BRG bina masyarakat Sumsel manfaatkan gambut
23 Juli 2019 20:51 WIB
Ketua Kelompok Tani Sumber Rajeki Ruslan Surbakti (36) di Desa Tanjung Putri, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Jumat 6/4), menjelaskan teknik pengembangan sawah tanpa bakar dengan menggunakan dekomposer mikroba BeKa. Panen perdananya mencapai 1,2 ton beras per hektare (ha). (Foto Virna Puspa Setyorini) (Foto Virna Puspa Setyorini/)
Palembang (ANTARA) - Badan Restorasi Gambut (BRG) berupaya melakukan pembinaan kepada masyarakat dan petani Sumatera Selatan yang berada di sekitar lahan gambut untuk memanfaatkan lahan menghasilkan produk pangan kelas premium.
Lahan gambut yang selama ini menjadi masalah pada setiap musim kemarau rawan terbakar, dengan pemanfaatan maksimal lahan bisa dijaga masyarakat dan petani tetap basah sehingga dapat menghasilkan produk pangan berkualitas seperti beras dan buah-buahan serta bisa mencegah kebakaran yang dapat menimbulkan bencana kabut asap, kata Dinamisator BRG Sumatera Selatan DD Shineba, di Palembang, Selasa.
Sekarang ini, pihaknya telah membina masyarakat dan petani Sumsel yang berada di tiga daerah rawan kebakaran lahan gambut yakni Kabupaten Ogan Komering Ilir, Banyuasin, dan Musi Banyuasin.
Produk yang dihasilkan dari lahan gambut tersebut yakni berupa beras kualitas premium yang dikemas dalam kotak ukuran 200 gram, kripik kelapa, kripik nanas, dan beberapa produk lainnya.
Hasil karya masyarakat dan petani di Sumsel tersebut, dibantu pemasarannya di sejumlah kawasan elit dan apartemen di Jakarta karena produk tersebut untuk menyasar kalangan ekonomi menengah ke atas, katanya.
Selain membina memanfaatkan lahan gambut dengan menanam buah-buahan dan padi kualitas premium, pihaknya juga
menyelenggarakan Sekolah Lapang untuk mengatasi kebakaran lahan gambut di Sumsel yang selalu menjadi masalah pada setiap musim kemarau.
Sekolah Lapang Petani Gambut merupakan salah satu kunci mencegah kebakaran lahan gambut di Sumsel dan beberapa provinsi lainnya.
Untuk penyelenggaraan Sekolah Lapang, BRG melibatkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) agar bisa memperkaya pemahaman masyarakat dan petani tentang kebakaran hutan dan lahan yang telah menimbulkan banyak kerugian ekonomi, gangguan kesehatan, dan kerusakan lingkungan, kata Shineba.
Baca juga: BRG maksimalkan tiga cara restorasi gambut Sumsel
Baca juga: Walhi: Harus ada pengecualian untuk perhutanan sosial di lahan gambut
Baca juga: Walhi pertanyakan kelanjutan program perhutanan sosial di lahan gambut
Lahan gambut yang selama ini menjadi masalah pada setiap musim kemarau rawan terbakar, dengan pemanfaatan maksimal lahan bisa dijaga masyarakat dan petani tetap basah sehingga dapat menghasilkan produk pangan berkualitas seperti beras dan buah-buahan serta bisa mencegah kebakaran yang dapat menimbulkan bencana kabut asap, kata Dinamisator BRG Sumatera Selatan DD Shineba, di Palembang, Selasa.
Sekarang ini, pihaknya telah membina masyarakat dan petani Sumsel yang berada di tiga daerah rawan kebakaran lahan gambut yakni Kabupaten Ogan Komering Ilir, Banyuasin, dan Musi Banyuasin.
Produk yang dihasilkan dari lahan gambut tersebut yakni berupa beras kualitas premium yang dikemas dalam kotak ukuran 200 gram, kripik kelapa, kripik nanas, dan beberapa produk lainnya.
Hasil karya masyarakat dan petani di Sumsel tersebut, dibantu pemasarannya di sejumlah kawasan elit dan apartemen di Jakarta karena produk tersebut untuk menyasar kalangan ekonomi menengah ke atas, katanya.
Selain membina memanfaatkan lahan gambut dengan menanam buah-buahan dan padi kualitas premium, pihaknya juga
menyelenggarakan Sekolah Lapang untuk mengatasi kebakaran lahan gambut di Sumsel yang selalu menjadi masalah pada setiap musim kemarau.
Sekolah Lapang Petani Gambut merupakan salah satu kunci mencegah kebakaran lahan gambut di Sumsel dan beberapa provinsi lainnya.
Untuk penyelenggaraan Sekolah Lapang, BRG melibatkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) agar bisa memperkaya pemahaman masyarakat dan petani tentang kebakaran hutan dan lahan yang telah menimbulkan banyak kerugian ekonomi, gangguan kesehatan, dan kerusakan lingkungan, kata Shineba.
Baca juga: BRG maksimalkan tiga cara restorasi gambut Sumsel
Baca juga: Walhi: Harus ada pengecualian untuk perhutanan sosial di lahan gambut
Baca juga: Walhi pertanyakan kelanjutan program perhutanan sosial di lahan gambut
Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019
Tags: