Pelanggaran "ODOL" masih marak, Kemenhub terapkan e-jembatan timbang
24 Juli 2019 19:07 WIB
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubunban Budi Setiyadi (kiri) dan Direktur Prasarana Risal Wasal memberikan keterangan terkait kelebihan muatan dan dimensi (ODOL) angkutan barang dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (24/7/2019) (ANTARA/ Juwita Trisna Rahayu)
Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan tengah merancang untuk penerapan Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor atau jembatan timbang secara daring (e-jembatan timbang) untuk menurunkan tingkat pelanggaran kelebihan dimensi dan muatan (Overdimension Overload/ODOL) kendaraan barang.
"Kita sudah terapkan e-tilang. Secara bertahap kita akan kerja sama dengan perbankan ke semua jembatan timbang untuk menghilangkan potensi langsung dengan petugas," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubunban Budi Setiyadi dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Budi menjelaskan penerapan tersebut harus didukung dengan prasarana yang memadai, seperti sensor dimensi, penghitung arus angkutan (traffic counting) yang berfungsi untuk mencatat setiap angkutan yang masuk serta secara otomatis menampilkan data terkait identitas angkutan tersebut, di antaranya pajang, lebar dan tingginya.
Ia mengakui bahwa masih adanya kendala untuk jembatan timbang di daerah, terutama terkait sambungan internet yang tidak bisa digunakan, terbatas atau tidak lancar di sejumlah daerah, seperti di Dolok Estate Lima Puluh, Balonggandu, Mambang Muda dan Ajibarang.
Selain itu, Budi mengatakan pada Agustus mendatang pihaknya akan menerapkan penurunan barang yang kelebihan hingga 50 persen yang saat ini masih 100 persen.
"Kelebihan 50 persen ke atas akan kita turunkan Agustus ini kita sudah siapkan rencana induknya. Kita juga sudah buatkan peraturan menterinya dan akan dilakukan pengujian kembali untuk dilakukan normalisasi atau pemotongan," katanya.
Pasalnya, saat ini pelanggaran kelebihan muatan 100 persen pun masih tercatat
435 pelanggaran di 21 jembatan timbang.
Dia menyebutkan angkutan barang dengan komoditas paling banyak melanggar, yakni semen, kopi (wilayah tertentu/sentra kopi), pasir, pupuk dan minuman kemasan.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan mencatat masih terdapat 9.225 angkutan barang masih melanggar ketentuan kelebihan muatan dan dimensi (overload overdimensi/ODOL) 81.07 persen terhitung per 8-22 Juli 2018.
dari totalnya yang masuk 11.379 ke jembatan timbang.Sementara itu, kendaraan yang tidak melanggar sebanyak 2.154 kendaraan barang (18,93 persen).
Jenis pelanggaran paling banyak, yakni pelanggaran dokumen 7.382 pelanggaran (57,15 persen), tata cara muat 676 pelanggaran (5,23 persen), persyaratan teknis 90 pelanggaran (0,70 persen), dimensi nol pelanggaran dan daya angkut 4.770 pelanggaran (36,93 persen).
Baca juga: Kemenhub kembali tawarkan swasta bangun terminal-jembatan timbang
Baca juga: PII apresiasi Kemenhub tawarkan proyek jembatan timbang ke swasta
Baca juga: Kemenhub kenalkan alat pendeteksi angkutan ODOL
"Kita sudah terapkan e-tilang. Secara bertahap kita akan kerja sama dengan perbankan ke semua jembatan timbang untuk menghilangkan potensi langsung dengan petugas," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubunban Budi Setiyadi dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Budi menjelaskan penerapan tersebut harus didukung dengan prasarana yang memadai, seperti sensor dimensi, penghitung arus angkutan (traffic counting) yang berfungsi untuk mencatat setiap angkutan yang masuk serta secara otomatis menampilkan data terkait identitas angkutan tersebut, di antaranya pajang, lebar dan tingginya.
Ia mengakui bahwa masih adanya kendala untuk jembatan timbang di daerah, terutama terkait sambungan internet yang tidak bisa digunakan, terbatas atau tidak lancar di sejumlah daerah, seperti di Dolok Estate Lima Puluh, Balonggandu, Mambang Muda dan Ajibarang.
Selain itu, Budi mengatakan pada Agustus mendatang pihaknya akan menerapkan penurunan barang yang kelebihan hingga 50 persen yang saat ini masih 100 persen.
"Kelebihan 50 persen ke atas akan kita turunkan Agustus ini kita sudah siapkan rencana induknya. Kita juga sudah buatkan peraturan menterinya dan akan dilakukan pengujian kembali untuk dilakukan normalisasi atau pemotongan," katanya.
Pasalnya, saat ini pelanggaran kelebihan muatan 100 persen pun masih tercatat
435 pelanggaran di 21 jembatan timbang.
Dia menyebutkan angkutan barang dengan komoditas paling banyak melanggar, yakni semen, kopi (wilayah tertentu/sentra kopi), pasir, pupuk dan minuman kemasan.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan mencatat masih terdapat 9.225 angkutan barang masih melanggar ketentuan kelebihan muatan dan dimensi (overload overdimensi/ODOL) 81.07 persen terhitung per 8-22 Juli 2018.
dari totalnya yang masuk 11.379 ke jembatan timbang.Sementara itu, kendaraan yang tidak melanggar sebanyak 2.154 kendaraan barang (18,93 persen).
Jenis pelanggaran paling banyak, yakni pelanggaran dokumen 7.382 pelanggaran (57,15 persen), tata cara muat 676 pelanggaran (5,23 persen), persyaratan teknis 90 pelanggaran (0,70 persen), dimensi nol pelanggaran dan daya angkut 4.770 pelanggaran (36,93 persen).
Baca juga: Kemenhub kembali tawarkan swasta bangun terminal-jembatan timbang
Baca juga: PII apresiasi Kemenhub tawarkan proyek jembatan timbang ke swasta
Baca juga: Kemenhub kenalkan alat pendeteksi angkutan ODOL
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019
Tags: