Jakarta (ANTARA) -
Duta Besar Sudan untuk Indonesia DR. Elsiddieg Abdulaziz Abdalla optimistis stabilitas politik dan keamanan di Sudan akan kembali pulih seiring dewan militer dan kelompok oposisi Sudan menyepakati perjanjian untuk membentuk pemerintahan transisi.

Kesepakatan pembentukan pemerintahan transisi diyakini mengakhiri gejolak politik yang terjadi beberapa bulan terakhir.

"Beberapa bulan terakhir situasi di Sudan tidak normal, dengan kesepakatan untuk membentuk pemerintahan transisi, saya berharap bahwa situasi di Sudan kembali pulih dan masa depan negara kami cerah," ujar Duta Besar Sudan untuk Indonesia Elsiddieg Abdulaziz Abdalla dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

Berdasarkan kesepakatan, lanjut Dubes Elsiddieg, pemerintahan transisi beranggotakan sebelas orang.

Kesebelas orang tersebut terdiri atas lima orang dari kalangan militer, lima orang dari sipil serta satu lainnya satu orang yang disepakati kedua belah pihak (dewan militer dan kelompok oposisi)

"Periode pemerintahan transisi akan berlangsung selama tiga tahun tiga bulan," kata dia.

Terkait pembagian kekuasaan, Dubes Elsiddieg mengungkapkan selama 21 bulan pertama pemerintahan transisi akan dipimpin seorang jenderal.

Kemudian, untuk 18 bulan berikutnya akan dipimpin dari tokoh sipil.

Ia mengatakan pemerintahan transisi ini mempunyai tugas utama yaitu menciptakan perdamaian serta memelihara stabilitas negara.

Sebelumnya, angkatan bersenjata berhasil menggulingkan Omar al-Bashir pada Kamis (11/4/2019) setelah memerintah Sudan selama 30 tahun.

Pengumuman tersebut disampaikan Menteri Pertahanan Mohamed Ahmed Ibn Auf melalui pidato yang disiarkan stasiun televisi nasional, menurut Reuters.

Penggulingan presiden 75 tahun tersebut seolah menjadi puncak dari demonstrasi rakyat selama berbulan-bulan.