Perasaan serupa juga dialami rekan-rekan Christo sesama petenis Indonesia yang sempat menempa bakat di lapangan tenis GBK yang kini tak lagi sama.
"Bayangkan saja, rumah kita dibongkar terus diganti menjadi lapangan bisbol, pasti sedih," kata Christo saat menyambangi redaksi Antara di Jakarta, Jumat.
"Kita dulu latihan di sini kok sekarang begini. Kita tumbuh di sini kok sekarang gini," ujarnya lagi.
Baca juga: Kembali ke nomor ganda, jadi jalan pulang Christo ke Grand Slam
Rasa sedih dan kecewa Christo tak hanya berlandaskan pada romantisme yang dialaminya akan kenangan di lapangan tenis outdoor GBK, tetapi juga kesadarannya bahwa fasilitas yang memadai adalah salah satu syarat penting dalam upaya regenerasi cabang olahraga tersebut.
"Kalau kita mau bicara regenerasi, kita harus punya fasilitas dulu. Sebutlah saat pelatnas kita ada 20 orang, kemudian apakah itu cukup ditampung dengan jumlah lapangan sekarang," kata Christo.
"Belum yang lain, untuk junior misalnya. Saya kira memang nggak cukup empat lapangan," ujarnya melengkapi.
Baca juga: Christo petik jerih payah 12 tahun wujudkan mimpi tampil di Grand Slam
Sebelumnya, Christo sempat mengeluhkan nasib lapangan tenis outdoor GBK saat diwawancarai oleh kantor berita AFP selepas pertandingan putaran kedua nomor ganda campuran Wimbledon 2019 di London, Inggris, Selasa (8/7) setempat.
Pernyataannya itu tak ubahnya curahan hati putra bangsa Indonesia yang berusaha membagikan kebanggan lewat tenis, namun olahraga yang sama mendapatkan perlakuan tak menyenangkan dari pihak-pihak pemangku keputusan di negaranya sendiri.
Sejak 2016, belasan lapangan tenis outdoor GBK dibongkar demi menyediakan arena lapangan bisbol untuk Asian Games 2018, langkah yang sempat ditentang Pengurus Besar Persatuan Lawn Tenis Indonesia (PB Pelti) namun tak terhenti.
Baca juga: Christopher Rungkat keluhkan fasilitas tenis
Baca juga: Keluhan dan impian petenis Christopher