Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia diperkirakan akan memangkas suku bunga acuan menjadi 5,75 persen dari enam persen pada Rapat Dewan Gubernur 17-18 Juli 2019 pekan ini.

Perkiraan tersebut dipicu semakin kuatnya sinyalemen Bank Sentral AS The Federal Reserve untuk menurunkan suku bunga acuannya tahun ini, serta meredanya tekanan terhadap nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir.

"Hal itu karena ekspektasi posisi (stance) kebijakan moneter yang longgar dari Bank Sentral negara-negara maju, salah satunya The Fed yang diperkirakan akan mulai menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25-50 basis poin pada tahun ini sejalan dengan perlambatan ekonomi AS yang terindikasi dari proyeksi inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan awal," kata Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede saat dihubungi di Jakarta, Senin.

JIka Bank Sentral benar-benar "berani" menurunkan suku bunga acuan "7-day reverse repo rate" pada pekan ini, maka hal itu akan menjadi kali pertama pelonggaran suku bunga acuan sejak November 2018. Sepanjang 2018. BI memposisikan sebagai otoritas yang cenderung "hawkish" dengan merealisasikan kenaikan suku bunga acuan secara agresif hingga 1,75 persen menjadi enam persen, untuk membendung keluarnya modal asing.

Josua menilai beberapa faktor yang membuat BI perlu memangkas suku bunga acuannya pada pekan ini adalah tekanan ekonomi eksternal yang mereda seperti melunaknya sengketa perdagangan antara dua negara raksasa ekonomi dunia AS dan China.

elain itu, dalam pernyataan publik terakhirnya, Gubernur The Fed Jerome Powell menonjolkan gestur bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan AS (Fed Fund Rate) sebesar 25-50 basis poin untuk memompa kegiatan ekonomi AS.

"Selain itu, ruang pelonggaran kebijakan moneter BI pun juga terbuka mengingat nilai tukar rupiah cenderung stabil terindikasi dari volatilitas rupiah yang menurun dalam sebulan terakhir ini, dan ada ekspektasi menyusutnya defisit transaksi berjalan pada tahun ini," kata dia.

Kurs rupiah dalam beberapa hari terakhir menguat ke level psikologis baru di bawah Rp14.000 per dolar AS. Namun tak dapat dipungkiri, penguatan rupiah itu juga terbantu dengan "greenback" dolar AS yang terus tertekan karena sentimen pasar terhadap kebijakan perekonomian dan retorika di AS.

Adapun BI memiliki sasaran untuk menjaga defisit transkasi berjalan di rentang 2,5 persen hingga tiga persen Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2019, setelah pada 2018 defisit transaksi berjalan tercatat di 2,98 persen PDB.

Josua menilai penurunan suku bunga acuan akan menjadi stimulus yang efektif dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah risiko perlambatan ekonomi global pada tahun ini. Adapun, Bank Sentral menargetkan pertumbuhan ekonomi akan berada di 5,0 persen hingga 5,4 persen pada tahun ini.

Baca juga: Wall Street ditutup naik, di tengah optimisme penurunan bunga Fed

Baca juga: Gubernur BI sebut penurunan bunga acuan hanya masalah waktu