Ambon (ANTARA) - Pemerintah negara Republik Afganistan mengirim 10 utusannya ke provinsi Maluku untuk memelajari praktik penyelesaian konflik dan upaya membangun perdamaian sejati.

Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Kementerian Luar Negeri RI, Yayan G.H, Mulyana, di Ambon, Sabtu, mengatakan, Republik Afganistan mengirimkan 10 orang utusannya ke Maluku yang berprofesi sebagai Diplomat di negara tersebut.

"Mereka berada di Ambon sejak Jumat (19/7) untuk serangkaian pertemuan dengan pihak terkait di Maluku, diantaranya dengan pemprov Maluku, tokoh agama, pimpinan universitas serta sejumlah komunitas yang ikut andil dalam membangun resolusi konflik konflik yang pernah terjadi di provinsi tersebut tahun 1999," katanya.

Baca juga: Maluku berekonsiliasi lewat budaya

Ke-10 orang diplomat adalah dua orang pejabat Kementerian Luar Negeri (Ministry of Foreign Affairs - MoFA), Abdul Ghaffar Jamshidi dan Abdul Wahab Rahimi serta tiga orang Sekretaris I MoFA yakni Fawzia Habib, Hamed Khurasani, dan Mohammad Amin Yaqoubi.

Selain itu, Asef Naderi (Sekretaris II MoFA), Faridullah Malizai (Sekretaris II MoFA), Abdulzaman Akbari (Sekretaris III MoFA), Jamal Nasir Gharwal (Sekretaris III MoFA) serta kepala staff MoFA Afganistan Jangyalai Hakimi.

Menurutnya, delegasi dari salah satu negara di Timur Tengah tersebut memilih provinsi Maluku karena daerah ini memiliki sejarah konflik di masa lalu dan sempat menjadi perhatian seluruh dunia.

"Mereka ingin belajar dari pemerintah dan masyarakat Maluku tentang cara memelihara harmoni serta kebersamaan dan persaudaraan paskakonflik," katanya.

Baca juga: Pemuda Ambon peringati tragedi konflik 1999

Dia mengatakan, beberapa hal yang akan dipelajari delegasi negara Afganistan yakni tentang penyelesaian konflik dapat begitu cepat dilakukan serta keterlibatan berbagai elemen dalam penyelesaian konflik baik pemerintah pusat hingga daerah.

"Terpenting mereka ingin mendengar berbagai masukan dan praktik pintar berbagai komponen masyarakat di Maluku seperti pimpinan agama, tokoh masyarakat, bahkan kalangan akar rumput seperti peran pemuda dan perempuan dalam menginisiasi penyelesaian konflik," katanya.

Delegasi Afganistan mengapresiasi serta tertarik dengan harmonisasi kehidupan umat beragama maupun antaretnik di Maluku yang terstruktur dan sistematis serta terbingkai dalam budaya "Pela-Gandong" dan telah diwariskan secara turun-temurun.

"Mereka menangkap konsep Pela-Gandong dalam realitasnya ketika sarana ibadah salah satu agama dibangun maka pemeluk agama lainnya akan terlibat dalam pembangunannya, serta menata tatanan kemasyarakatannya dengan baik," katanya.

Mereka juga terkesan dengan budaya Pela-Gandong sebagai kearifan lokal dan menjadi alat pemersatu dalam masyarakat majemuk, baik secara etnik maupun religius.

"Ini adalah salah satu model yang memiliki daya tarik bagi delegasi Afganistan untuk diterapkan dalam penyelesaian kondlik di negaranya," kata Mulyana.