Serang (ANTARA) - Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Banten mengajak para anggota memperkuat dan memajukan koperasi dan memerangi rentenir di daerah itu.

"Koperasi sejati yaitu koperasi yang dibangun oleh 'self-help cooperative' dalam bentuk partisipasi anggota yang tinggi, bukan dibangun oleh kekuatan dari luar," kata Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Banten Tabrani di Serang, Rabu.

Selain itu, kata dia, pengelolaan koperasi juga harus dilakukan secara akuntabel. Sebab koperasi yang dibangun oleh kekuatan dari luar akan mudah goyah.

Baca juga: ITFC gandeng UKM dan koperasi kopi di Sumatera Utara

Bangsa Indonesia harus memperhatikan pengalaman selama pemerintahan orde baru, yang berakibat merosotnya semangat kemandirian (self-help). Kemudian menjadi krisis nilai dan krisis kepemimpinan yang akumulasinya menjadi krisis jatidiri.

Ia menjelaskan secara alamiah koperasi sesungguhnya memiliki berbagai kelebihan dalam bentuk keunggulan komparatif dalam persaingan dibandingkan dengan konstruksi rancang bangun badan usaha lain di Indonesia.

Keunggulan komparatif koperasi terbangun dari sejumlah anggota sebagai pangsa pasar atau karena berbagai fasilitas kredit program dengan biaya rendah yang ditawarkan pemerintah melalui anggaran, serta adanya akses terhadap program pendidikan dan latihan dari berbagai institusi dan lain sebagainya.

Baca juga: Mengubah citra koperasi yang ketinggalan zaman

Menurut Tabrani, karakteristik fungsi sosial yang melekat pada koperasi yang tidak semata-mata mementingkan orientasi keuntungan, menempatkannya koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia.

Koperasi juga sebagai rancang bangun badan usaha yang paling sesuai dengan sistem perekonomian Pancasila sesuai amanat UUD 1945 pasal 33 ayat 1 dan 2.

"Sungguh disayangkan koperasi belum mampu menjadi pemeran utama dalam kancah perekonomian Indonesia. Posisinya masih kalah dibandingkan dengan perseroaan terbatas atau perusahaan milik perseorangan dan perusahaan milik negara," kata Tabrani pada kegiatan Peningkatan Literasi dan Advokasi Koperasi.

Baca juga: Tantangan berat koperasi di daerah hadapi era Industri 4.0

Gagasan-gagasan baik, kata dia, yang melekat pada koperasi sebagai rancang bangun badan usaha yang ideal di Indonesia, belum mampu menempatkannya sebagai bangun usaha utama setidaknya disebabkan oleh lima hal.

Pertama, lemahnya manajemen dan tata kelola koperasi khususnya dalam hal sistem pengendalian intern.

Kedua, kata dia, belum terbangunnya rasa memiliki di kalangan anggota koperasi, sehingga tak jarang anggota malah memilih jasa atau produk yang disediakan oleh lembaga selain koperasi.

Ketiga, belum mampunya koperasi mentransformasi keunggulan komparatifnya menjadi keunggulan kompetitif karena lemahnya jiwa kewirausahaan para pengurus, sehingga koperasi yang seharusnya menyediakan barang dan jasa dengan tingkat harga yang lebih rendah tidak jarang malah menjual produknya dengan harga lebih tinggi dari para pesaingnya.

Keempat, lemahnya sistem pengendalian intern dan akuntabilitas dalam manajemen koperasi, terbukti telah banyak mengakibatkan koperasi berguguran karena tindak kecurangan dan ketidakberesan yang dilakukan oleh pengelola.

Baca juga: Kadin: Koperasi harus bertransformasi di era modern

Koperasi belum mempunyai infrastruktur pengawasan yang independen seperti otoritas jasa keuangan (OJK) sehingga tidak ada lembaga pengawasan yang mumpuni, sehingga dalam praktiknya ada beberapa koperasi beroperasi sebagai rentenir. Koperasi hanya dijadikan kedok saja. Jenis koperasi ini yang harus diberantas.

"Jika koperasi bertindak sebagai rentenir maka masyarakat akan antipati dan image koperasi jadi buruk di mata masyarakat. Usaha mengembalikan kepercayaan masyarakat bisa membutuhkan waktu bertahun-tahun. Pengendalian intern dan akuntabilitas yang baik dan disertai praktik praktik yang sehat dalam tata kelola keuangan, akan menjaga kekayaan perusahaan secara preventif, detektif dan korektif," katanya.

Dampak ketidakpercayaan anggota kepada koperasi akan membuat anggota tidak mau berpartisipasi aktif , dan hal ini karena tidak adanya pengawasan dari lembaga independen.

"Jika ini terjadi usaha pengembalian kepercayaan masyarakat bisa membutuhkan waktu bertahun-tahun. Pengendalian intern dan akuntabilitas yang baik, dan disertai praktik-praktik yang sehat dalam tata kelola keuangan, akan menjaga kekayaan perusahaan secara preventif, detektif dan korektif," katanya.

Baca juga: Optimisme koperasi di tengah derasnya era digitalisasi-globalisasi