Jakarta (ANTARA) - Ekonom senior Raden Pardede mendorong pemerintah dapat menciptakan tenaga kerja premium salah satunya meningkatkan literasi bagi para siswa.

"Tenaga kerja premium ini adalah mereka yang memiliki 'skill dan agility' yang mumpuni," kata Raden dalam Focus Group Discussion "Meningkatkan Daya Saing Nasional Melalui Pelatihan Vokasi" di Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan dunia pendidikan Indonesia saat ini belum dapat memunculkan generasi-generasi dengan literasi tinggi sebagaimana penelitian Program for International Student Assessment (PISA). Secara umum, dapat dinilai jika orang Indonesia tidak suka membaca buku.

Penelitian PISA menunjukkan rendahnya tingkat literasi Indonesia dibanding negara-negara di dunia. Dalam pemeringkatan itu, Indonesia berada di urutan 62 dari 70 negara yang disurvei.

Raden mengatakan tingkat literasi yang rendah itu juga memberi pengaruh terhadap kualitas keluaran tenaga kerja Indonesia. Kualitas naker dituntut mampu bersaing terlebih saat ini memasuki era Revolusi Industri 4.0.

Menurut dia, jika pengetahuan tenaga kerja kurang tentu akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan mereka beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan dunia kerja yang cenderung dinamis dan bergerak cepat.

Tenaga kerja yang premium, kata dia, harus tersedia dalam jumlah yang banyak di Indonesia jika memang mau bersaing di masa kini. Jika keadaan tidak berubah maka Indonesia akan terus berada dalam jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap).

Maka dari itu, dia mendorong pemerintah agar juga memperhatikan bagaimana menggalakkan literasi bagi masyarakat sehingga mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

Raden mengatakan terdapat persoalan lain terkait yang membuat Indonesia harus segera menggarap generasi muda sehingga menjadi tenaga kerja premium. Dia mengatakan saat ini produk dunia pendidikan baik reguler maupun kejuruan masih belum bisa mencetak tenaga siap kerja.

Bahkan, kata dia, lulusan SMK yang fokus pada vokasi justru menyumbang angka pengangguran yang lebih besar dibanding alumnus SMA.

Untuk itu, dia mendorong agar dilakukan pembenahan dalam dunia pendidikan dalam menyajikan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.

"Pelajaran yang disampaikan tidak bisa terus menerus diterapkan secara tradisional tapi harus revolusioner," katanya.

Baca juga: Kemenristekdikti: pendidikan vokasi masih fokus utama

Baca juga: Upaya pemerintah padukan pendidikan vokasi dengan dunia usaha