Kemenkeu tolak permintaan ganti rugi pengamen korban salah tangkap
23 Juli 2019 17:07 WIB
Kuasa hukum empat pengamen, Oky Wiratama Siagian (paling kanan) mendampingi klien dalam sidang praperadilan kasus salah tangkap empat pengamen di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (23/7/2019). (ANTARA News/ Zubi Mahrofi)
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Keuangan RI selaku pihak turut termohon menolak permintaan ganti rugi empat pengamen (pemohon) korban salah tangkap dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa.
Perwakilan Kementerian Keuangan, Daryono di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa menyampaikan kedudukan Menteri Keuangan RI adalah terkait dengan proses penganggaran dan bukan dalam kapasitas untuk ditarik menjadi pihak serta permintaan ganti rugi.
"Maka sudah sepantasnya tuntutan ganti rugi yang diajukan ditolak, terlebih hal tersebut dapat berpotensi membebani keuangan negara," papar Daryono saat membacakan jawaban turut termohon.
Dikemukakan bahwa putusan bebas dalam perkara pidana para pemohon sebelumnya, tidak berarti secara serta merta para pemohon berhak untuk mengajukan ganti kerugian terlebih lagi kepada turut termohon, yang tidak memiliki keterkaitan.
Penolakan ganti rugi itu, disebutkan, juga didasarkan atas hasil profesi yang dilarang atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (Peraturan Daerah Khusus lbukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum).
"Tanpa didukung alat bukti yang sah, maka sudah sepatutnya tuntutan ganti rugi para pemohon ditolak oleh hakim yang memeriksa dan mengadili perkara," sebutnya.
Baca juga: Polda Metro Jaya menolak semua dalil empat pengamen
Ia menambahkan berdasarkan alasan-alasan tersebut, turut termohon menyatakan permohonan para pemohon adalah salah alamat dan tidak jelas atau kabur.
"Menyatakan menolak ganti rugi baik secara materiil maupun immateriil yang dimohonkan oleh para pemohon," papar Daryono.
Menanggapi hal itu, Pengacara Lembaga Bantuan Hukum Jakarta sekaligus kuasa hukum empat pengamen, Oky Wiratama Siagian mengatakan pengamen merupakan tanggung jawab pemerintah.
Pemerintah dinilai harus bertanggung jawab atas kehidupan mereka, terlebih ketika mereka menjadi korban dari kesalahan prosedur penyidikan yang dilakukan polisi.
"Pengamen jalanan itu tanggung jawab negara. Apalagi mereka anak-anak, sekolah juga tidak mampu," katanya.
Ia menambahkan pengamen itu juga tidak melakukan pencurian dalam membiayai kebutuhan sehari-harinya, melainkan menggunakan kreatifitasnya.
Ia mengharapkan kliennya mendapatkan hak ganti kerugian. Harapan itu berdasarkan putusan dari Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan keempat pengamen tidak bersalah melalui Putusan Nomor: 131 PK/Pos.Sus/2016.
Pada Juli 2013, empat pengamen di Cipulir, Jakarta Selatan, Fikri Pribadi (23), Fatahillah (18), Arga Samosir alias Ucok (19), dan Muhammad Bagus Firdaus alias Pau (22) ditangkap Unit Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras) Polda Metro Jaya dengan tuduhan membunuh sesama pengamen dengan motif berebut lapak pengamen di bawah Jembatan Cipulir, Jakarta Selatan.
Pengamen itu sempat divonis penjara oleh pengadilan, namun bebas dari kurungan setelah proses kasasi di Mahkamah Agung.
Perwakilan Kementerian Keuangan, Daryono di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa menyampaikan kedudukan Menteri Keuangan RI adalah terkait dengan proses penganggaran dan bukan dalam kapasitas untuk ditarik menjadi pihak serta permintaan ganti rugi.
"Maka sudah sepantasnya tuntutan ganti rugi yang diajukan ditolak, terlebih hal tersebut dapat berpotensi membebani keuangan negara," papar Daryono saat membacakan jawaban turut termohon.
Dikemukakan bahwa putusan bebas dalam perkara pidana para pemohon sebelumnya, tidak berarti secara serta merta para pemohon berhak untuk mengajukan ganti kerugian terlebih lagi kepada turut termohon, yang tidak memiliki keterkaitan.
Penolakan ganti rugi itu, disebutkan, juga didasarkan atas hasil profesi yang dilarang atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (Peraturan Daerah Khusus lbukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum).
"Tanpa didukung alat bukti yang sah, maka sudah sepatutnya tuntutan ganti rugi para pemohon ditolak oleh hakim yang memeriksa dan mengadili perkara," sebutnya.
Baca juga: Polda Metro Jaya menolak semua dalil empat pengamen
Ia menambahkan berdasarkan alasan-alasan tersebut, turut termohon menyatakan permohonan para pemohon adalah salah alamat dan tidak jelas atau kabur.
"Menyatakan menolak ganti rugi baik secara materiil maupun immateriil yang dimohonkan oleh para pemohon," papar Daryono.
Menanggapi hal itu, Pengacara Lembaga Bantuan Hukum Jakarta sekaligus kuasa hukum empat pengamen, Oky Wiratama Siagian mengatakan pengamen merupakan tanggung jawab pemerintah.
Pemerintah dinilai harus bertanggung jawab atas kehidupan mereka, terlebih ketika mereka menjadi korban dari kesalahan prosedur penyidikan yang dilakukan polisi.
"Pengamen jalanan itu tanggung jawab negara. Apalagi mereka anak-anak, sekolah juga tidak mampu," katanya.
Ia menambahkan pengamen itu juga tidak melakukan pencurian dalam membiayai kebutuhan sehari-harinya, melainkan menggunakan kreatifitasnya.
Ia mengharapkan kliennya mendapatkan hak ganti kerugian. Harapan itu berdasarkan putusan dari Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan keempat pengamen tidak bersalah melalui Putusan Nomor: 131 PK/Pos.Sus/2016.
Pada Juli 2013, empat pengamen di Cipulir, Jakarta Selatan, Fikri Pribadi (23), Fatahillah (18), Arga Samosir alias Ucok (19), dan Muhammad Bagus Firdaus alias Pau (22) ditangkap Unit Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras) Polda Metro Jaya dengan tuduhan membunuh sesama pengamen dengan motif berebut lapak pengamen di bawah Jembatan Cipulir, Jakarta Selatan.
Pengamen itu sempat divonis penjara oleh pengadilan, namun bebas dari kurungan setelah proses kasasi di Mahkamah Agung.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019
Tags: