KLHK minta perusahaan pantau muka air gambut untuk antisipasi karhutla
18 Juli 2019 09:46 WIB
Petugas dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Pemadam Kebakaran, dan TNI Kodim 0105 Aceh Barat berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di Desa Leuhan, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Rabu (17/7/2019). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Jakarta (ANTARA) - Guna mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meminta perusahaan ikut memantau tinggi muka air di lahan gambut dengan memasang alat pantau di area berizin.
"Pemulihan ekosistem gambut merupakan tanggung jawab bersama, yaitu pemerintah, pemerintah daerah, dan juga pihak perusahaan, karena apabila lahan masyarakat rusak dampaknya juga akan mengenai area perusahaan," kata Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) M.R. Karliansyah dalam siaran pers kementerian yang diterima di Jakarta, Kamis.
Karliansyah berharap perusahaan membantu pengadaan dan pemasangan alat pemantau tinggi muka air tanah di lahan masyarakat.
KLHK juga meminta pemerintah daerah segera mengalokasikan anggaran untuk mendukung kegiatan pemantauan tinggi muka air tanah di lahan gambut.
Dalam upaya mengantisipasi terjadinya karhutla, KLHK mengembangkan sistem informasi untuk memantau tinggi muka air tanah pada lahan gambut yang mengintegrasikan data spasial perusahaan berupa batas konsesi, kanal, dan lokasi serta hasil pengukuran tinggi muka air tanah, curah hujan, dan data sekat kanal yang dilengkapi foto kondisi di lapangan.
Sistem data yang dinamai SiMATAG-0,4m tersebut merupakan bagian dari upaya pemulihan ekosistem gambut.
Hingga saat ini, sistem informasi tersebut baru berisi data tinggi muka air tanah di lahan berizin. Tahun ini sistem akan dicoba di lahan non-konsesi untuk pemantauan kemajuan pemulihan lahan gambut di luar lahan konsesi.
Data SiMATAG-0,4m merupakan bahan evaluasi untuk menilai keberhasilan pemulihan ekosistem gambut dengan melihat tren perubahan tutupan lahan maupun tren tingkat kelengasan tanah, kondisi sebelum dan sesudah intervensi kebijakan, dan upaya-upaya di lapangan.
Dengan menjaga muka air lahan gambut tidak lebih rendah dari 0,4 meter, harapannya karhutla dapat dihindari.
Karliansyah mengatakan, sosialisasi pentingnya penetapan Titik Pemantauan Tinggi Muka Air Tanah di lahan masyarakat serta pengenalan situs web SiMATAG -0,4m ke pemerintah daerah dan perwakilan perusahaan pemegang perizinan atau konsesi telah dilakukan.
Pemimpin Satuan Kerja Perangkat Daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota serta pemimpin dan manajemen perusahaan pemegang perizinan atau konsesi diharapkan membantu menerapkan sistem tersebut.
Menurut Karliansyah, sangat penting bagi seluruh pemangku kepentingan mulai dari perwakilan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, perusahaan pemegang izin/konsesi bidang kehutanan, dan perkebunan kelapa sawit untuk memahami pentingnya harmonisasi tata kelola air dalam satu kesatuan hidrologis lahan gambut.
Baca juga:
Puluhan hektare lahan gambut di Mempawah terbakar
112 hektare hutan dan lahan gambut kering hangus terbakar di Aceh
"Pemulihan ekosistem gambut merupakan tanggung jawab bersama, yaitu pemerintah, pemerintah daerah, dan juga pihak perusahaan, karena apabila lahan masyarakat rusak dampaknya juga akan mengenai area perusahaan," kata Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) M.R. Karliansyah dalam siaran pers kementerian yang diterima di Jakarta, Kamis.
Karliansyah berharap perusahaan membantu pengadaan dan pemasangan alat pemantau tinggi muka air tanah di lahan masyarakat.
KLHK juga meminta pemerintah daerah segera mengalokasikan anggaran untuk mendukung kegiatan pemantauan tinggi muka air tanah di lahan gambut.
Dalam upaya mengantisipasi terjadinya karhutla, KLHK mengembangkan sistem informasi untuk memantau tinggi muka air tanah pada lahan gambut yang mengintegrasikan data spasial perusahaan berupa batas konsesi, kanal, dan lokasi serta hasil pengukuran tinggi muka air tanah, curah hujan, dan data sekat kanal yang dilengkapi foto kondisi di lapangan.
Sistem data yang dinamai SiMATAG-0,4m tersebut merupakan bagian dari upaya pemulihan ekosistem gambut.
Hingga saat ini, sistem informasi tersebut baru berisi data tinggi muka air tanah di lahan berizin. Tahun ini sistem akan dicoba di lahan non-konsesi untuk pemantauan kemajuan pemulihan lahan gambut di luar lahan konsesi.
Data SiMATAG-0,4m merupakan bahan evaluasi untuk menilai keberhasilan pemulihan ekosistem gambut dengan melihat tren perubahan tutupan lahan maupun tren tingkat kelengasan tanah, kondisi sebelum dan sesudah intervensi kebijakan, dan upaya-upaya di lapangan.
Dengan menjaga muka air lahan gambut tidak lebih rendah dari 0,4 meter, harapannya karhutla dapat dihindari.
Karliansyah mengatakan, sosialisasi pentingnya penetapan Titik Pemantauan Tinggi Muka Air Tanah di lahan masyarakat serta pengenalan situs web SiMATAG -0,4m ke pemerintah daerah dan perwakilan perusahaan pemegang perizinan atau konsesi telah dilakukan.
Pemimpin Satuan Kerja Perangkat Daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota serta pemimpin dan manajemen perusahaan pemegang perizinan atau konsesi diharapkan membantu menerapkan sistem tersebut.
Menurut Karliansyah, sangat penting bagi seluruh pemangku kepentingan mulai dari perwakilan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, perusahaan pemegang izin/konsesi bidang kehutanan, dan perkebunan kelapa sawit untuk memahami pentingnya harmonisasi tata kelola air dalam satu kesatuan hidrologis lahan gambut.
Baca juga:
Puluhan hektare lahan gambut di Mempawah terbakar
112 hektare hutan dan lahan gambut kering hangus terbakar di Aceh
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019
Tags: