Kemenhub terapkan sistem daring di 73 jembatan timbang
25 Juli 2019 11:04 WIB
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi (kiri)bersama dengan Direktur Prasarana Risal Wasal (kanan) memberikan keterangan terkait jembatan timbang onlin. (ANTARA/ Juwita Trisna Rahayu)
Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan akan menerapkan sistem online di 73 jembatan timbang daring/online (JTO), yang terdiri atas 22 jembatan timbang yang sudah ada (eksisting) dan 51 jembatan timbang baru.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, menjelaskan bahwa jembatan timbang daring akan terintegrasi dengan sistem bukti lulus uji elektronik (Blue).
“Sekarang belum semua jembatan timbang menggunakan e-Tilang tapi secara bertahap akan kami lengkapi dengan sistem e-Tilang untuk menghilangkan potensi hubungan langsung antara pihak pengemudi dengan para petugas,” katanya.
Jadi, lanjut Budi, apabila ada pelanggaran yang sudah tercatat di sistem kemudian jika sudah diinformasikan kepada pengemudi berapa kelebihannya, pengemudi akan langsung membayar ke bank atau melalui mesin EDC yang ada di masing-masing jembatan timbang.
Jembatan timbang daring atau JTO ini akan mengandung beberapa unsur, yaitu Traffic Counting, untuk menghitung jumlah kendaraan keluar dan masuk; Sensor Dimensi, untuk mengukur dimensi truk dan Truck detector, untuk mengetahui isi muatan truk
“Jadi dengan traffic counting kamiakan melakukan penghitungan berapa kendaraan masuk dan tidak masuk. Kalau truk tidak masuk dan ada potensi pelanggaran saya sudah koordinasi dengan Kepolisian. Menempatkan petugas pada mulut-mulut jalan sebelum JT terutama pada malam hari dirasa berbahaya, jadi menggunakan sensor ini akan otomatis mencatat kendaraan yang masuk beserta nomor polisinya dan diserahkan pada polisi,”kata Budi.
Baca juga: Pelanggaran "ODOL" masih marak, Kemenhub terapkan e-jembatan timbang
Selain itu, juga akan dipasang alat pencatatan Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) pada akses jalan dari menuju 18 jembatan timbang yang berfungsi untuk pendataan angkutan barang yang masuk dan tidak masuk jembatan timbang melalui pengambilan gambar nomor registrasi kendaraan oleh kamera secara langsung.
Data tersebut akan terintegrasi dengan data-data yang ada di jembatan timbang daring.
Untuk angkutan barang yang tidak melakukan penimbangan (tidak masuk ke dalam jembatan timbang), integrasi data tersebut akan langsung terkirim kepada Kepolisian terdekat untuk proses penegakan hukum.
Sementara itu dengan sensor dimensi yang ada, menurut Budi, akan mempermudah petugas di lapangan serta hasilnya lebih akurat.
Sebelumnya pengukuran dimensi dilakukan secara manual, petugas akan mengukur, beri tanda untuk dipotong dan beri peringatan, setelah diberi batasan waktu tiga bulan harus dipotong.
“Tapi nampaknya kita punya kelemahan karena ini kerja manual maka kita ganti dengan sensor dimensi yang akan mencatat secara otomatis berapa panjang truknya, berapa kelebihan lebarnya, juga tingginya,” jelas Budi
Sementara itu, untuk Truck Detector, jadi nanti dengan bantuan alat tersebut kita akan mendeteksi di dalam kendaraan mengangkut barang-barang apa saja.
“Saya sudah mencatat selama 13 hari (19-22 Juli) pada 21 JT yang ada pelanggaran yang tercatat di kita 9.225 dari total 11.379 kendaraan yang masuk ke UPPKB atau sebesar 81 persen,” katanya.
Dirjen Budi juga menjelaskan tujuan dan manfaat sistem yang terintegrasi ini yaitu untuk mempercepat proses penimbangan, karena tidak perlu menginput data identitas kendaraan, dengan integrasi sistem JTO dan sistem Blue, data kendaraan tidak perlu diinput lagi cukup dengan membaca code dari Smart Card atau QR Code.
Sistem Blue dengan output Smart Card, Sertifikat Lulus Uji, dan Sticker Hologram datanya akan dapat terintegrasi dengan sistem JTO sehingga diharapkan dapat membantu dalam pengawasan dan penindakan pelanggaran angkutan barang.
Baca juga: Kemenhub kembali tawarkan swasta bangun terminal-jembatan timbang
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, menjelaskan bahwa jembatan timbang daring akan terintegrasi dengan sistem bukti lulus uji elektronik (Blue).
“Sekarang belum semua jembatan timbang menggunakan e-Tilang tapi secara bertahap akan kami lengkapi dengan sistem e-Tilang untuk menghilangkan potensi hubungan langsung antara pihak pengemudi dengan para petugas,” katanya.
Jadi, lanjut Budi, apabila ada pelanggaran yang sudah tercatat di sistem kemudian jika sudah diinformasikan kepada pengemudi berapa kelebihannya, pengemudi akan langsung membayar ke bank atau melalui mesin EDC yang ada di masing-masing jembatan timbang.
Jembatan timbang daring atau JTO ini akan mengandung beberapa unsur, yaitu Traffic Counting, untuk menghitung jumlah kendaraan keluar dan masuk; Sensor Dimensi, untuk mengukur dimensi truk dan Truck detector, untuk mengetahui isi muatan truk
“Jadi dengan traffic counting kamiakan melakukan penghitungan berapa kendaraan masuk dan tidak masuk. Kalau truk tidak masuk dan ada potensi pelanggaran saya sudah koordinasi dengan Kepolisian. Menempatkan petugas pada mulut-mulut jalan sebelum JT terutama pada malam hari dirasa berbahaya, jadi menggunakan sensor ini akan otomatis mencatat kendaraan yang masuk beserta nomor polisinya dan diserahkan pada polisi,”kata Budi.
Baca juga: Pelanggaran "ODOL" masih marak, Kemenhub terapkan e-jembatan timbang
Selain itu, juga akan dipasang alat pencatatan Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) pada akses jalan dari menuju 18 jembatan timbang yang berfungsi untuk pendataan angkutan barang yang masuk dan tidak masuk jembatan timbang melalui pengambilan gambar nomor registrasi kendaraan oleh kamera secara langsung.
Data tersebut akan terintegrasi dengan data-data yang ada di jembatan timbang daring.
Untuk angkutan barang yang tidak melakukan penimbangan (tidak masuk ke dalam jembatan timbang), integrasi data tersebut akan langsung terkirim kepada Kepolisian terdekat untuk proses penegakan hukum.
Sementara itu dengan sensor dimensi yang ada, menurut Budi, akan mempermudah petugas di lapangan serta hasilnya lebih akurat.
Sebelumnya pengukuran dimensi dilakukan secara manual, petugas akan mengukur, beri tanda untuk dipotong dan beri peringatan, setelah diberi batasan waktu tiga bulan harus dipotong.
“Tapi nampaknya kita punya kelemahan karena ini kerja manual maka kita ganti dengan sensor dimensi yang akan mencatat secara otomatis berapa panjang truknya, berapa kelebihan lebarnya, juga tingginya,” jelas Budi
Sementara itu, untuk Truck Detector, jadi nanti dengan bantuan alat tersebut kita akan mendeteksi di dalam kendaraan mengangkut barang-barang apa saja.
“Saya sudah mencatat selama 13 hari (19-22 Juli) pada 21 JT yang ada pelanggaran yang tercatat di kita 9.225 dari total 11.379 kendaraan yang masuk ke UPPKB atau sebesar 81 persen,” katanya.
Dirjen Budi juga menjelaskan tujuan dan manfaat sistem yang terintegrasi ini yaitu untuk mempercepat proses penimbangan, karena tidak perlu menginput data identitas kendaraan, dengan integrasi sistem JTO dan sistem Blue, data kendaraan tidak perlu diinput lagi cukup dengan membaca code dari Smart Card atau QR Code.
Sistem Blue dengan output Smart Card, Sertifikat Lulus Uji, dan Sticker Hologram datanya akan dapat terintegrasi dengan sistem JTO sehingga diharapkan dapat membantu dalam pengawasan dan penindakan pelanggaran angkutan barang.
Baca juga: Kemenhub kembali tawarkan swasta bangun terminal-jembatan timbang
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019
Tags: