Banda Aceh (ANTARA) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebutkan ekspor minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) Indonesia meningkat 18 persen pada bulan Mei 2019 jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

"Ekspor CPO se-Indonesia pada April 2,01 juta ton dan pada Mei 2,40 juta ton, atau meningkat 18 persen," kata Ketua GAPKI Cabang Aceh Sabri Basyah di Banda Aceh, Rabu.

Menurut dia, beberapa negara tujuan ekspor utama memberlakukan regulasi yang sudah masuk dalam kategori hambatan dagang. Contohnya India, yang menaikkan tarif bea masuk minyak sawit sampai pada batas maksimum.

"Indonesia merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia dan kami berharap Menteri Perdagangan Indonesia melakukan terobosan agar petani sawit dalam negeri tidak kena imbas dari regulasi tersebut," kata dia.

Dikatakannya, Malaysia telah mengambil langkah sigap menghadapi regulasi India dengan memanfaatkan perjanjian dagang berupa Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA) yang telah ditandatangani sejak tahun 2011 dengan perundingan lanjutan di perjanjian perdagangan bebas sehingga menghasilkan diskon bea masuk impor yang lebih rendah dibandingkan bea masuk yang dikenakan kepada Indonesia.

"Tarif bea masuk produk olahan (refined product) Malaysia 45 persen dari tarif berlaku 54 persen," ujar Sabri.

Lebih lanjut ia menyatakan hasil dari diskon tarif bea masuk yang dinikmati Malaysia, pasar minyak sawit Indonesia ke India kian tergerus, pasar India didominasi oleh Malaysia.

"Pemerintah Indonesia diharapkan dapat segera mengakselerasi kerja sama ekonomi dengan India untuk pemberlakuan tarif impor yang sama, sehingga Indonesia dapat berkompetensi memeriahkan pasar India," harap dia.

Data ekspor CPO dan refined products Indonesia dalam 1.000 ton yaitu, Januari 604,21, Februari 516,53, Maret 194,41, April 1885,55 dan Mei 341,80. Kemudian, ekspor CPO dan refined products Malaysia dalam 1.000 ton terdiri, Januari, 327,58, Februari 457,76, Maret 354,65, April 532,48 dan Mei 539,99.

GAPKI mencatatkan ekspor CPO dan turunannya ke Benua Biru ini terus tergerus. Pada April 2019 ekspor CPO dan turunannya dari Indonesia tercatat menurun 37 persen dibandingkan Maret lalu, kemudian pada Mei kembali melorot 4 persen dibandingan April (Maret 498,24 ribu ton, April 315,24 ribu ton dan Mei 302,16 ribu ton).

Pasar utama lain dari ekspor CPO dan turunannya yang juga mengalami dinamika adalah China. Pada April China membukukan kenaikan impor CPO dan turunannya sebesar 41 persen dibandingkan Maret (dari 353,46 ribu ton meningkat menjadi 499,57 ribu ton) kemudian pada Mei melorot 18 persen (atau dari 499,57 ribu ton turun menjadi 410,56 ribu ton). Hal ini juga diikuti oleh Bangladesh.