Antasari mengusulkan Pansel-DPR pilih pimpinan KPK yang pintar
18 Juli 2019 20:08 WIB
Mantan Ketua KPK Antasari Azhar (kanan), pada diskusi "Dialektika Demokrasi: Mencari Pemberantas Korupsi yang Mumpuni", di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis (18/7/2019). (Antaranews/Riza Harahap)
Jakarta (ANTARA) - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar mengusulkan kepada Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel Capim) KPK dan DPR RI agar dalam memilih pimpinan KPK harus yang lebih pintar dari jajaran penyidik dan penuntut umum di bawahnya.
"Kalau pimpinan KPK tidak lebih pintar bagaimana dapat merespons dengan baik, paparan perkara yang disampaikan oleh penyidik dan penuntut umum," kata Antasari Azhar pada diskusi "Dialektika Demokrasi: Mencari Pemberantas Korupsi yang Mumpuni", di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.
Menurut Antasari, dalam penanganan sebuah perkara sebelum dilimpahkan ke pengadilan, harus dipaparkan dulu di hadapan pimpinan KPK. "Kalau pimpinan KPK tidak bisa merespons paparan tersebut, apa yang akan terjadi," kata Antasari pula.
Karena itu, Antasari mengusulkan kepada Pansel Capim KPK dan DPR RI agar secara cermat dapat memilih pimpinan KPK yang lebih pintar dari staf bawahanya.
Antasari Azhar memberikan indikator untuk mencari tahu seorang calon pimpinan KPK lebih pintar atau tidak dengan staf bawahannya, jika memiliki pengetahuan dan dapat membedakan dengan baik, antara perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan. "Kalau calon pimpinan KPK dapat menjelaskan dan membedakan dua hal tersebut dengan baik, maka dia cukup pintar sebagai atasan," katanya.
Antasari berpesan kepada Pansel Capim KPK yang melakukan selelksi serta Komisi III DPR RI yang akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan, untuk menanyakan dua hal tersebut, yakni apakah calon pimpinan KPK dapat membedakan antara perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan. "Pertanyaan itu agar ditanyakan, pada proses seleksi maupun proses uji kelayakan dan kepatutan." katanya.
Baca juga: Pansel serahkan pada putusan Presiden untuk pilih pimpinan KPK
Menurut Antasari, kalau calon pimpinan KPK tidak memahami dan tidak dapat membedakan perbuatan melawan hukum dan perbuatan menyalahgunakan wewenang, maka dinilai tidak layak menjadi pimpinan KPK. "Lebih baik mencari pekerjaan yang lain saja," katanya pula.
Antasari Azhar juga mengkritik kerja pimpinan KPK periode 2015-2019 saat ini yang dinilai lebih mengutamakan penindakan dengan melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Antarasari menyatakan, kurang sepaham dengan istilah OTT, seharusnya disebut tangkap tangan (TT). "Karena dalam UU KPK tidak ada OTT, dalam undang-undang mengatur perkara tangkap tangan, bukan OTT," katanya lagi.
Menurut dia, dalam tindakan TT tersebut, seharusnya KPK dapat memilah-milah kasusnya, apakah kasus suap menyuap, kasus pemerasan oleh pejabat, atau gratifikasi. "Jangan semuanya disebut OTT, dan kemudian diberikan rompi kuning," kata dia.
"Kalau pimpinan KPK tidak lebih pintar bagaimana dapat merespons dengan baik, paparan perkara yang disampaikan oleh penyidik dan penuntut umum," kata Antasari Azhar pada diskusi "Dialektika Demokrasi: Mencari Pemberantas Korupsi yang Mumpuni", di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.
Menurut Antasari, dalam penanganan sebuah perkara sebelum dilimpahkan ke pengadilan, harus dipaparkan dulu di hadapan pimpinan KPK. "Kalau pimpinan KPK tidak bisa merespons paparan tersebut, apa yang akan terjadi," kata Antasari pula.
Karena itu, Antasari mengusulkan kepada Pansel Capim KPK dan DPR RI agar secara cermat dapat memilih pimpinan KPK yang lebih pintar dari staf bawahanya.
Antasari Azhar memberikan indikator untuk mencari tahu seorang calon pimpinan KPK lebih pintar atau tidak dengan staf bawahannya, jika memiliki pengetahuan dan dapat membedakan dengan baik, antara perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan. "Kalau calon pimpinan KPK dapat menjelaskan dan membedakan dua hal tersebut dengan baik, maka dia cukup pintar sebagai atasan," katanya.
Antasari berpesan kepada Pansel Capim KPK yang melakukan selelksi serta Komisi III DPR RI yang akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan, untuk menanyakan dua hal tersebut, yakni apakah calon pimpinan KPK dapat membedakan antara perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan. "Pertanyaan itu agar ditanyakan, pada proses seleksi maupun proses uji kelayakan dan kepatutan." katanya.
Baca juga: Pansel serahkan pada putusan Presiden untuk pilih pimpinan KPK
Menurut Antasari, kalau calon pimpinan KPK tidak memahami dan tidak dapat membedakan perbuatan melawan hukum dan perbuatan menyalahgunakan wewenang, maka dinilai tidak layak menjadi pimpinan KPK. "Lebih baik mencari pekerjaan yang lain saja," katanya pula.
Antasari Azhar juga mengkritik kerja pimpinan KPK periode 2015-2019 saat ini yang dinilai lebih mengutamakan penindakan dengan melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Antarasari menyatakan, kurang sepaham dengan istilah OTT, seharusnya disebut tangkap tangan (TT). "Karena dalam UU KPK tidak ada OTT, dalam undang-undang mengatur perkara tangkap tangan, bukan OTT," katanya lagi.
Menurut dia, dalam tindakan TT tersebut, seharusnya KPK dapat memilah-milah kasusnya, apakah kasus suap menyuap, kasus pemerasan oleh pejabat, atau gratifikasi. "Jangan semuanya disebut OTT, dan kemudian diberikan rompi kuning," kata dia.
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019
Tags: