Menjaga populasi gajah sumatera dengan GPS colar
Oleh Nanang Mairiadi
12 Juli 2019 16:10 WIB
Ilustrasi - Salah satu gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang akan direlokasi diistirahatkan sementara setelah menempuh perjalanan 24 jam dari Indra Giri Hulu, Riau menuju Jambi, Kamis (10/11/2016). (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan) (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/)
Jambi (ANTARA) - Berbagai pihak di Provinsi Jambi berupaya menjaga dan melindungi populasi gajah sumartera (elephas maximus Sumatrensis) yang semakin berkurang dengan salah satu langkahnya memasang dan menggantikan alat pemantau gajah GPS colar yang dipasang di tubuh gajah tersebut.
Pulau Sumatera dikenal memiliki berbagai macam satwa liar, salah satunya gajah yang merupakan subspesies dari gajah Asia yang hanya berhabitat di Pulau Sumatra. Gajah sumatera berpostur lebih kecil daripada subspesies gajah india dan kemudian populasinya semakin menurun dan menjadi spesies yang sangat terancam dan kian hari kian berkurang jumlahnya.
Saat ini jumlah gajah sumatera yang hidup di dalam hutan di kawasan taman nasional yang ada di provinsi itu hanya sekitar 200 ekor. Maka perlu upaya penyelamatan populasinya agar tidak punah dan hilang pada masa mendatang dan di antara upaya menjaga itu dengan pemasangan GPS colar pada gajah.
Seperti yang sudah dilakukan oleh Tim Ditreskrimsus Polda Jambi bersama Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) serta pihak terkait lainnya yang kini sedang melaksanakan pemasangan GPS colar terhadap gajah guna mempermudah pemantauan pergerakan kawanan gajah yang berada di kawasan hutan di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.
Dengan adanya alat tersebut diharapkan dapat meningkatkan populasi gajah dengan memantau keberadaannya selama di dalam hutan bersama kelompoknya.
Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Jambi Kombes Pol Thein Tabero mengatakan, sejak 4-7 Juli 2019 tim telah melaksanakan 'tracking' kelompok gajah bernama Ginting, Ana dan Cinta di dalam hutan pada Kabupaten Tebo.
Ketiga kelompok gajah itu saat ini masih bergabung berada pada satu kelompok besar, yaitu di Desa Semambu, Kecamatan Sumay, dimana lokasi tersebut masih dalam konsesi PT LAJ.
Kegiatan pemasangan dan penggantian GPS colar tersebut dilakukan pada beberapa lokasi yang berbeda yang ada di kawasan hutan Taman Nasional Bukti Tigapuluh yang ada di Provinsi Jambi.
Untuk penggantian dan pemasangan baru GPS Colar, tim harus terus melakukan pembuntutan sampai dengan malam hari, kemudian dilakukan penembakan bius.
Sementara itu di lokasi berbeda,pada Senin (8/7) sekira pukul 18.10 WIB telah melakukan penembakan bius terhadap gajah bernama Freda, yang sebelumnya dilakukan tracking di Desa Kampung Jawa, Pemayung, dalam kawasan Konsesi PT ABT Bkock II.
"Setelah berhasil dibius, kami laksanakan pembukaan dan penggantian GPS colar gajah bernama Freda yang sudah kurang lebih tiga tahun terpasang," katanya.
Menurut dia, hingga saat ini tim masih terus melaksanakan 'tracking' kelompok gajah Ana, Ginting dan Cinta serta Mutiara. Kegiatan penggantian GPS colar tersebut dilakukan berdasarkan Surat Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi tertanggal 27 Juni 2019.
Koridor gajah
Kemudian Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jambi sedang menyiapkan dan mengembangkan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) untuk jalur lintasan atau koridor khusus gajah sumatera di area Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) bekerja sama dengan PT Lestari Asri Jaya (LAJ).
Kepala BKSDA Provinsi Jambi Rahmad Saleh mengatakan pihaknya juga telah menggandeng berbagai pihak, termasuk swasta PT LAJ, dalam upaya perlindungan terhadap gajah sumatera secara berkesinambungann dimana pemerintah berkomitmen melindungi ekosistem gajah dan melibatkan masyarakat serta berbagai pemangku kepentingan agar lebih efektif dan berkelanjutan.
Pada lanskap Taman Nasional Bukit Tigapuluh saat ini populasi gajah diperkirakan berjumlah 120 ekor. Selain mengembangkan Kawasan Ekositem Esensial untuk koridor gajah, BKSDA juga berencana membuat pagar listrik sebagai upaya menghindari konflik dengan manusia.
Sementara itu Direktur PT LAJ Meizani Irmadhiany mengatakan PT LAJ merupakan perusahaan hutan tanaman industri (HTI) yang bergerak di bidang pengembangan karet alam berkelanjutan di area seluas 61.000 hektare di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.
Meizani juga mengatakan PT LAJ memiliki visi untuk mengelola area tersebut secara lebih baik, termasuk melakukan konservasi dan pengembangan perkebunan karet yang mengedepankan aspek-aspek sosial dan ramah lingkungan.
Salah satu komitmen LAJ dalam konservasi diwujudkan dalam Wildlife Conservation Area (WCA) yang merupakan area konservasi dan produksi, inisiatif LAJ bekerja sama dengan WWF yang bertujuan untuk memberikan area jelajah bagi gajah sumatera yang kini terancam punah.
Ia melanjutkan, kawasan WCA memiliki luas total 9.700 hektare. Lokasi WCA berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) dan berperan sebagai kawasan penyangga di bagian selatan TNBT yang menjadi habitat bagi berbagai satwa liar dan keanekaragaman hayati.
"Lanskap Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) adalah kantung gajah terbesar di Sumatera," kata Meizani.
LAJ saat ini bekerja sama dengan TNBT untuk memperkuat kawasan penyangga TNBT melalui kegiatan perlindungan kawasan, pengawetan flora dan fauna, restorasi ekosistem dan pemberdayaan masyarakat.
Melalui inisiatif WCA, PT LAJ dan mitranya berupaya membangun bersama program jangka panjang untuk menyediakan wilayah jelajah bagi gajah sumatera dan memitigasi terjadinya konflik gajah-manusia. WCA juga ikut dalam mengembangkan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) untuk koridor gajah di area Taman Nasional Bukit Tigapuluh tersebut.
Tersisa 200 ekor
Di Provinsi Jambi, berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jambi, jumlah populasi gajah sumatera hanya tersisa lebih kurang 200 ekor.
Dikatakan Kepala BKSDA Provinsi Jambi Rahmad Saleh, secara sebaran, populasi gajah di Provinsi Jambi terbagi di tiga titik, yakni Kabupaten Tebo, Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan di Lanskap PT Reki.
Populasi gajah sumatera terbanyak ada di Kabupaten Tebo, dengan jumlah sekitar 143 ekor. Tidak hanya itu, populasi gajah di Tebo juga terbilang lengkap, baik itu gajah tua, gajah betina, gajah jantan dan gajah anakan.
"Di Tebo saat ini paling banyak sekitar 143 ekor gajah sumatera dan tidak hanya banyak, populasi gajah di Tebo ini yang paling lengkap, ada anakan, betina dan nenek gajah,” kata Rahmad.
Sedangkan di TNKS memang belum dilakukan penghitungan pasti. Namun diperkirakan terdapat sekitar 30 ekor di area tersebut. Sementara di Lanskep PT. Reki terdapat 9 ekor dan satu ekor betina berada di kawasan konservasi BKSDA.
Untuk angka kematian terhadap gajah, menurut Rahmad, data skunder yang dimiliki mencapai sekitar 13 ekor sejak tahun 2012 hingga sekarang. Kematian gajah masih di dominasi oleh perburuan, diracun dan secara alami. Rahmad mengatakan angka kematian tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan provinsi lain.
"Angka kematian gajah sumnatera di Provinsi Jambi relatif lebih kecil dari provinsi lain dan sejak 2012 tercatat sekitar 13 ekor. Penyebabnya oleh perburuan, diracun dan alami," kata dia.
Pulau Sumatera dikenal memiliki berbagai macam satwa liar, salah satunya gajah yang merupakan subspesies dari gajah Asia yang hanya berhabitat di Pulau Sumatra. Gajah sumatera berpostur lebih kecil daripada subspesies gajah india dan kemudian populasinya semakin menurun dan menjadi spesies yang sangat terancam dan kian hari kian berkurang jumlahnya.
Saat ini jumlah gajah sumatera yang hidup di dalam hutan di kawasan taman nasional yang ada di provinsi itu hanya sekitar 200 ekor. Maka perlu upaya penyelamatan populasinya agar tidak punah dan hilang pada masa mendatang dan di antara upaya menjaga itu dengan pemasangan GPS colar pada gajah.
Seperti yang sudah dilakukan oleh Tim Ditreskrimsus Polda Jambi bersama Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) serta pihak terkait lainnya yang kini sedang melaksanakan pemasangan GPS colar terhadap gajah guna mempermudah pemantauan pergerakan kawanan gajah yang berada di kawasan hutan di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.
Dengan adanya alat tersebut diharapkan dapat meningkatkan populasi gajah dengan memantau keberadaannya selama di dalam hutan bersama kelompoknya.
Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Jambi Kombes Pol Thein Tabero mengatakan, sejak 4-7 Juli 2019 tim telah melaksanakan 'tracking' kelompok gajah bernama Ginting, Ana dan Cinta di dalam hutan pada Kabupaten Tebo.
Ketiga kelompok gajah itu saat ini masih bergabung berada pada satu kelompok besar, yaitu di Desa Semambu, Kecamatan Sumay, dimana lokasi tersebut masih dalam konsesi PT LAJ.
Kegiatan pemasangan dan penggantian GPS colar tersebut dilakukan pada beberapa lokasi yang berbeda yang ada di kawasan hutan Taman Nasional Bukti Tigapuluh yang ada di Provinsi Jambi.
Untuk penggantian dan pemasangan baru GPS Colar, tim harus terus melakukan pembuntutan sampai dengan malam hari, kemudian dilakukan penembakan bius.
Sementara itu di lokasi berbeda,pada Senin (8/7) sekira pukul 18.10 WIB telah melakukan penembakan bius terhadap gajah bernama Freda, yang sebelumnya dilakukan tracking di Desa Kampung Jawa, Pemayung, dalam kawasan Konsesi PT ABT Bkock II.
"Setelah berhasil dibius, kami laksanakan pembukaan dan penggantian GPS colar gajah bernama Freda yang sudah kurang lebih tiga tahun terpasang," katanya.
Menurut dia, hingga saat ini tim masih terus melaksanakan 'tracking' kelompok gajah Ana, Ginting dan Cinta serta Mutiara. Kegiatan penggantian GPS colar tersebut dilakukan berdasarkan Surat Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi tertanggal 27 Juni 2019.
Koridor gajah
Kemudian Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jambi sedang menyiapkan dan mengembangkan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) untuk jalur lintasan atau koridor khusus gajah sumatera di area Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) bekerja sama dengan PT Lestari Asri Jaya (LAJ).
Kepala BKSDA Provinsi Jambi Rahmad Saleh mengatakan pihaknya juga telah menggandeng berbagai pihak, termasuk swasta PT LAJ, dalam upaya perlindungan terhadap gajah sumatera secara berkesinambungann dimana pemerintah berkomitmen melindungi ekosistem gajah dan melibatkan masyarakat serta berbagai pemangku kepentingan agar lebih efektif dan berkelanjutan.
Pada lanskap Taman Nasional Bukit Tigapuluh saat ini populasi gajah diperkirakan berjumlah 120 ekor. Selain mengembangkan Kawasan Ekositem Esensial untuk koridor gajah, BKSDA juga berencana membuat pagar listrik sebagai upaya menghindari konflik dengan manusia.
Sementara itu Direktur PT LAJ Meizani Irmadhiany mengatakan PT LAJ merupakan perusahaan hutan tanaman industri (HTI) yang bergerak di bidang pengembangan karet alam berkelanjutan di area seluas 61.000 hektare di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.
Meizani juga mengatakan PT LAJ memiliki visi untuk mengelola area tersebut secara lebih baik, termasuk melakukan konservasi dan pengembangan perkebunan karet yang mengedepankan aspek-aspek sosial dan ramah lingkungan.
Salah satu komitmen LAJ dalam konservasi diwujudkan dalam Wildlife Conservation Area (WCA) yang merupakan area konservasi dan produksi, inisiatif LAJ bekerja sama dengan WWF yang bertujuan untuk memberikan area jelajah bagi gajah sumatera yang kini terancam punah.
Ia melanjutkan, kawasan WCA memiliki luas total 9.700 hektare. Lokasi WCA berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) dan berperan sebagai kawasan penyangga di bagian selatan TNBT yang menjadi habitat bagi berbagai satwa liar dan keanekaragaman hayati.
"Lanskap Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) adalah kantung gajah terbesar di Sumatera," kata Meizani.
LAJ saat ini bekerja sama dengan TNBT untuk memperkuat kawasan penyangga TNBT melalui kegiatan perlindungan kawasan, pengawetan flora dan fauna, restorasi ekosistem dan pemberdayaan masyarakat.
Melalui inisiatif WCA, PT LAJ dan mitranya berupaya membangun bersama program jangka panjang untuk menyediakan wilayah jelajah bagi gajah sumatera dan memitigasi terjadinya konflik gajah-manusia. WCA juga ikut dalam mengembangkan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) untuk koridor gajah di area Taman Nasional Bukit Tigapuluh tersebut.
Tersisa 200 ekor
Di Provinsi Jambi, berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jambi, jumlah populasi gajah sumatera hanya tersisa lebih kurang 200 ekor.
Dikatakan Kepala BKSDA Provinsi Jambi Rahmad Saleh, secara sebaran, populasi gajah di Provinsi Jambi terbagi di tiga titik, yakni Kabupaten Tebo, Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan di Lanskap PT Reki.
Populasi gajah sumatera terbanyak ada di Kabupaten Tebo, dengan jumlah sekitar 143 ekor. Tidak hanya itu, populasi gajah di Tebo juga terbilang lengkap, baik itu gajah tua, gajah betina, gajah jantan dan gajah anakan.
"Di Tebo saat ini paling banyak sekitar 143 ekor gajah sumatera dan tidak hanya banyak, populasi gajah di Tebo ini yang paling lengkap, ada anakan, betina dan nenek gajah,” kata Rahmad.
Sedangkan di TNKS memang belum dilakukan penghitungan pasti. Namun diperkirakan terdapat sekitar 30 ekor di area tersebut. Sementara di Lanskep PT. Reki terdapat 9 ekor dan satu ekor betina berada di kawasan konservasi BKSDA.
Untuk angka kematian terhadap gajah, menurut Rahmad, data skunder yang dimiliki mencapai sekitar 13 ekor sejak tahun 2012 hingga sekarang. Kematian gajah masih di dominasi oleh perburuan, diracun dan secara alami. Rahmad mengatakan angka kematian tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan provinsi lain.
"Angka kematian gajah sumnatera di Provinsi Jambi relatif lebih kecil dari provinsi lain dan sejak 2012 tercatat sekitar 13 ekor. Penyebabnya oleh perburuan, diracun dan alami," kata dia.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019
Tags: