Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sekitar 20.269 hektare sawah berpotensi puso atau gagal panen akibat kekeringan yang terjadi pada tahun ini.

"Menurut catatan yang sampai saat ini masuk ke BNPB, kita lihat ada 20.269 hektare yang potensi puso," kata Plh. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo di Graha BNPB Jakarta, Senin.

Agus mengatakan data tersebut diperoleh dari Kementerian Pertanian dan menunjukkan luas lahan pertanian yang terkena dampak kekeringan dari 2009-2019.

Berdasarkan data yang diperlihatkan, ada 33.188 hektare lahan pertanian yang mengalami gagal panen pada 2009.

Angka tersebut mengalami fluktuasi hingga tercatat mengalami penurunan drastis menjadi 4.442 hektare pada 2013.

Namun, pada 2015, jumlah lahan pertanian yang mengalami puso meroket hingga 244.861 hektare akibat fenomena el nino yang menyebabkan kebakaran hutan dan kekeringan di banyak tempat.

BNPB mencatat musim kemarau yang terjadi tahun ini telah menyebabkan bencana kekeringan di tujuh provinsi, di antaranya di Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Bali.

Dari tujuh provinsi tersebut, ada 75 kabupaten/kota, 490 kecamatan dan 1.676 desa yang terkena dampak kekeringan.

Di antara 75 kabupaten/kota yang terdampak kekeringan, ada 55 kabupaten di antaranya yang sudah melaporkan status siaga darurat kekeringan.

Angka tersebut, kata Agus, diperkirakan masih akan bertambah mengingat puncak kekeringan yang akan terjadi pada Agustus.

"Berdasarkan data BMKG, puncak kekeringan akan terjadi pada Agustus dan akan berlangsung hingga September atau November," katanya.