25 persen hewan kurban di Palembang tak penuhi syarat
16 Juli 2019 17:00 WIB
Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Sumsel, Dr. (drh) Jafrizal saat mengecek hewan qurban di peternakan kawasan Demang Lebar Daun, Selasa (16/7) (Antara News Sumsel/Aziz Munajar/19)
Palembang (ANTARA) - Sedikitnya 25 persen hewan kurban di Kota Palembang tidak memenuhi syarat kesehatan dan sesuai hukum Islam berdasarkan rata-rata temuan Persatuan Dokter Hewan Indonesia Cabang Sumatera Selatan yang aktif mengecek setiap tahun.
Ketua Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Sumsel, Dr. drh Jafrizal di Palembang, Selasa, mengatakan setiap tahun selalu ditemukan hewan kurban tak cukup syarat di sekitar 170 titik lokasi penjualan.
"Kisaran 25 sampai 30 persen tidak memenuhi syarat dari rata-rata 5.000 ekor sapi dan kambing yang dikurbankan setiap tahun," ujarnya kepada Antara.
Dalam memeriksa hewan kurban, pihaknya melakukan tindakan cek umur dengan melihat struktur gigi dan vaksinasi untuk mengantisipasi virus Jembrana yang kerap menyerang sapi Bali, karena pada November 2017 - Mei 2018 angka kematian sapi akibat virus Jembrana cukup tinggi.
"Jika gigi sapi sudah ada tanda pergantian, maka artinya sudah dua tahun dan sah menurut agama Islam, jika kambing 1,5 tahun minimal umurnya, setelah itu dicek lagi kesehatan serta pastikan sapi-kambing tidak kurus, baru bisa dijadikan hewan kurban," jelasnya
Pihaknya menemukan paling banyak hewan kurban tak cukup umur yang artinya tak lulus secara hukum Islam untuk dijadikan qurban, jika ada temuan tersebut pihaknya melarang peternak menjualnya sebagai hewan kurban, peternak hanya boleh menjualnya untuk kebutuhan nazar atau sedekah.
Ditemukan juga sapi atau kambing dalam keadaan cacat seperti terdapat sobekan pada telinga, buah zakar tidak lengkap, buta dan pincang, serta ditemukan juga hewan kurban sakit.
"Jika syarat fisik dan syar'i tidak terpenuhi maka kami minta jangan dijual," tambahnya.
Selain itu, pemeriksaan juga mengecek kepastian jenis sapi yang dijual, tidak boleh ada sapi betina yang dijual untuk dijadikan kurban karena akan melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 18 ayat (4), yakni setiap orang dilarang menyembelih ternak ruminansia kecil betina produktif atau ternak ruminansia besar betina produktif.
Sementara antisipasi penyakit hewan kurban, ia menyebut peternak tetap harus mewaspadai penyebaran virus antraks karena masih banyak terjadi di Indonesia hingga saat ini, apalagi sapi-sapi di Kota Palembang berasal dari Pulau Jawa yang notabene belum bebas antraks.
"Dokter-dokter hewan anggota PDHI Sumsel akan ikut mengecek kesiapan hewan qurban bersama pemerintah kota/kabupaten, sudah tugas kami memastikan hewan kurban aman dikonsumsi masyarakat saat Idul Adha," tambahnya.
Baca juga: Kementan berikan saran memilih hewan kurban yang sehat
Baca juga: Warga diimbau beli hewan kurban bersurat sehat
Ketua Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Sumsel, Dr. drh Jafrizal di Palembang, Selasa, mengatakan setiap tahun selalu ditemukan hewan kurban tak cukup syarat di sekitar 170 titik lokasi penjualan.
"Kisaran 25 sampai 30 persen tidak memenuhi syarat dari rata-rata 5.000 ekor sapi dan kambing yang dikurbankan setiap tahun," ujarnya kepada Antara.
Dalam memeriksa hewan kurban, pihaknya melakukan tindakan cek umur dengan melihat struktur gigi dan vaksinasi untuk mengantisipasi virus Jembrana yang kerap menyerang sapi Bali, karena pada November 2017 - Mei 2018 angka kematian sapi akibat virus Jembrana cukup tinggi.
"Jika gigi sapi sudah ada tanda pergantian, maka artinya sudah dua tahun dan sah menurut agama Islam, jika kambing 1,5 tahun minimal umurnya, setelah itu dicek lagi kesehatan serta pastikan sapi-kambing tidak kurus, baru bisa dijadikan hewan kurban," jelasnya
Pihaknya menemukan paling banyak hewan kurban tak cukup umur yang artinya tak lulus secara hukum Islam untuk dijadikan qurban, jika ada temuan tersebut pihaknya melarang peternak menjualnya sebagai hewan kurban, peternak hanya boleh menjualnya untuk kebutuhan nazar atau sedekah.
Ditemukan juga sapi atau kambing dalam keadaan cacat seperti terdapat sobekan pada telinga, buah zakar tidak lengkap, buta dan pincang, serta ditemukan juga hewan kurban sakit.
"Jika syarat fisik dan syar'i tidak terpenuhi maka kami minta jangan dijual," tambahnya.
Selain itu, pemeriksaan juga mengecek kepastian jenis sapi yang dijual, tidak boleh ada sapi betina yang dijual untuk dijadikan kurban karena akan melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 18 ayat (4), yakni setiap orang dilarang menyembelih ternak ruminansia kecil betina produktif atau ternak ruminansia besar betina produktif.
Sementara antisipasi penyakit hewan kurban, ia menyebut peternak tetap harus mewaspadai penyebaran virus antraks karena masih banyak terjadi di Indonesia hingga saat ini, apalagi sapi-sapi di Kota Palembang berasal dari Pulau Jawa yang notabene belum bebas antraks.
"Dokter-dokter hewan anggota PDHI Sumsel akan ikut mengecek kesiapan hewan qurban bersama pemerintah kota/kabupaten, sudah tugas kami memastikan hewan kurban aman dikonsumsi masyarakat saat Idul Adha," tambahnya.
Baca juga: Kementan berikan saran memilih hewan kurban yang sehat
Baca juga: Warga diimbau beli hewan kurban bersurat sehat
Pewarta: Aziz Munajar
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019
Tags: