Hendropriyono bertemu Bamsoet bicarakan permasalahan bangsa
12 Juli 2019 15:54 WIB
Mantan Kepala BIN dan juga politisi senior PKPI, A.M Hendropriyono memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan tertutup dengan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat. (Imam B)
Jakarta (ANTARA) - Mantan Kepala BIN, yang juga politisi senior PKPI A.M. Hendropriyono menemui Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, tukar pikiran dan membicarakan permasalahan bangsa.
"Tukar pikiran tentang situasi nasional Indonesia. Saya sebagai rakyat biasa tapi tidak bisa diam saja. Kalau semuanya diam saja kan, namanya tidak ada partisipasi rakyat," kata Hendropriyono di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan, dalam pembicaraan tertutup itu, dirinya mengusulkan agar ke depan jabatan Presiden dan Kepala Daerah hanya delapan tahun sehingga tidak ada lagi namanya petahana.
Menurut dia, kalau usulan itu diterima maka diharapkan pemerintahan dan rakyat kuat karena pemerintah bekerja dengan sebaik-baiknya selama delapan tahun tersebut.
"Saya usul dan nampaknya ketua DPR RI nampaknya cocok pikirannya, bahwa tenggang waktu Presiden dan Kepala Daerah itu delapan tahun. Namun satu kali saja, turun penggantinya nanti silakan berkompetisi, tidak ada petahana," ujarnya.
Dia mengatakan, dalam pelaksanaan Pemilu menghabiskan biaya yang mahal dan cenderung naik tiap periodenya, misalnya di 2004 menghabiskan uang negara Rp3 triliun, 2009 menjadi Rp8 triliun, di 2014 menjadi Rp15 triliun dan 2019 Rp25 triliun lebih.
Hendro mengatakan pernyataannya itu mewakili orang-orang se-generasinya sebagai bentuk keprihatinan karena kalau terus menerus seperti itu maka negara Indonesia bisa bangkrut.
Dia mengatakan Amerika Serikat dan Rusia saat ini sudah menjadi negara adidaya namun Indonesia yang sudah merdeka 74 tahun masih seperti ini.
"Saya bilang tolong itu konstitusi bisa diadendum, kalau tidak bisa diamandemen, diandendum saja. Kalau tenggat waktu kepala Pemerintah dan Kepala Daerah itu 8 tahun sekali saja, jadi tidak begini," katanya.
Hendro mempersilahkan DPR membahas aturan mengenai pembahasan masa jabatan Presiden dan kepala daerah tersebut.
"Tukar pikiran tentang situasi nasional Indonesia. Saya sebagai rakyat biasa tapi tidak bisa diam saja. Kalau semuanya diam saja kan, namanya tidak ada partisipasi rakyat," kata Hendropriyono di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan, dalam pembicaraan tertutup itu, dirinya mengusulkan agar ke depan jabatan Presiden dan Kepala Daerah hanya delapan tahun sehingga tidak ada lagi namanya petahana.
Menurut dia, kalau usulan itu diterima maka diharapkan pemerintahan dan rakyat kuat karena pemerintah bekerja dengan sebaik-baiknya selama delapan tahun tersebut.
"Saya usul dan nampaknya ketua DPR RI nampaknya cocok pikirannya, bahwa tenggang waktu Presiden dan Kepala Daerah itu delapan tahun. Namun satu kali saja, turun penggantinya nanti silakan berkompetisi, tidak ada petahana," ujarnya.
Dia mengatakan, dalam pelaksanaan Pemilu menghabiskan biaya yang mahal dan cenderung naik tiap periodenya, misalnya di 2004 menghabiskan uang negara Rp3 triliun, 2009 menjadi Rp8 triliun, di 2014 menjadi Rp15 triliun dan 2019 Rp25 triliun lebih.
Hendro mengatakan pernyataannya itu mewakili orang-orang se-generasinya sebagai bentuk keprihatinan karena kalau terus menerus seperti itu maka negara Indonesia bisa bangkrut.
Dia mengatakan Amerika Serikat dan Rusia saat ini sudah menjadi negara adidaya namun Indonesia yang sudah merdeka 74 tahun masih seperti ini.
"Saya bilang tolong itu konstitusi bisa diadendum, kalau tidak bisa diamandemen, diandendum saja. Kalau tenggat waktu kepala Pemerintah dan Kepala Daerah itu 8 tahun sekali saja, jadi tidak begini," katanya.
Hendro mempersilahkan DPR membahas aturan mengenai pembahasan masa jabatan Presiden dan kepala daerah tersebut.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019
Tags: