LIPI sebut konsumsi teripang bisa atasi "stunting"
16 Juli 2019 17:53 WIB
Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Iskandar Azmy Harahap di Kantor P2O LIPI, Ancol Timur, Jakarta Utara, Selasa (16-7-2019). (ANTARA/Fianda Rassat)
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan teripang atau timun laut mempunyai senyawa yang jika dikonsumsi mampu mencegah stunting atau kekerdilan.
Teripang dari spesies Holothuria Scabra adalah jenis teripang yang paling umum dikonsumsi. Teripang ini pada umumnya akan terlebih dahulu dikeringkan sebelum dimasak untuk dikonsumsi, kata peneliti P2O LIPI Iskandar Azmy Harahap di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Ancol Timur, Jakarta Utara, Selasa.
Meski diketahui memiliki senyawa untuk mencegah stunting, menurut dia, metode pengeringan yang tidak tepat bisa menghilangkan manfaat tersebut.
Baca juga: Pemerintah targetkan jumlah anak stunting di bawah 20 persen
Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI kini sedang mengembangkan metode pengeringan yang mampu mempertahankan manfaat tersebut.
Ia mengatakan bahwa pihaknya sedang menggunakan metode pengeringan untuk mempertahankan kandungan gizi tersebut.
"Jadi, ketika sebuah produk untuk digunakan oleh penderita stunting, paling tidak senyawa aktif atau kandungan gizi dalam Scabra masih bisa dipertahankan. Beda dengan yang di pasaran yang bentuknya sudah sangat kering sekali," katanya.
Teripang Holothuria Scabra atau teripang pasir adalah teripang yang paling banyak dieksploitasi untuk dikonsumsi karena memiliki kandungan zat anti-kanker dan antioksidan yang lebih unggul dari teripang lainnya. Akibatnya, teripang jenis ini mulai berkurang jumlahnya.
"Rekan dari balai besar industri laut yang ada di Lombok dari Pusat Oseanografi itu juga sudah berhasil membudidayakannya. Jadi, dari situ ketika yang sudah ada di perairan Indonesia sudah mulai turun jumlahnya, kami sudah ada proses budi dayanya," tuturnya
Menurut dia, masih ada teripang lain yang juga berpotensi untuk menjadi mengatasi stunting.Namun, karena tujuan utamanya adalah konsumsi teripang secara massal, para peneliti untuk saat ini masih fokus pada Scraba yang sudah bisa dibudidayakan.
"Yang lain ada potensinya tapi kembali lagi ketika ingin dieksplorasi secara massal 'kan perlu kontinuitas, sedangkan kami yang baru berhasil dibudi daya baru Scabra. Jadi, kami lebih banyak pengembangan ke Scabra. Tidak mungkin bisa eksploitasi tanpa ada pasokan lebih," ujarnya.
Baca juga: Menkes optimistis wujudkan visi Presiden dengan kerja bersama
Hasil penelitian LIPI tersebut sejalan dengan pidato "Visi Indonesia" yang disampaikan Jokowi pada tanggal 14 Juli 2019.
Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan bahwa Indonesia telah memasuki lingkungan global yang sangat dinamis, penuh perubahan, penuh kecepatan, penuh risiko, penuh kompleksitas, dan penuh kejutan, yang sering jauh dari kalkulasi, sering jauh dari hitungan manusia.
Jokowi menegaskan bahwa pembangunan SDM akan menjadi salah satu prioritas pembangunan yang akan menjadi kunci Indonesia ke depan.
"Titik dimulainya pembangunan SDM adalah dengan menjamin kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita, kesehatan anak usia sekolah. Ini merupakan umur emas untuk mencetak manusia Indonesia unggul ke depan. Itu harus dijaga betul. Jangan sampai ada anak tumbuh kerdil, kematian ibu, atau kematian bayi meningkat. Tugas besar kita di situ," katanya.
Teripang dari spesies Holothuria Scabra adalah jenis teripang yang paling umum dikonsumsi. Teripang ini pada umumnya akan terlebih dahulu dikeringkan sebelum dimasak untuk dikonsumsi, kata peneliti P2O LIPI Iskandar Azmy Harahap di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Ancol Timur, Jakarta Utara, Selasa.
Meski diketahui memiliki senyawa untuk mencegah stunting, menurut dia, metode pengeringan yang tidak tepat bisa menghilangkan manfaat tersebut.
Baca juga: Pemerintah targetkan jumlah anak stunting di bawah 20 persen
Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI kini sedang mengembangkan metode pengeringan yang mampu mempertahankan manfaat tersebut.
Ia mengatakan bahwa pihaknya sedang menggunakan metode pengeringan untuk mempertahankan kandungan gizi tersebut.
"Jadi, ketika sebuah produk untuk digunakan oleh penderita stunting, paling tidak senyawa aktif atau kandungan gizi dalam Scabra masih bisa dipertahankan. Beda dengan yang di pasaran yang bentuknya sudah sangat kering sekali," katanya.
Teripang Holothuria Scabra atau teripang pasir adalah teripang yang paling banyak dieksploitasi untuk dikonsumsi karena memiliki kandungan zat anti-kanker dan antioksidan yang lebih unggul dari teripang lainnya. Akibatnya, teripang jenis ini mulai berkurang jumlahnya.
"Rekan dari balai besar industri laut yang ada di Lombok dari Pusat Oseanografi itu juga sudah berhasil membudidayakannya. Jadi, dari situ ketika yang sudah ada di perairan Indonesia sudah mulai turun jumlahnya, kami sudah ada proses budi dayanya," tuturnya
Menurut dia, masih ada teripang lain yang juga berpotensi untuk menjadi mengatasi stunting.Namun, karena tujuan utamanya adalah konsumsi teripang secara massal, para peneliti untuk saat ini masih fokus pada Scraba yang sudah bisa dibudidayakan.
"Yang lain ada potensinya tapi kembali lagi ketika ingin dieksplorasi secara massal 'kan perlu kontinuitas, sedangkan kami yang baru berhasil dibudi daya baru Scabra. Jadi, kami lebih banyak pengembangan ke Scabra. Tidak mungkin bisa eksploitasi tanpa ada pasokan lebih," ujarnya.
Baca juga: Menkes optimistis wujudkan visi Presiden dengan kerja bersama
Hasil penelitian LIPI tersebut sejalan dengan pidato "Visi Indonesia" yang disampaikan Jokowi pada tanggal 14 Juli 2019.
Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan bahwa Indonesia telah memasuki lingkungan global yang sangat dinamis, penuh perubahan, penuh kecepatan, penuh risiko, penuh kompleksitas, dan penuh kejutan, yang sering jauh dari kalkulasi, sering jauh dari hitungan manusia.
Jokowi menegaskan bahwa pembangunan SDM akan menjadi salah satu prioritas pembangunan yang akan menjadi kunci Indonesia ke depan.
"Titik dimulainya pembangunan SDM adalah dengan menjamin kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita, kesehatan anak usia sekolah. Ini merupakan umur emas untuk mencetak manusia Indonesia unggul ke depan. Itu harus dijaga betul. Jangan sampai ada anak tumbuh kerdil, kematian ibu, atau kematian bayi meningkat. Tugas besar kita di situ," katanya.
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019
Tags: