Pekanbaru (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) Perwakilan Provinsi Riau melalui tim pengendalian inflasi daerah (TPID), mendorong percepatan kerja sama antardaerah terutama untuk komoditas bahan pangan yang rentan bergejolak untuk menekan tingkat inflasi di Riau pada tahun ini.

“Koordinasi tim pengendalian inflasi daerah terus ditingkatkan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota dengan upaya prioritas pengendalian inflasi,” kata Kepala BI Provinsi Riau, Decymus di Pekanbaru, Rabu.

Ia menjelaskan kegiatan kerja sama antardaerah yang bisa dilakukan untuk mencegah inflasi dari gejolak harga bahan pangan seperti Kerja sama antara Perum Bulog dengan tujuh daerah utama produksi beras.

“Penghasil beras di antaranya seperti Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Lampung,” katanya.

Kemudian untuk mencegah inflasi dari gejolak harga daging sapi, BI merekomendasikan agar ada perluasan kerja sama dengan Jawa Timur untuk komoditas sapi Madura. Selain itu, BI juga mendorong kesepakatan bersama Forum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) dan gubernur se-Sumatera dalam penyediaan bahan pangan.

“Kita juga akan memfasilitasi kerja sama business to business seperti dari gabungan kelompok tani dengan pelaku usaha,” katanya.

Berdasarkan data BI, tekanan inflasi di Riau pada triwulan IIII 2019 diperkirakan berasal dari komoditas bahan pangan akibat masih tingginya ketergantungan Riau terhadap pasokan dari luar daerah.

Komoditas yang dimaksud antara lain beras dengan pasokan kebutuhan dari luar RIau sekitar 69,4 persen dari konsumsi, daging ayam ras (81,7 persen), cabai merah (24,8 persen), bawang merah (91,5 persen), daging sapi (79,3 persen), dan bawang putih (100 persen).

“Ketergantungan terhadap komoditas tersebut tentunya sangat rentan terhadap gejolak harga,” katanya.

Hal ini dibuktikan dengan kenaikan harga bahan pangan, khususnya cabai keriting, yang mengakibatkan lonjakan tingkat inflasi Riau pada Juni 2019.

"Inflasi Juni ini betul-betul mengagetkan karena Riau biasanya inflasi hanya nol koma sekian persen, itu selalu dibahas saat rapat bersama Pemprov, tapi ini tiba-tiba jadi 1,20 persen, karena lompatan harga cabai," ujarnya.

Ia mengatakan pihaknya segera menggelar pertemuan antara dua daerah utama pemasok bahan pangan daerah tersebut, yaitu Sumatra Barat dan Sumatra Utara. Upaya itu dilakukan karena inflasi daerah itu pada Juni lalu meroket tajam ke posisi 1,20 persen, atau mencapai 2,13 persen secara tahun berjalan atau Januari-Juni.

Harga cabai merah atau cabai keriting di sejumlah pasar tradisional Pekanbaru khususnya dari Bukittinggi, Sumatera Barat, mencapai Rp75 ribu hingga Rp80 ribu per kilogram.

Baca juga: BI harap Riau punya peta jalan hilirisasi produk sawit

Baca juga: BI soroti dampak turunnya realisasi pajak kendaraan di Riau

Baca juga: BI: Riau sulit andalkan minyak dan sawit bagi pertumbuhan ekonomi