Banjir lahar dingin kaldera tak terkait dengan erupsi Gunung Bromo
20 Juli 2019 14:05 WIB
Wisatawan melihat pemandangan gunung Bromo yang mengalami erupsi dari kawasan lautan pasir di Probolinggo, Jawa Timur, Sabtu (20/7/2019). ANTARA FOTO/Vermensius Onggat Gebze/abs/hp/aa
Probolinggo, Jawa Timur (ANTARA) - Kepala Sub Bagian Data Evaluasi Pelaporan dan Humas Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) Sarif Hidayat mengatakan kejadian aliran air disertai material batuan berukuran abu hingga pasir di kaldera yang terjadi pada Jumat (19/7) sore tidak terkait langsung dengan aktivitas erupsi Gunung Bromo.
"Berdasarkan keterangan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian ESDM, banjir di kawasan kaldera Gunung Bromo karena air hujan merupakan fenomena alam yang biasa, sehingga bukan lahar dari material magma Gunung Bromo," katanya saat dihubungi dari Kabupaten Probolinggo, Sabtu.
Berdasarkan tanggapan dari PVMBG, lanjut dia, kejadian banjir diakibatkan karena hujan yang terjadi di sekitar kaldera Tengger dan puncak Gunung Bromo bersamaan dengan kejadian erupsi yang menghasilkan abu vulkanik.
"Selain itu, morfologi kaldera Tengger merupakan topografi rendah yang dikelilingi oleh perbukitan sehingga jika terjadi hujan, aliran air akan bergerak ke arah dasar kaldera," tuturnya.
Ia menjelaskan endapan batuan di sekitar perbukitan kaldera Tengger dan puncak Gunung Bromo umumnya terdiri dari produk jatuhan yang bersifat lepas, sehingga akan mudah tergerus oleh air hujan.
Pengamatan cuaca sejak tanggal 1 hingga 18 Juli 2019 umumnya cuaca di sekitar Gunung Bromo cerah, berawan hingga mendung, namun pada tanggal 19 Juli 2019 pukul 16.43 WIB tercatat satu kali hujan gerimis dan curah hujan tercatat di Pos Pengamatan Gunung Api Bromo sebesar 0,4 mm.
Aliran banjir berasal dari sisi barat daya lereng Gunung Bromo memutari Gunung Batok ke arah barat dan getaran banjir terekam di seismograph dengan amplitudo maksimum 1 mm dan lama gempa 3 menit 20 detik.
"Peningkatan aktivitas Gunung Bromo berbarengan dengan kondisi hujan yang menimbulkan aliran sungai sesaat pada Jumat (19/7) sore, sehingga muncul aliran seperti sungai dan seperti biasa tidak berlangsung lama, sehingga itu fenomena alam yang biasa," katanya.
Sarif mengatakan Gunung Bromo masih tetap dikunjungi oleh wisatawan domestik dan mancanegara pascaerupsi, namun petugas TNBTS mengimbau kepada semua wisatawan untuk tetap mematuhi rekomendasi batas aman radius 1 kilometer dari kawah aktif untuk keselamatan pengunjung.
"Sejumlah petugas juga berjaga di kawasan kaldera Gunung Bromo dengan tetap memantau aktivitas gunung api yang memiliki ketinggian 2.329 mdpl itu," ujarnya.
Baca juga: PVMBG: Aktivitas Gunung Bromo kembali menurun pascaerupsi
Baca juga: Abu vulkanik Gunung Bromo mengarah ke Kabupaten Malang
Baca juga: Gunung Bromo erupsi disertai lahar dingin
"Berdasarkan keterangan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian ESDM, banjir di kawasan kaldera Gunung Bromo karena air hujan merupakan fenomena alam yang biasa, sehingga bukan lahar dari material magma Gunung Bromo," katanya saat dihubungi dari Kabupaten Probolinggo, Sabtu.
Berdasarkan tanggapan dari PVMBG, lanjut dia, kejadian banjir diakibatkan karena hujan yang terjadi di sekitar kaldera Tengger dan puncak Gunung Bromo bersamaan dengan kejadian erupsi yang menghasilkan abu vulkanik.
"Selain itu, morfologi kaldera Tengger merupakan topografi rendah yang dikelilingi oleh perbukitan sehingga jika terjadi hujan, aliran air akan bergerak ke arah dasar kaldera," tuturnya.
Ia menjelaskan endapan batuan di sekitar perbukitan kaldera Tengger dan puncak Gunung Bromo umumnya terdiri dari produk jatuhan yang bersifat lepas, sehingga akan mudah tergerus oleh air hujan.
Pengamatan cuaca sejak tanggal 1 hingga 18 Juli 2019 umumnya cuaca di sekitar Gunung Bromo cerah, berawan hingga mendung, namun pada tanggal 19 Juli 2019 pukul 16.43 WIB tercatat satu kali hujan gerimis dan curah hujan tercatat di Pos Pengamatan Gunung Api Bromo sebesar 0,4 mm.
Aliran banjir berasal dari sisi barat daya lereng Gunung Bromo memutari Gunung Batok ke arah barat dan getaran banjir terekam di seismograph dengan amplitudo maksimum 1 mm dan lama gempa 3 menit 20 detik.
"Peningkatan aktivitas Gunung Bromo berbarengan dengan kondisi hujan yang menimbulkan aliran sungai sesaat pada Jumat (19/7) sore, sehingga muncul aliran seperti sungai dan seperti biasa tidak berlangsung lama, sehingga itu fenomena alam yang biasa," katanya.
Sarif mengatakan Gunung Bromo masih tetap dikunjungi oleh wisatawan domestik dan mancanegara pascaerupsi, namun petugas TNBTS mengimbau kepada semua wisatawan untuk tetap mematuhi rekomendasi batas aman radius 1 kilometer dari kawah aktif untuk keselamatan pengunjung.
"Sejumlah petugas juga berjaga di kawasan kaldera Gunung Bromo dengan tetap memantau aktivitas gunung api yang memiliki ketinggian 2.329 mdpl itu," ujarnya.
Baca juga: PVMBG: Aktivitas Gunung Bromo kembali menurun pascaerupsi
Baca juga: Abu vulkanik Gunung Bromo mengarah ke Kabupaten Malang
Baca juga: Gunung Bromo erupsi disertai lahar dingin
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019
Tags: