Yogyakarta (ANTARA) - Pedagang kaki lima di sisi barat Jalan Malioboro, Kota Yogyakarta, yang saat ini berjualan dalam posisi saling berhadapan akan ditata sedemikian rupa sehingga nanti posisi berjualan mereka akan saling membelakangi.

“Konsep saling membelakangi atau “ungkur-ungkuran” tersebut sudah muncul sejak 2015, saat ada pemenang sayembara penataan kawasan Malioboro. Saya kira, semua pedagang kaki lima (PKL) sudah mengetahui. Sosialisasi dan komunikasi juga terus dilakukan,” kata Ketua Umum Paguyuban Pedagang Kaki Lima Malioboro hingga Ahmad Yani (Pemalni) Slamet Santoso di Yogyakarta, Jumat.

Saat ini, PKL yang berada di sisi barat Jalan Maliboro berjualan di sepanjang koridor di depan toko. PKL yang tergabung dalam Pemalni berjualan dengan menempel toko menghadap timur, sedangkan pedagang yang tergabung dalam Paguyuban Tri Darma menempati sisi luar koridor menghadap barat.

Menurut dia, PKL yang tergabung dalam Pemalni pada dasarnya mendukung upaya penataan PKL yang akan dilakukan Pemerintah Kota Yogyakarta dan Pemerintah DIY dengan menempatkan mereka di sisi luar koridor menghadap ke timur atau menghadap pedestrian yang baru saja direvitalisasi.

Dalam proses penataan tersebut, lanjut dia, juga direncanakan penyeragaman gerobak yang digunakan untuk menyimpan barang dagangan agar suasana di Malioboro terlihat lebih rapi.

“Rencananya, penataan akan dilakukan dalam waktu dekat. Kami setuju untuk ditata. Sembari ditata, akan dilakukan evaluasi mengenai kekurangan fasilitas yang harus dipenuhi. Misalnya kanopi atau kebutuhan lain. Untuk penyeragaman gerobak bisa dilakukan secara bertahap,” kata Slamet.

Mengenai luas tempat berjualan, Slamet menyebut, sudah diatur melalui peraturan. “Namun, kami bisa memahami jika nanti ada penyesuaian luasan,” katanya.

Saat ini, jumlah PKL yang tercatat sebagai anggota Pemalni mencapai 444 orang. Seluruhnya sudah memiliki izin. “Masih ada PKL yang belum masuk basis data, jumlahnya enam pedagang,” katanya.

Sementara itu, Ketua 3 Paguyuban Pengusaha Malioboro Ahmad Yani (PPMAY) Lukas Mulyono mengatakan, rencana penataan PKL dengan posisi saling membelakangi tersebut sangat bagus, tetapi perlu ada beberapa hal yang dicermati, yaitu tidak ada PKL baru yang ikut masuk dalam daftar sebagai PKL yang ditata dan tidak ada PKL liar yang justru menempati lahan yang ditinggalkan pedagang.

“Lokasi berjualan menghadap pedestrian juga rawan panas dan hujan. Harapannya, pedagang tidak membuat tutup dari bahan plastik atau apapun sehingga menutup wajah toko. Selain merugikan toko, juga akan mengurangi keindahan Malioboro,” katanya.

Baca juga: Permasalahan uji coba semi pedestrian Malioboro dikaji dari dua sisi

PKL yang tergabung dalam Paguyuban Tri Darma juga diharapkan tidak memajukan lapaknya ke arah toko karena lahan di depan menjadi lebih lapang.

“Harapannya, pengunjung atau pembeli di Malioboro akan semakin nyaman,” katanya yang menyebut lahan yang digunakan PKL merupakan tanah hak milik pemilik toko yang “dipinjam” Pemerintah Kota Yogyakarta pada 1973 untuk dibuat semacam lorong sehingga pengunjung atau pejalan kaki tidak kepanasan dan kehujanan.

Saat ini, jumlah anggota PPMAY tercatat sebanyak 280 toko di sepanjang Jalan Malioboro hingga Jalan Ahmad Yani.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi berharap, kesepakatan resmi untuk penataan PKL di sisi barat Malioboro sudah bisa ditetapkan dalam waktu dekat sedangkan untuk penataan PKL kuliner di sisi timur Jalan Malioboro masih menunggu koordinasi dengan pihak terkait lain.

“Tujuan penataan adalah menciptakan suasana pedestrian di Malioboro yang semakin nyaman dan tertata,” katanya.
Baca juga: PKL Malioboro beri harga di atas kewajaran akan diberi sanksi tegas