahwa peta yang memungkinkan pemetaan data dasar ancaman tsunami, termasuk peta daerah yang berpotensi tergenang, tersebut dapat menjadi acuan kuat untuk perencanaan tata ruang wilayah pesisir dan upaya pengurangan risiko bencana di kawasan pesisir.
"Supaya bisa untuk merencanakan pengurangan risiko bencana lebih detail lagi, sampai rencana kontingensi dan operasinya bisa diturunkan," katanya.
Peta tersebut ditargetkan selesai tahun 2020. Pada tahap awal peta akan mencakup 12 daerah yang memiliki kerentanan tinggi seperti Pangandaran, Cilacap, Kebumen, Purworejo, Kebumen, Yogyakarta, dan Pacitan.
"Perlu segera dipikirkan strategi pengurangan risiko oleh pemerintah daerah dengan efek pembangunan di jalur Selatan Selatan Jawa," kata Eko.
Peta tersebut akan mengombinasikan peta batimetri, topografi, hingga demografi dalam skala detail guna mempermudah perencanaan tata ruang yang mendukung pengurangan risiko bencana.
"Peta-peta dasar tersebut dibeli, karena jika harus memetakan sendiri akan sangat mahal," Eko menjelaskan.
Peta rendaman tsunami yang dibuat menggunakan Dana DIPA LIPI sebesar Rp500 juta tersebut juga akan memperlihatkan prakiraan volume air yang menjangkau daratan berdasarkan besaran potensi tsunami.
Penggunaan peta rendaman tsunami tersebut untuk mitigasi dan pengurangan risiko bencana akan membutuhkan data pemerintah daerah mengenai tata guna lahan, kepemilikan lahan, hingga demografi yang menunjukkan jumlah warga lansia hingga anak-anak.
"Mau tidak mau harus menggandeng Pemda untuk melakukan uji coba supaya selanjutnya ada daerah lain lagi yang mau melaksanakannya," demikian Eko Yulianto.
Baca juga:
Masih ada potensi tsunami di Selat Sunda
Badan Geologi akan petakan daerah rawan likuifaksi
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019
Tags: