Jakarta (ANTARA) - Dirjen Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto menyatakan bahwa bantuan pakan mandiri dapat menurunkan biaya produksi komoditas perikanan secara signifikan sehingga diharapkan dapat dimanfaatkan dengan baik dan benar.

"Bantuan pakan mandiri jika dimanfaatkan dengan benar, maka akan menurunkan biaya produksi hingga 30-40 persen, tentu ini akan menjadi faktor pengungkit meningkatnya pendapatan pembudidaya," kata Slamet Soebyakto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.

Slamet Soebjakto menyatakan hal tersebut ketika menemani Komisi IV DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Jambi, Jumat (12/07).

Baca juga: KKP luncurkan kawasan tambak kakap putih pertama di Indonesia

Ia mengungkapkan, BPBAT Jambi memiliki pabrik pakan mandiri dengan kapasitas 1 ton per jam, dengan target produksi pada tahun 2019 ini sebanyak 140 ton, di mana sebagian akan diperuntukkan untuk bantuan kepada masyarakat.

"Dengan adanya bantuan-bantuan seperti pakan mandiri, benih ikan, budidaya ikan minapadi dan bioflok maupun bantuan lainnya dampaknya telah nyata dapat dirasakan," ujar Slamet.

Dampak tersebut, lanjutnya, tampak dari pendapatan rata-rata pembudidaya mengalami kenaikan yakni dari Rp3,03 juta per bulan pada tahun 2017 menjadi Rp3,39 juta per bulan di tahun 2018 atau naik 8,9 persen.

Baca juga: Indonesia-Malaysia perkuat kerja sama sektor perikanan

Ia mengingatkan bahwa angka ini menunjukkan bahwa pendapatan pembudidaya ikan jauh lebih besar dibandingkan dengan UMR Nasional sebesar Rp2,26 juta.

Sebagaimana diwartakan, KKP memastikan pabrik pakan ikan skala medium yang dibangun di Pangandaran, Provinsi Jawa Barat, siap beroperasi pada tahun 2019 ini.

Slamet Soebjakto pada awal tahun ini juga telah mengatakan bahwa pabrik pakan ini ditargetkan untuk memenuhi kebutuhan pakan ikan air tawar dan laut khususnya bagi pembudidaya ikan di wilayah Priangan timur dan sekitarnya seperti Garut, Ciamis, Tasikmalaya, Pangandaran, dan Cilacap.

Baca juga: KKP tertibkan rumpon ilegal diduga milik nelayan Malaysia

Ia memaparkan, pabrik pakan yang dibangun pada lahan seluas 7.000 meter persegi dirancang untuk memproduksi pakan terapung dengan kapasitas optimum 1 - 1,2 ton per jam atau mampu mensuplai kebutuhan pakan optimal minimal 3.450 ton per tahun.

Terkait pengelolaan ke depannya, Slamet mengatakan akan menunjuk UPT Ditjen Perikanan Budidaya yang memang sudah kompeten dalam bidang pakan ini.

Dalam hal ini, menurutnya, kemungkinan bisa Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi atau Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara.

Baca juga: Pemerintah terus dorong pembangunan politeknik kelautan perikanan