Jakarta (ANTARA) - Indonesia kebanjiran beragam kosmetik impor, baik itu legal maupun ilegal yang dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Impor produk kosmetik masih terbilang tinggi ini menjadi tantangan yang harus carikan solusinya.

Menurut data, impor kosmetik pada tahun 2018 mencapai 850,15 juta dolar AS setara dengan sekitar Rp11,84 triliun (kurs Rp13.926 per dolar AS), meningkat dibandingkan tahun 2017 sebesar 631,66 juta dolar AS atau sekitar Rp8,7 triliun.

Sedangkan nilai ekspor produk kosmetik nasional pada tahun 2018 tercatat 556,4 juta dolar AS , dibandingkan ekspor pada tahun 2017 sebesar 516,9 juta dolar AS.

Tidak hanya kebanjiran produk kosmetik impor legal, pasar Indonesia juga dimasuki produk-produk kosmetik yang bersifat ilegal.

Sepanjang tahun 2018 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan ribuan jenis kosmetik ilegal yang mengandung bahan berbahaya dengan total nilai Rp128 miliar.

Temuan kosmetik ilegal tersebut didominasi produk-produk yang mengandung merkuri, hidrokinon, logam berat dan berbagai zat berbahaya lainnya.

Menurut pengamat industri Ahmad Heri Firdaus dari Institute for Development of Economis and Finance (Indef), faktor harga yang murah serta beragamnya varian dan akses produk yang lebih mudah dijumpai membuat masyarakat lebih memilih kosmetik impor.

"Faktor harga yang lebih kompetitif, kemudian jenis serta varian yang dianggap lebih banyak dan ketersediaan atau akses masyarakat terhadap produk-produk kosmetik lebih mudah menjumpai produk-produk kosmetik yang impor," kata Heri.

Permintaan yang sedang berkembang lebih didorong oleh kelas menengah. Masyarakat tentu membandingkan antara produk kosmetik dalam negeri dan impor sama-sama bagus dan berkualitas tapi jauh lebih murah kosmetik impor, tentu mereka akan lebih memilih kosmetik impor.

Kondisi itu menjadi penyebab masyarakat lebih memilih mengonsumsi kosmetik impor.

Sayangnya jika dirinci lebih jauh misalnya dari sisi dampak atau efek kesehatan kosmetik itu terhadap tubuh, hal-hal seperti ini belum terlalu menjadi perhatian bagi masyarakat saat membeli kosmetik.

Selain itu, hingga sekarang industri kosmetik nasional masih bergantung pada bahan baku produksi kosmetik yang masih banyak diimpor dari luar negeri.

Hal tersebut diakui Ketua Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi) Sancoyo Antarikso bahwa selama ini pasokan bahan baku untuk produksi kosmetik masih banyak yang diimpor.

Dia juga mengungkapkan bahwa terdapat beberapa tantangan yang dihadapi oleh industri kosmetik nasional yakni bagaimana industri kosmetik Indonesia senantiasa menyediakan produk-produk kosmetik yang relevan bagi konsumennya di Indonesia, baik dari sisi fungsi, inovasi, tren, kemasan, harga dan sebagainya.

Tantangan lainnya adalah seluruh pemangku kepentingan kosmetik Indonesia menumbuhkan iklim usaha yang kondusif sehingga industri kosmetik nasional mampu menghadirkan produk-produk yang aman baik dan inovatif.

Faktor-faktor lainnya, berdasarkan sumber yang dihimpun oleh Antara, yang membuat kosmetik impor masuk dengan mudahnya ke Indonesia yakni akibat dampak dari pencabutan verifikasi impor pada 2015 melalui Permendag No.27/2015 tentang Ketentuan Produk Impor Tertentu.

Baca juga: Ini tantangan, Menperin sebut impor kosmetik masih tinggi
Baca juga: Menperin dorong industri kosmetik gencarkan riset


Kebijakan pengawasan sejumlah barang impor, termasuk kosmetik yang digeser dari wilayah pabean (border) ke luar wilayah pabean (post border) sejak 1 Februari 2018 juga turut menjadi faktor penyebab membanjirnya impor kosmetik asing.

Tidak hanya itu, maraknya penjualan kosmetik impor secara daring atau e-commerce memudahkan produk-produk kosmetik bisa dijangkau oleh masyarakat luas.

Bahkan BPOM menemukan kasus perdagangan kosmetik ilegal yang didistribusikan secara daring dengan total nilai Rp17,4 miliar sepanjang tahun 2018.

BPOM menduga adanya kebijakan post-border berimplikasi pada banyaknya produk asing yang masuk tanpa izin edar.

Ilustrasi - Calon pembeli melihat produk kosmetik secara daring (Antara Jatim/Naufal Ammar)



Industri nasional

Pengamat industri Ahmad Heri Firdaus dari Institute for Development of Economis and Finance (INDEF) menyarankan agar struktur industri bahan baku komestik dalam negeri diperkuat dalam rangka menahan laju impor kosmetik asing.

Saat ini yang terpenting adalah bagaimana membangun industri-industri dasar agar bisa mendukung industri kosmetik.

Ketersediaan bahan baku untuk pembuatan produk kosmetik cukup terpenuhi di dalam negeri. Hanya saja industri bahan bakunya yang memang harus lebih digenjot lagi untuk bisa mendukung produk-produk kosmetik dengan beragam jenis, varian dan harga.

Tingginya impor kosmetik asing di Indonesia dikarenakan oleh meningkatnya permintaan yang terus terjadi dari kelas menengah yang pertumbuhannya cukup tinggi dan perubahan perilaku konsumen dalam negeri dari kebutuhan bersifat sekunder ke tersier, seperti kosmetik.

Dengan adanya permintaan kosmetik dari masyarakat tersebut, sebetulnya menunjukkan peluang untuk memperkuat industri kosmetik dalam negeri.

Heri juga menyarankan agar upaya peningkatan daya saing industri kosmetik jangan hanya dibebankan kepada sektor perindustrian, namun harus dikolaborasikan dengan semua sektor terkait.

Sektor perindustrian selama ini selalu dibebankan supaya tumbuh lebih tinggi. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri itu kebanyakan berada di luar domainnya sektor perindustrian, hal tersebut perlu diluruskan.

Peningkatan daya saing industri komestik merupakan tugas semua sektor, mulai dari sisi sektor bahan bakunya, kemudian regulasi, insentif fiskal, logistik, transportasi dan pemasaran semuanya harus bekerja bersama-sama.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto juga menyadari bahwa pembinaan industri farmasi, kosmetik dan jamu merupakan kerja sama lintas sektoral yang saling terintegrasi mengingat tantangan industri farmasi merupakan bahan baku yang masih diimpor.

Kementerian Perindustrian tentunya tidak bisa jalan sendiri mengawal kebijakan industri tersebut.

Sedangkan Ketua Perkosmi Sancoyo Antarikso berharap agar pemerintah memberikan dukungan dalam pengembangan kapasitas atau capacity building dan kemudahan perizinan untuk meningkatkan pertumbuhan industri komestik dalam negeri.

Dukungan tersebut dinilai penting, mengingat sebagian besar dari anggota Perkosmi adalah industri kecil menengah (IKM).

Berdasarkan data Kemenperin tahun 2018, pertumbuhan produsen kosmetik nasional pada tahun 2017 tercatat sebanyak 760 produsen dibandingkan tahun 2016 sebanyak 607 produsen.

Dari jumlah tersebut, komposisi produsen kosmetik dalam negeri 95 persen didominasi oleh industri kecil dan menengah, dan lima persennya terdiri dari industri besar.

Baca juga: INDEF sarankan perkuat struktur industri bahan baku kosmetik domestik
Baca juga: Asosiasi ingatkan bahaya kosmetik ilegal jika tidak dinotifikasi BPOM

Kosmetik asing ilegal

Selain memperkuat industri kosmetik nasional, pemerintah juga diharapkan untuk dapat menahan laju kosmetik asing ilegal.

Ahmad Heri Firdaus menyarankan agar pemerintah berani mengenakan aturan non-tarif terhadap produk kosmetik impor.

"Saat ini kita sudah bebas tarif untuk produk impor namun kita harus bisa membuat aturan non-tarif, contohnya kalau ada produk kosmetik asing yang mau masuk ke Indonesia harus berstandar nasional Indonesia," kata Heri.

Jika ada kosmetik asing yang tidak memenuhi kualifikasi tersebut, pemerintah harus melarang masuk produk tersebut.

Kosmetik-kosmetik asing yang masuk ke Indonesia ini dikhawatirkan belum memenuhi kualifikasi standar nasional Indonesia.

Selain kebijakan standar nasional Indonesia bagi kosmetik asing, hal lain yang perlu diperhatikan yakni kebijakan yang mewajibkan ada label berbahasa Indonesia, aturan komposisi serta cap halal pada produk kosmetik asing tersebut.

Aturan-aturan ini bisa melindungi konsumen dari kosmetik-kosmetik ilegal. ini yang ke depannya harus diperhatikan oleh pemerintah yang berwenang untuk membuat aturan-aturan non tarif tersebut.

Kebijakan lainnya yang perlu dijalankan yakni fungsi pengawasan di bandara dan pelabuhan tempat masuknya produk-produk kosmetik impor harus lebih diperketat, ditingkatkan dan bisa terorganisir dengan baik mengingat pengawasan di setiap lini sangat diperlukan.

Sedangkan Ketua Perkosmi Sancoyo Antarikso menilai kosmetik ilegal bisa membahayakan konsumen jika tidak mendapatkan notifikasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Peran BPOM penting dalam mengatasi kosmetik-kosmetik ilegal yang beredar di Indonesia, di mana badan tersebut saat ini memiliki Kedeputian IV yang bertugas untuk mengawasi peredaran produk obat, pangan, dan kosmetika.

Selain itu kampanye menggunakan kosmetika yg aman dan baik juga harus terus dilakukan dan digencarkan oleh BPOM.

Di era globalisasi dan revolusi 4.0 saat ini, dapat dibilang sulit untuk sama sekali mencegah masuknya produk kosmetik impor ke Indonesia.

Memperkuat daya saing industri kosmetik nasional, memudahkan perizinan serta pengenaan aturan non-tarif dan menggencarkan edukasi kepada masyarakat diharapkan bisa menjadi solusi yang tidak hanya menahan laju impor kosmetik asing namun juga menggairahkan kembali semangat untuk mencintai produk dalam negeri.
Baca juga: Tingkatkan ekspor, Mustika Ratu jajaki pasar Jepang dan Eropa
Baca juga: Sering salah, begini cara hitung masa kedaluwarsa produk kecantikan