Mahasiswa UGM ciptakan pondasi tahan gempa dari "shockbreaker" motor
19 Juli 2019 16:42 WIB
Tiga mahasiswa UGM penemu "Fondasi Spring Damper" Yosi Kristiana, Siti Zuliana dan Miftahussurur Rosyadi didampingi dosen pembimbing Dr.Devi. (Dok.pribadi)
Yogyakarta (ANTARA) - Tiga mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) berinovasi menciptakan pondasi bangunan tahan gempa dari peredam kejut (shockbreaker) sepeda motor yang ditanam di dalam pondasi bangunan.
Pondasi tahan gempa itu dirancang oleh Yosi Kristiana, Siti Zuliana dan Miftahussurur Rosyadi dari D3 Teknik Sipil UGM yang kemudian mereka juluki sebagai Fondasi Spring Damper.
"Kami memberi shock tersebut di dalam pondasi Hasilnya jadi pondasi tahan gempa dengan biaya hanya tiga juta rupiah untuk bangunan tipe 48," kata salah satu anggota tim Yosi Kristiana di Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta, Jumat.
Peletakan shock sepeda motor di dalam pondasi terinspirasi dari refleksi Yosi dan kawan-kawannya saat menyaksikan bencana gempa bumi di Lombok NTB. Meski mereka bertiga berasal dari Jawa Timur, bukan lokasi bencana gempa, namun Yosi merasa prihatin atas kerusakan infrastuktur akibat gempa bumi yang kerap memakan korban jiwa dalam jumlah besar.
Dari renungan tersebutlah Yosi mencetuskan ide terkait pondasi yang mengandung pegas. Inspirasi tersebut kemudian mengombinasikan shock sepeda motor sebagai medium gerak osilasi pegas, yang telah banyak dipelajarinya pada mata kuliah seputar Mekanika.
"Analoginya seperti ini, jika motor dengan shockbreaker dapat menahan beban manusia dan beban dari motor sendiri, bahkan kadang juga untuk mengangkut barang, maka pondasi bangunan juga akan dapat diredam goncangan jika diberi peredam kejut," kata Yosi.
Karena hanya mengombinasikan pegas, Fondasi Spring Damper ini merupakan pondasi mesin sederhana sehingga mudah diproduksi, dan membutuhkan biaya minim.
Dari hasil praktik pada bangunan tipe 48, Fondasi Spring Damper buatan mereka hanya membutuhkan biaya Rp3 juta. Sangat murah dibanding teknologi tahan gempa lain yang melibatkan konstruksi struktur dengan bentuk tak lazim, maupun menggunakan material berbiaya tinggi.
Pondasi ini kemudian dapat menopang beragam bangunan sederhana. Mulai dari bangunan berdinding triplek hingga bata permanen, termasuk atap dengan rangka kayu maupun baja ringan.
"Pondasi ini sangat cocok untuk ketahanan bencana Indonesia, karena pembuatannya murah, caranya mudah, bahannya sederhana dan tidak susah. Begitu pula penggunaannya. Pondasi tinggal ditanamkan pada kedalaman 50 sentimeter lalu bangunan didirikan seperti biasa," kata Yosi.
Pada April yang lalu, Yosi dan kawan-kawan telah memperoleh dana hibah dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Kementerian Ristekdikti. Mereka sedang berkolaborasi untuk menerapkan Spring Damper pada Hunian Transisi Menuju Permanen (Huntrap), yang diproduksi Fakultas Teknik UGM untuk korban gempa.
Pengujian struktur di laboratorium juga telah mereka lakukan dan telah menuai hasil positif. Data grafik dalam bentuk frekuensi dan perpindahan, menunjukkan adanya perbedaan signifikan ketika menggunakan Spring Damper dibanding pondasi pada umumnya.
"Materialnya boleh sederhana. Tapi kekuatannya tidak sederhana dan siap menahan goncangan. Data hasil laboratorium menunjukkan penggunaan pondasi menghasilkan perpindahan (struktur) yang lebih kecil. Artinya lebih tahan goncangan, termasuk gempa," kata Dr. Devi selaku dosen pembimbing.*
Baca juga: Bangunan pondok wisata dibuat berarsitektur lokal karena tahan gempa
Baca juga: RSU Anutapura jadi contoh bangunan tahan gempa di Palu
Pondasi tahan gempa itu dirancang oleh Yosi Kristiana, Siti Zuliana dan Miftahussurur Rosyadi dari D3 Teknik Sipil UGM yang kemudian mereka juluki sebagai Fondasi Spring Damper.
"Kami memberi shock tersebut di dalam pondasi Hasilnya jadi pondasi tahan gempa dengan biaya hanya tiga juta rupiah untuk bangunan tipe 48," kata salah satu anggota tim Yosi Kristiana di Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta, Jumat.
Peletakan shock sepeda motor di dalam pondasi terinspirasi dari refleksi Yosi dan kawan-kawannya saat menyaksikan bencana gempa bumi di Lombok NTB. Meski mereka bertiga berasal dari Jawa Timur, bukan lokasi bencana gempa, namun Yosi merasa prihatin atas kerusakan infrastuktur akibat gempa bumi yang kerap memakan korban jiwa dalam jumlah besar.
Dari renungan tersebutlah Yosi mencetuskan ide terkait pondasi yang mengandung pegas. Inspirasi tersebut kemudian mengombinasikan shock sepeda motor sebagai medium gerak osilasi pegas, yang telah banyak dipelajarinya pada mata kuliah seputar Mekanika.
"Analoginya seperti ini, jika motor dengan shockbreaker dapat menahan beban manusia dan beban dari motor sendiri, bahkan kadang juga untuk mengangkut barang, maka pondasi bangunan juga akan dapat diredam goncangan jika diberi peredam kejut," kata Yosi.
Karena hanya mengombinasikan pegas, Fondasi Spring Damper ini merupakan pondasi mesin sederhana sehingga mudah diproduksi, dan membutuhkan biaya minim.
Dari hasil praktik pada bangunan tipe 48, Fondasi Spring Damper buatan mereka hanya membutuhkan biaya Rp3 juta. Sangat murah dibanding teknologi tahan gempa lain yang melibatkan konstruksi struktur dengan bentuk tak lazim, maupun menggunakan material berbiaya tinggi.
Pondasi ini kemudian dapat menopang beragam bangunan sederhana. Mulai dari bangunan berdinding triplek hingga bata permanen, termasuk atap dengan rangka kayu maupun baja ringan.
"Pondasi ini sangat cocok untuk ketahanan bencana Indonesia, karena pembuatannya murah, caranya mudah, bahannya sederhana dan tidak susah. Begitu pula penggunaannya. Pondasi tinggal ditanamkan pada kedalaman 50 sentimeter lalu bangunan didirikan seperti biasa," kata Yosi.
Pada April yang lalu, Yosi dan kawan-kawan telah memperoleh dana hibah dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Kementerian Ristekdikti. Mereka sedang berkolaborasi untuk menerapkan Spring Damper pada Hunian Transisi Menuju Permanen (Huntrap), yang diproduksi Fakultas Teknik UGM untuk korban gempa.
Pengujian struktur di laboratorium juga telah mereka lakukan dan telah menuai hasil positif. Data grafik dalam bentuk frekuensi dan perpindahan, menunjukkan adanya perbedaan signifikan ketika menggunakan Spring Damper dibanding pondasi pada umumnya.
"Materialnya boleh sederhana. Tapi kekuatannya tidak sederhana dan siap menahan goncangan. Data hasil laboratorium menunjukkan penggunaan pondasi menghasilkan perpindahan (struktur) yang lebih kecil. Artinya lebih tahan goncangan, termasuk gempa," kata Dr. Devi selaku dosen pembimbing.*
Baca juga: Bangunan pondok wisata dibuat berarsitektur lokal karena tahan gempa
Baca juga: RSU Anutapura jadi contoh bangunan tahan gempa di Palu
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019
Tags: