Batam (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Batam, Kepulauan Riau, Senin, mengungkapkan Satuan Tugas 115 menghentikan dan memeriksa kapal MV NIKA berbendera Panama yang menjadi buruan internasional di Selat Malaka, Jumat (12/7).

"KP ORCA 3 & 2, telah melaksanakan penghentian dan pemeriksaan terhadap MV NIKA, berbendera Panama," kata Menteri Susi Pudjiastuti.

Menteri Susi menyebut MV NIKA merupakan buruan interpol sejak Juni 2019.

Baca juga: Susi Pudjiastuti pimpin penenggelaman 26 kapal asing di Kalbar

Menurut Menteri, interpol menduga MV NIKA dan FV STS-50 yang ditangkap di Indonesia pada tahun 2018 dimiliki oleh pemilik yang sama.

Berdasarkan laporan awal dari interpol yang diterima oleh Satgas 115, MV NIKA diduga melakukan sejumlah pelanggaram, di antaranya memalsukan certificate of registration di Panama yang menyatakan dirinya adalah General Cargo Vessel sementara

MV NIKA diduga melakukan penangkatan dan/atau pengangkutan ikan, padahal izinnya adalah kargo.

Berdasarkan laporan dari the Convention on Antarctic Marine Living Resources (CCAMLR) dan Inspection Report UK Marine Management Organization (UK-MMO), kata Susi, MV NIKA melakukan penangkapan ikan tanpa izin dan/atau transhipment di zona 48.3 B, yaitu di dalam wilayah The South Georgia and the South Sandwich Islands dan The Falklands Island (Islas Malvinas)," lanjut Menteri.

Baca juga: Pemerintah gagalkan penyelundupan benih lobster terbesar

Kapal tersebut juga menggunakan data AIS milik kapal lain yang bernama "Jewel of Nippon" untuk mengaburkan identitas asli MV NIKA ketika memasuki wilayah CCAMLR untuk menangkap ikan.

Berdasarkan informasi dari interpol, pemerintah Panama, IMO GISIS, dan UK-MMO Inspection Report, MV NIKA telah dimiliki oleh pemilik yang sama dengan pemilik FV STS-50, yaitu Marine Fisheries Co. Ltd.

Kapal itu telah bersandar di Pangkalan PSDKP Batam sejak Minggu malam. Semalam, pada 21.30 WIB dalam pengawalan KP ORCA 3, KP ORCA 2.

Sebelumnya, selama perjalanan dikawal secara bergantian oleh KRI Patimura, KRI Parang, dan KRI Siwar untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan dugaan pelanggaran hukum di berbagai negara dan UU Perikanan Indonesia yaitu tidak menyimpan alat tangkap di dalam palka.