Kolombo (ANTARA) - Sri Lanka masih membahas dengan Amerika Serikat perjanjian status pasukan (SOFA) bagi personel militer AS yang berkunjung, kata perdana menteri, mengabaikan peringatan oleh presiden bahwa itu akan merusak kedaulatan.

Presiden Maithripala Sirisena dan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe terlibat dalam perselisihan sejak tahun lalu dan perbedaan politik mereka sekarang melebar ke soal hubungan keamanan dengan AS.

Wickremesinghe mengatakan kepada parlemen pada Rabu bahwa usulan SOFA bukan pakta militer melainkan sebuah persetujuan berkaitan dengan hak dan keistimewaan yang diperoleh personel militer AS jika mereka berada di negara itu.

"SOFA merupakan dokumen di masa damai dan bukan menyangkut aturan-aturan perang, hukum konflik bersenjata atau hukum laut. Itu tidak memberi otoritas latihan-latihan, kegiatan-kegiatan atau misi-misi khusus," kata dia.

Menurut dia, dokumen itu hanya menetapkan kerangka kerja bagi operasi-operasi personel militer AS, dan sementara pembahasannya masih berlangsung dia tidak akan mendukung perjanjian yang mengancam kedaulatan Sri Lanka.

Sri Lanka berada di jalur perkapalan tersibuk di dunia di Samudera India dan selama beberapa tahun belakangan China telah menjadi investor besar, membangun pelabuhan-pelabuhan dan jalan-jalan bebas hambatan.

India, negara tetangga terdekatnya, mulai melakukan kegiatan-kegiatan melawan pengaruh China yang meningkat dan begitu juga dengan AS dan Jepang, kata para pakar.

Namun Sirisena, mengatakan ia tidak akan menandatangani kerja sama militer yang "membuat keadaan tak stabil bagi negerinya."

Sumber: Reuters